Pecihitam.org – Agama dan moralitas sebenarnya membahas mengenai hubungan kebebasan manusia dan pertanggungjawaban moral. Pembahasan mengenai hubungan tersebut digambarkan dalam tradisi agama, baik dalam ranah monotheistik maupun non-monotheistik (atheistik, pluralistik).
Selanjutnya dari konsepsi megenai hubungan agama dan moralitas, serta kebebasan dan tanggungjawab muncul beberapa aliran yaitu determinisme, compactibillisme dan libertarianisme. Pertama akan dijelaskan mengenai hubungan agama dan moralitas dalam tradisi non-monotheistik maupun tradisi monotheistik.
Nilai tertinggi yang ingin dicapai pada tradisi monotheistik seperti Budhisme, Wedanta dan Jainisme adalah kebebasan dari reinkarnasi dan mencapai pencerahan. Pertanyaan yang akan muncul adalah apakah nilai-nilai agama telah terinternalisasi oleh nilai-nilai moral seperti yang dipahami.
Setelah seseorang merasa telah cukup menguasai pemahaman tentang agama dan merasa telah berada pada puncak keagamaannya. Kemudian muncul pertanyaan. Apa yang ingin dicapai melalui nilai-nilai agama adalah menuntaskan penderitaan, mencapai keselamatan atau pencerahan. Bukan menjadikan agama sebagai pencapaian nilai moral tertinggi?
Sementara itu dalam tradisi monotheistik yang notabenenya mempercayai adanya satu Tuhan mengasumsikan pandangannya sebagai berikut. Jika Tuhan dipahami sebagai suatu agen moral, maka eksistensi Tuhan menjadi nilai moral tertinggi dan menjadi inti dari moralitas.
Keberadaan manusia merupakan gambaran Tuhan dan manusia berusaha mencapai potensinya dengan meniru Tuhan. Dikatakan bahwa bagi agama monotheistis keberadaan Tuhan merupakan kebenaran yang pasti, berbeda dengan keberadaan manusia dan segala aspeknya sebagai suatu kebenaran yang kontingen.
Maka moralitas diletakan pada pemahaman bahwa moralitas diciptakan karena Tuhan yang menciptakan. Jadi keberadaan manusia sangatlah bergantung pada keberadaan Tuhan, dan moralitas manusia terwujud karena adanya ketentuan dari Tuhan.
Kemudian yang menjadi perosalan adalah dimana letak kebebasan manusia dan bagaimana kaitannya dengan pertannggungjawaban moral? Untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian muncul pembahasan mengenai determinisme, compactibilisme, dan libertarianisme.
Determinisme dapat diartikan bahwa segala sesuatu terjadi sebagai akibat dari adanya keharusan dan karenanya tidak dapat ditiadakan..Dengan kata lain bahwa apa yang terjadi sudah ditentukan.
Terdapat dua pandangan mengenai determinisme, yaitu berdasarkan kepastian logis, dan determinisme tanpa kepastian logis. Fatalisme manyatakan bahwa setiap kebenaran pasti benar dan setiap kebohongan pasti bohong.
Suatu kebenaran menjadi hal yang sangat mutlak untuk diakui keberadaannya. Keberadaan Tuhan adalah suatu kebenaran, maka Tuhan memiliki properti yang menjadikannya sebagai Tuhan.
Keputusan Tuhan sepenuhnya ditentukan oleh Sifat Tuhan, apa yang benar adalah benar karena Tuhan memutuskan bahwa itu benar adalah suatu kebenaran yang pasti. Konsekuensinya adalah, bahwa keberadaan Tuhan dan alam semesta sesungguhnya karena keputusan Tuhan.
Namun menjadi tidak logis apabila Tuhan tidak ada atau Tuhan tidak memiliki sifat Tuhan. Maka sangatlah tidak mungkin jika propoisi yang benar itu salah, dan proposisi yang tidak benar adalah benar.
Konsekuensi selanjutnya yang kemudian menjadi konsen dalam pembahasan kali ini adalah, bahwa Tuhan memiliki keterkaitan dengan setiap sesuatu yang ada berimbas pada persoalan mengenai ketiadaan kebebasan.
Jika determinisme itu benar, maka masa lalu menentukan keunikan masa depan. Artinya tidak ada yang dapat kita lakukan atau kendalikan terhadap kebenaran law of logic, law of nature dan apa yang terjadi di masa lalu.
Selanjutnya adalah mengenai compactibilisme. Compatibilisme adalah paham yang menyatakan bahwa terdapat kemungkinan logis bahwa determinisme itu benar, manusia memiliki kebebasan namun terikat dengan keharusan untuk mempertanggungjawabkan setiap keputusan dan tindakannya secara moral.
Sementara itu, incompatibilisme menyatakan bahwa determinisme itu secara logika tidak mungkin atau salah, manusia memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak yang terikat dengan pertanggungjawaban moral atas keputusan dan tindakan tersebut.
Libertarianisme menyatakan bahwa incompatibilisme itu benar dan determinisme itu salah; supaya manusia memiliki kebebasan yang sekaligus mengikatkannya pada pertanggungjawaban moral maka manusia harus memiliki kebebasan yang sejati, bukan semata kebebasan dalam term compatibilisme. Menurut pandangan libertarianisme, compatibilisme masih ragu-ragu dalam memaknai keberadaan kebebasan.
Terdapat satu perdebatan dalam tradisi monotheistik yaitu apakah kepemilikan kebebasan compactibilisme menghasilkan dunia yang cukup berbeda dari tradisi monotheistik. Fatalisme logis melihat manusia sebagai suatu agen yang bertanggungjawab atas tindakannya.
Libertarian monotheis menganggap bahwa jika kebebasan yang dimiliki manusia adalah kebebasan yang compactible maka Tuhan adalah penyebab dari segala tindakan termasuk kejahatan.
Dalam keonteks manusia, Tuhan sebagai pencipta memberikan kewenangan sepenuhnya kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya dan manusia juga telah diberi wewenang sekaligus untuk mempertanggung jawabkan segala pilihan dan perbuatannya.
Hal itu yang menjadikan aliran monotheis seperti halnya Islam menganggap bahwa kebebasan manusia adalah kebebasan yang dipenuhi pertanggung jawaban.
Islam sendiri juga meyakini adanya hari akhir dan kehidupan setelah kematian, sehingga manusia diberikan kesempatan oleh Allah untuk mengeksplorasi dirinya selama hidup. Selain itu manusia juga harus mempersiapkan dirinya supaya setelah terjadi kematian dan di hari akhir nanti dapat mempertanggun jawabkan segala perbuatannya selama di dunia.
- Hubungan Agama dan Moralitas - 30/07/2020
- Empirisme David Hume dalam Melihat Negara Pancasila - 25/07/2020
- Feminisme dan Logical Fallacy - 23/07/2020