5 Prinsip Pokok Fiqh Sosial KH Sahal Mahfud

5 Prinsip Pokok Fiqh Sosial KH Sahal Mahfud

PeciHitam.org – KH Sahal Mahfud memang sudah meninggal dunia, namun pemikirannya tidak pernah padam. Seperti dalam sebuah syair, bahwa jasad orang alim belum dikubur, tapi gagasan dan pemikirannya akan senantiasa hidup sepanjang masa, dikaji oleh generasi sesudahnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jika kebesaran Imam Syafi’i ditopang oleh generasi sesudahnya, seperti Imam Muzani dan Imam Buwaithi. Begitu juga kebesaran Kiai Sahal tercermin dalam pemikirannya mengenai fiqh sosial masih dikaji hingga saat ini oleh orang-orang sesudahnya.

Munculnya fiqh sosial yang digagas oleh KH Sahal Mahfud seolah menjadi cahaya ditengah kegelapan yang memancarkan aura dan spirit optimisme, konfidensi, dan revitalisasi khazanah klasik.

Fiqh sosial selain mendalami makna teks-teks keagamaan (al-nushus al-diniyah), juga mengikuti perkembangan realitas kekinian, bahkan memandu, merubah dan mendorongnya secara sistematis dan kontinu agar sesuai dengan spirit agama yang dipancarkan fiqh yang berintikan kemaslahatan, kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran.

Dalam konteks ini, fiqh sosial adalah fiqh kebudayaan, artinya fiqh yang mengobarkan semangat transformasi, tidak hanya teori. KH Sahal Mahfud terkenal dengan fiqh sosialnya, tidak hanya sekadar ide, konsep, paradigma, dan teori, tapi juga bukti konkret. Ia mempunyai karya sosial, tidak hanya karya intelektual.

Baca Juga:  Mekah Lockdown, Pernahkah Terjadi Sebelumnya? Baca Kisahnya Disini!

Ia melakukan pemberdayaan ekonomi kerakyatan dengan paradigma fiqh sosial. Ia menjadikan fiqh sebagai pijakan legitimasi dan aksi dalam kerja-kerja pemberdayaan.

Ia gabungkan kemampuan berorganisasi, networking relationship, management, kepemimpinan dan charisma untuk menggelindingkan gagasan fiqh sosial di tengah realitas obyektif yang mengitarinya.

Dalam pembumian kerja pemberdayaan ini, KH Sahal Mahfud menemukan kendala, yakni paradigma mayoritas para kiai Kajen yang menggunakan fiqh sebagai kacamata dalam merespons setiap masalah.

Fiqh mereka adalah fiqh tekstualis, final, dan eternal. Para Kiai menuduh KH Sahal Mahfud sebagai agent zionis dengan program pemberdayaan ekonomi kerakyatannya.

Dalam konteks inilah, KH Sahal Mahfud mengerahkan seluruh kemampuan terbaiknya untuk membuktikan bahwa fiqh tidak anti program pemberdayaan ekonomi kerakyatan, justru fiqh harus tampil sebagai pioneer kebangkitan ekonomi kerakyatan sebagaimana perintah al-Quran dan Hadis Nabi.

Bagi KH Sahal Mahfud, Fiqh bukanlah konsep dogmatif-normatif, tapi konsep aktif-progresif. Fiqh harus bersenyawa langsung dengan af’al al-mukallifin sikap perilaku, kondisi, dan sepak terjang orang-orang muslim dalam semua aspek kehidupan, baik ibadah maupun mu’amalah (interaksi sosial ekonomi).

Baca Juga:  Keistimewaan Jabal Uhud, Bukit yang Dijanjikan Kelak ada di Surga

KH Sahal Mahfud tidak menerima kalau Fiqh dihina sebagai ilmu yang stagnan, sumber kejumudan dan kemunduran umat, Fiqh justru ilmu yang langsung bersentuhan dengan kehidupan riil umat, oleh sebab itu Fiqh harus dinamis dan direvitalisir agar konsepnya mampu mendorong dan mengarahkan umat Islam meningkatkan aspek ekonominya demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kontekstualisasi dan aktualisasi Fiqh adalah dua term yang selalu dikampanyekan KH Sahal Mahfud baik secara qauli (teks) melalui acara seminar, symposium, dan sejenisnya, kitabi (tulisan) di koran, majalah, makalah, dan sejenisnya, dan fi’li (tindakan) dalam bentuk aksi langsung ditengah masyarakat dengan program-program riil dan konkret yang menyentuh kebutuhan dasar masyararakat.

Masyarakat tidak hanya diberi modal, tapi juga kemampuan dan pengawasan, agar mampu melakukan terobosan efektif dalam merubah kondisi miskin serba kekurangan menjadi serba cukup dan sejahtera.

Fiqh sosial KH Sahal Mahfud dalam konseptualnya selalu mengacu pada lima prinsip pokok, antara lain:

  1. Pertama, interpretasi teks-teks Fiqh secara kontekstual.
  2. Kedua, perubahan pola bermadzhab dari qauly (tekstual) ke manhaji (metodologis).
  3. Ketiga, verifikasi mendasar mana ajaran yang pokok (ushul) dan yang cabang (rufu’).
  4. Keempat, Fiqh dihadirkan sebagai etika sosial, bukan hukum positif negara.
  5. Kelima, pengenalan metodologi pemikiran filosofis, terutama dalam masalah sosial dan budaya.
Baca Juga:  Ketika Agama Dipolitisasi dan Kebenaran Dimonopoli Demi Tujuan Kekuasaan

Fiqh sosial Kiai Sahal adalah model pengembangan fiqh NU yang kurang berkembang secara dinamis. Fiqh sosial adalah fiqh yang berorientasi maslahah dengan manhaj yang jelas. Inilah fiqh yang sudah dicita-citakan NU sejak Munas Lampung 19912. Bangunan fiqh ini menjadi embrio lahirnya fiqh peradaban.

Mohammad Mufid Muwaffaq