Alasan Ibnu Asyur Tertarik Menulis Kitab Tafsir al-Balaghah al-Quraniyyah

Alasan Ibnu Asyur Tertarik Menulis Kitab Tafsir al-Balaghah al-Quraniyyah

PeciHitam.org – Membahas tokoh-tokoh mufasir dari zaman ke zaman memang tidak akan ada habisnya. Salah satu nama mufasir yang berpengaruh ialah Ibnu Asyur.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ia lahir pada bulan September tahun 1879 M atau Jumadal Ula 1296 H dengan nama lengkap Muhammad al-Thahir Ibnu Muhammad Ibnu Muhammad al-Thahir Ibnu Muhammad al-Syadzili Ibnu Abd al-Qadir Ibnu Mahmad Ibnu Asyur. Nama populernya yaitu al-Thahir Ibnu Asyur. Ia wafat pada hari ahad tanggal 13 Rajab 1394 H atau 12 Agustus 1973 M dalam usia 94 tahun.

Ibnu Asyur dilahirkan di kota Marsa yang berada di istana kakek dari jalur ibunya, yaitu Muhammad al-Aziz Ibnu Asyur yang kala itu menjabat menteri di Tunis.

Ia telah banyak belajar dari guru-gurunya tentang ulum al-Quran, ulum al-hadis, ilmu al-kalam, ilmu al-fiqh, nahwu, sharaf dan al-balaghah. Selain itu, ia juga mengkaji ilmu mantiq, fara’idh, ushul al-fiqh dan al-sirah al-nabawiyyah.

Ia dikenal sebagai ulama yang memiliki keluasan ilmu. Sehingga tidak heran jika ia telah melahirnya banyak sekali karya di antaranya dalam bidang tafsir, ia telah menulis kitab al-Tahrir wa al-Tanwir. Sedangkan di bidang al-balaghah, ia telah menulis kitab Mujaz al-Balaghah.

Manhaj tafsir yang dibangun Ibnu Asyur adalah menjelaskan keunggulan Al-Quran (I’jaz al-Quran) dengan perhatian besar pada bahasa dan sasteranya.

Baca Juga:  Mengenal Metodologi Penafsiran Al-Quran Ulama Mutaqaddimin

Dalam tafsir ini ia mengungkapkan berbagai keunggulan Al-Quran, sastera dan bahasa Arab, gaya bahasa (uslub), serta hubungan (munasabah) antara satu ayat dengan ayat yang lainnya.

Struktur kalimat yang digunakan dalam Al-Quran dianggap lebih unggul dibandingkan dengan struktur bahasa Arab pada umumnya. Struktur tersebut menjadi sarana pembeda dari bahasa Arab biasa yang memunculkan makna majaz (dalam ilmu al-bayan).

Gaya bahasa (uslub) yang ditampilkan dalam al-Quran berbeda dengan gaya bahasa ungkapan-ungkapan bahasa Arab biasa. Hal inilah yang dianggap menjadi bagian keunggulan (i’jaz) Al-Quran.

Persoalan ini setidaknya tergambar dalam berbagai pendapat yang menyatakan bahwa bahasa Al-Quran memiliki keunggulan, keunikan, keindahan, kekhasan, yang berbeda dengan bahasa-bahasa selain Al-Quran.

Oleh karena itu manhaj yang ditempuh Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya berupa kajian mengenai keunggulan Al-Quran (i’jaz al-Quran al-karim). Kajian tersebut telah dipaparkan secara rinci, yang arah pembahasannya pada: (a) kemukjizatan Al-Quran secara umum; (b) segi-segi kemukjizatan Al-Quran; (c) bahasa dan sastera Al-Quran; (d) perbedaan yang tegas antara i’jaz al-Quran dan sastera Al-Quran (al-Balaghah al-Quraniyyah).

Baca Juga:  Khazanah Tafsir Al-Qur’an II : Perkembangan Tafsir di Era-Kolonialisme Abad ke-18

Dalam menjelaskan keunggulan struktur kalimat dan kandungan makna dalam Al-Quran, Ibn Asyur menyatakan bahwa susunan kalimat dalam Al-Quran memiliki makna-makna antara lain:

  1. Makna struktural (dalalah wadh’iyyah tarkibiyyah) yang dibangun sebagaimana bahasa Arab pada umumnya.
  2. Makna struktural dalam stilistika (dalalah balaghiyyah) secara global sebagaimana yang berlaku di kalangan ulama ahli sastera (bulagha’). Makna-makna tersebut keberadaannya memiliki keunggulan lebih dibandingkan dengan bahasa Arab pada umumnya.
  3. Struktur kalimat yang menunjukkan makna tersirat (implicit) yang didasarkan pada indikator (qarinah) tertentu, dan makna seperti ini tidak banyak yang dapat dibuat ahli bahasa karena makna seperti ini hanya ditemukan dalam Al-Quran.
  4. Struktur kalimat yang memiliki makna sesuai letak kalimat (mawaqi’ al-jumal), baik sesuai dengan kalimat sebelumnya maupun sesuai dengan kalimat sesudahnya. Makna struktural ini dalam pandangan ulama tafsir berkaitan dengan apa yang disebut dengan al-munasabah.

Ketika Al-Quran menuturkan hal tertentu maka dalam penuturannya memiliki tujuan (aghradh) yang beragam. Dengan tujuan yang beragam itu maka Al-Quran perlu menggunakan sarana penuturan yang memiliki maksud banyak pula.

Baca Juga:  Kitab Al Hawi Al Kabir Karya Imam Al Mawardi

Penuturan seperti ini memiliki konsekuensi adanya aneka ragam tata letak kalimat (mawaqi’ al-jumal) yang mengandung rahasia makna tertentu di balik susunan kalimat secara keseluruhan.

Kesemuanya inilah, beberapa alasan yang menjadikan Ibnu Asyur tertarik untuk menuliskan karya al-Balaghah al-Quraniyyah. Keindahan bahasa al-Quran ini merupakan salah satu bentuk kemukjizatan al-Quran. Bahkan Nabi juga pernah menantang siapapun yang mampu menandingi keindahan gaya bahasa al-Quran. Wallahu A’lam.

Mohammad Mufid Muwaffaq