Pecihitam.org – Nabi menyepi untuk meminta petunjuk dari sang Ilahi. Di tempat itu, getaran kebajikan terus mendorong Nabi untuk melaksanakan ibadahnya. Semakin khusyu’ dan malaikat Jibril mulai melaksanakan tugasnya. “Iqra’ ya Muhammad” perintah Jibril pada sang Nabi. Dalam usia 40 tahun itu, Nabi Muhammad Saw menerima wahyu pertama surat Al-Alaq ayat 1-5. Sedangkan Gua Hira menjadi saksi atas kenabian yang ada pada diri Muhammad.
Sebagaimana kebiasaan orang Arab yang lain, Nabi Muhammad juga gemar melaksanakan khalwat. Tepat di Jabal Nur ada sebuah gua yang beliau pilih sebagai prosesi penyucian diri. Biasanya beliau melakukan khalwat 10 hari atau sebulan lamanya. Setelah itu, beliau kembali ke rumah untuk menyiapkan bekal ibadah. Di Gua Hira’ itulah beliau memilih untuk mendekatka diri pada Sang Pencipta.
Ada sebuah rahasia besar di balik pemilihan Gua Hira sebagai tempat pendekatan. Gua Hira terletak di Jabal Nur, tingginya sekitar 631 meter dari permukaan laut dan 280 meter dari permukaan tanah. Untuk sampai ke sana diperlukan waktu kurang lebih satu jam.
Ada sebuah kitab karangan Syeikh Abdurrahman Ba’wa ibn Muhammad Al-Malibary yang mengemukakan alasan Nabi Muhammad memilih Gua Hira’ sebagai tempat khalwat. Meskipun lebarnya sekitar 1 meter dengan tinggi sekitar 2 meter, yang artinya hanya cukup untuk sholat dua orang, keistimewaan Gua Hira’ terletak pada geografisnya. Dalam Gua Hira’ lah Nabi bisa sholat langsung menghadap kiblat.
Letaknya yang berada dalam garis lurus Ka’bah membuat Gua Hira menjadi tempat terindah untuk mendekatkan diri pada Allah swt. Jika kita intip lurus keluar, segera akan nampak Ka’bah yang berdiri dengan kokohnya.
Sungguh luar biasa ternyata Sang Rasul mempertimbangkan Gua Hira’ sebagai tempat ibadah. Begitu pula, Sang Istri Khadijah yang selalu setia mengunjungi Nabi dengan alasan kuat agar bisa melayani dan berbakti pada orang yang sangat dicintai.
Kebiasaan Nabi Muhammad untuk berkhalwat ternyata bisa untuk membersihkan penyakit yang ada dalam hati. Sumber utama penyakit adalah di dalam hatinya. Pusing bisa disebabkan iri pada kelebihan seseorang. Begitu pula penyakit lainnya bisa disebabkan kesombongan, hasut, dan berbagai penyakit hati lainnya yang membebani perasaan.
Fungsi khalwat selain untuk menjaga keromantisan dengan Sang Ilahi, bisa juga digunakan sebagai ajang tafakkur diri. Di tempat keramaian, tentu akan sangat kesulitan jika harus melakukan evaluasi terhadap segala perilaku yang pernah kita lalui.
Maka dalam kesepian itulah kita bisa memusatkan konsentrasi untuk berpikir keras dengan penuh kejernihan memikirkan segala bentuk perbuatan dan perkataan yang selama ini kita lakukan.
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 191).
Itulah anjuran memperbaiki diri dari dalam. Jika dalam diri sudah kita tanamkan kebajikan, maka luar diri akan sangat mudah untuk melakukan. Tidak ada lagi gangguan untuk melaksanakan ibadah jika dalam diri sudah melakukan berbagai penyucian untuk mempermudah. Begitulah Allah menciptakan rumus sederhana untuk memudahkan kehidupan manusia.
Kegiatan berkhalwat melatih kita untuk senantiasa ingat akan asal usul kita sebagai manusia. Diciptakan dari tanah dengan pencipta Allah swt. Maka hanya kepadanya kita bergantung dan hanya kepadanya kita meminta pertolongan. Dengan demikian, pendekatan dengan Tuhan akan memperlancar segala bentuk urusan.