9 Pandangan Said Nursi terhadap Para Pelaku Tasawuf

Pandangan Said Nursi terhadap Para Pelaku Tasawuf

Pecihitam,org,Said Nursi, Tokoh Agama satu inilah yang kita kenali sebagai salah satu pembaharu dalam peradaban Islam dengan metode berfikirnya yang sudah melaju pada era kontemporer (Modern), Beliau yang lahir pada tahun 1293 H (1877 M) merupakan tokoh yang sangat aktif dibidang Agama yang seperti Ilmu Mantiq, Tafsir Hadis, Fikih, Ilmu Nahwu dan keislaman lainnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tidak hanya itu, kecerdasan dan kekuatan yang dimilikinya pun mendapatkan pengakuan dari para guru gurunya, bagimana tidak? beliau mampu menghafal hampir 9O buku referensial. Bahkan ia mampu menghafal buku Jam‘ul Jawami’-di bidang usul fikih- hanya dalam tempo satu minggu.

Namun kali ini, kita tidak akan jauh membahas tentang bagaimana perjalanan hidupnya dalam menimba ilmu agama, namun lebih mengarah tentang bagaimana Apresiasi Said Nursi terhadap Tasawuf.

Berhubung beliau merupakan salah satu tokoh yang kembali memaknai Tasawuf dengan berpijak pada Al Qur’an dan hadis demi menyelamatkan keimanan masyarakat yang pada saat itu sedang dilanda krisis spritual.

Dalam hal ini, paling tidak ada sembilan bentuk apresiasi Said Nursi terhadap mereka yang terjun dalam dunia Tasawuf yang dibarengi dengan kesungguhan hati.

1. Dengan tasawuf, seseorang akan mendapatkan jalan yang lurus serta mencapai tingkatan keyakinan ‘ainul yaqin (The vision of certainty).

Dalam hal inilah bisa disimpulkan bahwa kesungguhan seseorang yang terjun dalam dunia tasawuf pastinya akan menguatkan keimanannya, bahkan kesungguhan inilah yang menurut Said Nursi akan mengantarkan seseorang pada keadaan dimana tersingkapnya derajat ‘Ainul Yaqin.

Namun yang diperlu diketahui ialah seorang sufi tidak langsung berada pada derajat tersebut dengan mudahnya. Karena dalam literatur tasawuf sendiri, dibagi atas tiga tingkatan secara berurutan (tiga level hierarki) dan sinilah seorang sufi berproses hingga sampai pada maqam keyakinan ‘ainul yaqin.

Dimana tiga tingkatan tersebut yang dijelaskan oleh al Hujwiri (Cendekiawan Muslim yang berasal dari India) sebagai berikut:

Baca Juga:  Badiuzzaman Said Nursi, Tokoh Pembaharu Islam Turki

 Ilmu Yaqin, dimana keyakinan seorang sufi berasal dari pengetahuan, pada tingkatan ini dimiliki oleh kebanyakan orang

‘ainul yaqin dimana keyakinan seorang sufi berasal dari pengamatan atau penyaksian langsung dan orang orang yang berada pada tingkatan ini adalah orang orang terpilih

Haqqul yaqin, dimana keyakinan seorang sufi tersebut telah berasal dari pengalamannya secara langsung, sehingga mereka yang berada pada tingkatakan ini adalah orang orang pilihan.

2. Dengan jalan sufi, hati akan menjadi sumber dan pusat kesejatian manusia.

pada point ini, paling tidak Said Nursi beranggapan bahwa dengan menempuh jalan sufi pastinya selain membuat hati bekerja dan mengarahkan yang lainnya pada tujuan, rupanya pun mendidik kalbu sebagai pusat kemanusiaan guna mendapatka ridha Allah Swt., dan pada akhirnya sampailah pada derajat manusia sejati.

Mengapa seorang sufi sangat menitikberatkan hati mereka dalam beribadah? Jawabannya tidak lain karena para sufi memang mengilustrasikan hati sebagai raja pada diri mereka, dan hati ini pula yang bakal dilihat oleh Allah dan menerima tanggung jawab atas apa yang dinampakkan dari diri seorang sufi.

3. Dengan jalan sufi, maka seorang murid akan bergabung dengan para orang orang Shaleh dalam menuju alam Barzakh dan akhirat.

Dari point ini, Said Nursi meyakini bahwa dengan jalan sufi maka para murid akan mendapatkan dukungan dan pelindung yang kuat dari keragu-raguan dan kesesatan. Sehingga begitu sangat penting akan kehadiran guru dalam mendampingin perjalanan spritual seorang murid.

