Runutan Sanad Keilmuan Imam Al-Ghazali dan Kisah Perjuangannya dalam Menuntut Ilmu

Runutan Sanad Keilmuan Imam Al-Ghazali dan Kisah Perjuangannya dalam Menuntut Ilmu

PeciHitam.org – Al-Ghazali, tokoh besar yang tidak diperkirakan menjadi orang besar. Kemiskinan yang mendera keluarganya menjadikan ia terlantung-lantung tentang siapa yang akan memberi makan. Pilihan dimasukan ke Pesantren menjadi pilihan keluarga besar setelah kematian ayah, tulang punggung keluarga.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Masuk ke Madrasah Nizhamiyah pada awalnya untuk memenuhi isi perut yang kosong. akan tetapi kemudian hari beliau menjadi pemikir besar dalam Islam. Isi pikiran yang cemerlang menjadi ciri khas utama seorang Ghazali.

Daftar Pembahasan:

Profil Al-Ghazali

Al-Ghazali bernama asli Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i. al-Ghazali lahir di Thus daerah dalam otoritas Kota Khurasan Persia (Iran sekarang) pada tahu 1058 M bertepatan dengan 450 H.

Beliau meninggal di kota yang sama pada tahu 1111 M/ 505 H. Al-Ghazali dikenal sebagai seorang Filosof, Mufassir dan Teolog Islam serta menjadi rujukan Tassawuf dalam Ordo Ahlussunah wal Jamaah. Al-Ghazali dikenal dengan nama Algazel di dunia barat.

Kemiskinan dan Pendidikan

Ketidak sengajaan untuk masuk Madrasah Nizhamiyah, karena kemiskinan yang mendera keluarganya. Al-Ghazali dimasukan oleh saudara ayahnya ke Madrasah di Baghdad ini karena untuk mengurangi beban keluarga yang ditinggal meninggal ayah Al-Ghazali.

Fasilitas di Madrasah Nizhamiyah antara lain menggratiskan makan seluruh siswanya. Faktor inilah yang menjadi daya tarik utama masuk ke Madrasah Nizhamiyah.

Pendidikan yang diperoleh pada tingkat dasar membekali Abu Hamid, kunyah Al-Ghazali, Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Bekal penguasaan dua bahasa ini menjadikan beliau minat mendalami ilmu Ushuluddin, Matiq (logika), Ushul Fiqh  dan Filsafat. Beliau juga mempelajari Muqaranatul Madzahib (Perbandingan Madzhab) dan memilih Madzhab Syaf’i sebagai Madzhab beliau.

Belakangan, Al-Ghazali menjadi orang yang masyhur dalam akademik dilantik menjadi Guru Besar (Sekelas Profesor) di Almamater beliau. Beliau juga menjadi wakil bidang Akademik di Madrasah tersebut yang memiliki akses untuk melakukan pertemuan akademik dengan berbagai Ulama pada masanya.

Dalam pengembaraan akademik inilah beliau menulis karya monumentalnya, Ihya Ulumuddin. Kitab Ihya banyak ditestimoni sebagai kitab yang sangat agung dan lengkap isinya.

Baca Juga:  Bagaimanakah Perihal Mempelajari Ilmu Kalam Menurut Imam Al-Ghazali? Inilah Pandangan Sang Hujjatul Islam

Perseteruan dan Tradisi Akademik

Gegeran masa sekarang bisa dipastikan dengan menggunakan cara caci maki, nyinyir, julid dan menstempel Syiah, kafir, Liberal dan segala bentuk sebutan lainnya.

Sebuah karya atau argumentasi Ilmiah yang menimbulkan kontrovesial di masyarakat, biasanya akan ramai-ramai diserang pribadi penulisnya, bukan hasil pemikirannya. Sebuah tradisi jahiliyah seperti ini tidak dialami dan dilakukan pada masa Imam Ghazali.

Beliau pada masa tersebut sangat tidak menyetujui pemikiran dan hasil Ijtihad Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang Ilmu Filsafat yang merujuk pada pendapat Al-Farabi. Al-Farabi sendiri dikenal sebagai Ilmuan Islam yang berkiblat pada Filosof Yunani.

Dan pandangan Filosofis Ibnu Sina-Al-Farabi ditentang keras oleh Imam Al-Ghazali. Sanggahan Imam Al-Ghazali terhadap pemikiran dua tokoh Filsafat tersebut, beliau curahkan dalam bentuk sebuah Kitab Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan Pemikiran/ Inkoherensi Filsafat. Bukan dengan Menyerang Pribadinya.

Pendukung pemikiran Ibnu Sina – AlFarabi, yaitu Ibnu Rusyd (Avireos) kemudian membuat karya sanggahan terhadap kitab Tahafut al-falasifah. Kitab tersebut dinamai dengan Tahafut at-tahafut (Kerancuan kitab Tahafut al-Falasifah milik Ghazali).

Sebuah tradisi yang apik dalam ranah akademik dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebuah teori disanggah dengan teori baru, sebuah karya ilmiah dilawan dengan karya Ilmiah, Bukan dengan Nyinyir di Media Sosial.

Sanad Keilmuan Al-Ghazali

Legitiminasi keilmuan seseorang harus diukur dengan kekuatan argumentasi, serta dalam Agama Islam harus merujuk pada Sanad  yang benar dan kuat. Kekuatan argumentasi adalah dengan menggunakan Hujjah ilmiah untuk mengcounter pendapat argumentasi menyimpang.

Sanad digunakan sebagai sarana mengetahui otoritas/ legitiminasi pemikiran sesuai dengan Rasulullah SAW. Tradisi ini yang terus dijaga oleh para Ulama Nusantara dalam mempertahankan marwah Islam. Abu Hamid Al-Ghazali sendiri mempunyai sanad keilmuan yang mantap, sebagaimana berikut;

Al-Ghazali setidaknya mempunyai dua Sanad Ilmu yang merujuk pada Nabi Muhammad SAW. Sanad pertama melewati Abu Hasan Ali Al-‘Asy’ari dan Imam Syafi’i. Sanad pertama beliau belajar dari Abdul Malik Imamul Haramain, dari Muhammad Al-Juwaini, dari Abdullah al-Marazi, dari Abu Zaid Al-Marazi dari Imam Syafi’i, dari Imam Malik, dari Imam Nafi’, dari Sahabat Abdullah bin Umar, dari Rasulullah SAW.

Sanad Kedua adalah dari gurunya yaitu Abdul Malik Imamul Haramain, dari Abu Bakar al-Baqilani, dari Abdullah Al-Bahili, dari Abu Hasan Ali Al-‘Asy’ari, dari Abu Ali Al-Juba’i, dari Abu Hasyim Al-Juba’i, dari Abu Hudhail al-Alaf, dari Ibrahim an-Nadham, dari Amar bin Ubaid, dari Washil bin Atho’, dari Muhammad bin Ali Al-Hanafiyah, dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah SAW.

Karya Imam Al-Ghazali dan Gurunya

Ulama-ulama guru Imam Ghazali dan beliau sendiri memiliki karya-karya besar yang menjad rujukan pokok Ulama masa sekarang. Rujukan ini menjadi pembenaran dalam menempuh agama Islam sesuai dengan Rasulullah dan salafus shalih. Karya-karyanya adalah sebagai berikut;

  1. Imam Al-Ghazali memiliki kitab dalam bidang; Fiqih dengan karya Al-Wajiz, Al-Wasith, Al-Basith. Dalam bidang Ushul Fiqh karyanya Al-Mustasyfa’, Al-Mankhul, Al-Qiyas. Dalam bidang Akhlak karyanya Mizan ‘Amal, Mi’yarul Ilmi, Al-Qisthash Al-Mustaqim. Karya dalam Ilmu Kalam; Iljamul Awam fi ‘Ilmil Kalam, Al-Iqtishad fil I’tiqad, Al-‘Arba’in fi Ushuludin. Karya dalam Filsafat; Misykatul Anwar, Sirru Rabbil Alamin, Al-Hikah fi Makhluqotillah, Tahafut al-Falasifah. Karya dalam Tassawuf; Bidayatul Hidayah, Ihya Ulumudin, Minhajul Abidin, Al-Madmun li Ghairi Ahlih, Al-Qasidatul Thaiyah.
  2. Washil bin Atho’ seorang pencetus Ilmu Kalam
  3. Amar bin Ubaid, beliau adalah Penggagas Terminologi Ilmu Balaghah (sastra Arab)
  4. Abu Hasan Ali Al-‘Asy’ari, pendiri terminologi Ahlussunah wal Jamaah dan penulis kitab Maqalah Islamiyin, Ibanah, Ar-Risalah.
  5. Imam Malik terkenal sebagai pendiri Madzhab Maliki
  6. Imam Syafii terkenal sebagai pendiri Madzhab Syafii, karangan kitabnya Al-Umm, Ar-Risalah