4. Dengan jalan sufi, kita akan mengalami kenikmatan melihat Allah melalui cahaya iman dan cinta kepada Allah yang berasal  dari pengetahuan tentang Allah

Disinilah akan nampak kebahagiaan hakiki yang manakalah seorang sufi telah sampai pada tingkat hakikat keimananan. Tentulah seorang sufi tak akan mengalami kesepian atau kesendirian di alam semesta karena buah dari keimanannya yang akan berujung pada kenikmatan dengan melihat sang kekasih melalui cahaya iman dan cinta.

Baca Juga:  Hubungan Suluk dan Tasawuf, Dua Sisi yang Tidak Bisa Terpisahkan

Dan terkait pengetahuan tentang hakikat ketuhanan itu diyakini muncul dari dalam jiwa melalui dada, dan ilmu tersebut tidak pernah keruh sebab ia diperoleh dengan penyaksian langsung .

5. Melalui jalan sufi, kita akan merasakan keterjagaan Kalbu

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwasanya seorang sufi melakukan ibadah semata mata karena cinta, rindu dan ridha. Bukan karena pahala terlebih karena keterpaksaan. Sehingga dari rasa cinta dan rindu inilah mengantarkan mereka pada penantian untuk terus menaati dan menjalankan Ibadah, hingga mereka setiap saat merasa sangat tenang dan merasakan keterjagaan Kalbu.

6. Dengan jalan sufi, kita akan mencapai derajat tawakal, ridha dan pasrah kepada Allah dan untuk meraih keridhan-Nya.

Sebagai seorang sufi yang telah mendalami dunia tasawuf dengan kesungguhan hatinya, tentulah secara perlahan akan mengantarkannya pada tingkat pengamalan tawakkal, pasrah dan keridhannya. Bahkan menurut Sarraj al Thusi dikatakan bahwa “Maqam tawakkal dan ridha kepada Allah tidak lain puncak dari pelbagai maqam sebelumnya yang memang seharusnya diraih oleh para pejalan spritual

7. Keikhlasan

Pada point ini, Said Nursi beranggapan bahwa kehidupan seorang sufi dalam menjalankan ibadah akan dibebaskan dari penyakit kalbu berupa kemunafikan dan riya’. Karena dengan dua penyakit inilah yang bakal menjadi kendala dalam meraih keikhlasan dalam beribadah.

Sehingga dalam tasawuf dikenal dengan adanya istilah Tazkiyatun nafs, yakni proses penyucian diri yang melalui tiga tahapan yakni membersihkan diri dari segala kotoran atau penyakit jiwa, menanamkan sifat sifat terpuji dan menggantikan sifat tercela, dan yang ketiga ialah menirukan segala sifat sifat atau nama nama yang indah dari Allah dan Rasulullah (Mulyadhi Kartanegara, menyelami lubuk tasawuf [Jakarta: Erlangga])

8. Dengan jalan sufi, kita akan senantiasa menstransformasi perbuatan perbuatan sederhana menjadi bernilai ibadah serta  amal duniawi  menjelma amal Ukhrawi

Baca Juga:  Badiuzzaman Said Nursi, Ulama Tafsir Kontemporer dari Daulah Utsmaniyah

Berangkat dari point ini, tentulah seorang sufi sangat berhati hati dalam melakukan atau bertindak dalam melewati hari hari mereka, mengapa? Karena mereka akan berpikir bahwa apakah yang mereka lakukan benar benar berada dijalan yang benar? Tidak hanya itu, mereka pun lebih mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas dalam beribadah.

Seperti yang diikrarkan oleh Ibn Mas’ud sebagai Prinsip ialah “Dua rakaat sembahyang dari seorang alim yang zuhud lebih baik disisi Allah dari pada Ibadat orang orang yang ahli ibadah sepanjang hidupnya”

9. Melalui perjalanan dengan hati dan perjuangan tiada henti terhadap godaan setan dan nafsu pribadinya, memungkinkan seorang pelaku tasawuf menjadi manusia yang sempurna

Pada point terakhir ini, Said Nursi percaya bahwa jalan sufi mampu mengantarkan orang orang yang mengamalkannya menjadi wali dan kekasih Allah, selain itu mereka pun menghadirkan sifar sifat Allah secara utuh sekaligus menunjukkan keunggulan mereka terhadap para malaikat, dan menampilkan diri sebagai Insan kamil (Perfect Human Being) pada manfaat jalan Tasawuf. (Dr. Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf sebuah kajian temanik, (Jakarta: Rajawali Press), h. 232)

Sekiranya itulah beberapa pandangan seorang Said Nursi terhadap Tasawuf, semoga bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Rosmawati