Murid Al-Ghazali dan Sanad Ilmu Ulama Nusantara

Imam Ghazali sebagai Ulama besar menjadi banyak induk sanad keilmuan dan pemikiran dalam bidang Tassawuf. Ahlussunnah wal Jamaah akan mengambil sanad Tassawuf melalui Imam al-Ghazali, karena beliau adalah pemikir yang sanggup mendamaikan antara Hakikat dan syariat. Sebelum imam Ghazali, dua kutub Hakikat-syariat sering diwarnai pertentangan.

Baca Juga:  Al-Ghazali, Kesalahan Kutib dan Kitab Perdukunan

Ulama-ulama Nusantara sebagian besar memiliki darah sanad ke Imam al-Ghazali. Sanad-sanad lengkapnya adalah sebagai berikut;

Imam Ghazali memiliki murid salah satunya Abdul Karim al-Shihrisytani (karangannya Al-Milal wan Nihal, Nihayatul Iqdam) mempunyai murid, Muhammad bin Umar Fakhrurrazi (karangannya Mafatihul Ghaib, al-Matalibul Aliyah) mempunyai murid, ‘Aduduin al-Ijji (karangannya Al-Mawaqif fi ‘Ilmil Kalam) mempunyai murid, Abdullah As-Sanusi (karangannya al-‘Aqidatul Kubra) mempunyai murid, Ibrahim Al-Baijuri (karangannya Jauharut Tauhid) mempunyai murid, Ahmad Dasuqy (karangannya Umul Barahin) mempunyai murid, Ahmad Zaini Dahlan (karangannya Ad-Durarus Saniyah, Al-Mutammimah) mempunyai murid Ahmad Khatib Sambas Kalimantan Barat (Fathul ‘Arifin berisi penggabungan Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah).

Sanad keilmuan pada Syaikh Khatib Sambas bercabang kebeberapa Ulama Nusantara yang banyak berguru kepada beliau. Beberapa murid beliau yang besar adalah Syaikh Yusuf Tajul Khalwati Makasar, beliau kemudian menjadi penasihat Sultan Ageng Tirtayasa di Kerajaan Banten.

Baca Juga:  Inilah Nama Tokoh Tokoh Pendiri NU (Nahdlatul Ulama)

Murid kedua adalah Syaikh Nawawi Al-Bantani yang banyak mengarang kitab seperti Syarh Safinah Naja, Syarh Sulamut Taufiq, Tafsir Munir. Dan murid lainnya yaitu Abdus Shamad al-Falimbani dari kota Palembang, Sumatera Selatan.

Dari ketiga murid Syaikh Khatib Sambas ini banyak menyebarkan Ilmu kepada para Ulama Kontemporer seperti Syaikh Mahfudz At-Turmusi,  Syaikh Kholil Bangalan dan Syaikh Arsyad Banjarmasin. Tiga ulama terakhir tersebut kemudian dikenal menjadi rujukan sanad Ilmu KH Hasyim Asy’ari Jombang Jawa Timur.

Keilmuan Imam Ghazali yang sedemikian luas menjadikan beliau dijuluki samudra ilmu oleh banyak Ulama. Sanad yang ada di Nusantara juga menisbatkan diri kepada pemikiran dan karya-karya beliau. Pesantren-pesantren salaf di Nusantara bisa dipastikan akan mengkaji kitab beliau, minimal Ihya Ulumuddin.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan