Analisis Terhadap Kasus Bom di Indonesia : Laskar Jihad Vs Kepolisian Negara

Analisis Terhadap Kasus Bom di Indonesia : Laskar Jihad Vs Kepolisian Negara

PeciHitam.Org – Adanya gerakan-gerakan jihad dan amr ma‘ruf nahi munkar yang memicu kasus bom di Indonesia sekarang ini perlu dicermati karena sempat membuahkan konflik internal, dan yang paling langsung adalah terciptanya sebuah benturan antara mereka dan pihak kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pertanyaan tentang hal itu adalah mengapa hal itu terjadi? Apa motifmotif pemicunya?. Untuk sebuah sample, barangkali ada baiknya penulis melihat fenomena FPI dan gerakan-gerakan bawah tanah yang berupa operasi pemboman di Indonesia.

Front Pembela Islam (FPI), memang dimaklumi memiliki kasus konflik dengan aparat penegak hukum (kepolisian). Hal itu disebabkan oleh perbedaan visi yang sangat tajam antara kedua belah pihak itu.

FPI bergerak sangat ekstrem dalam memberantas kemaksiatan, kemungkaran dan pelecehan terhadap Islam, seperti dilecehkannya kesucian Ramadhan dengan pertunjukan-pertunjukan hiburan yang mengganggu kaum Muslimin dalam melaksanakan ibadah Ramadhan.

FPI bersifat reaktif dalam memberantas kemungkaran dengan menempuh mekanisme dan prosedur amr ma‘ruf nahy munkar, misalnya, mengobservasi, menyelidiki atau swiping, menasehati dan bertindak dengan kekuatan.

Disamping itu  sebagaimana dikatakan oleh pimpinannya mereka, dalam beroperasi, sudah mengadakan pendekatan terhadap pihak kepolisian secara proaktif. FPI juga bersifat pro-aktif terhadap komunitas Muslim lain yang memiliki visi dan misi yang sama, dan tidak segan-segan berkonflik dengan pihak-pihak yang mengganggu pergerakannya.

Pihak yang langsung berhadapan secara antagonistis adalah Kepolisian Negara. Polisi atau Kepolisian adalah aparat pemerintah resmi yang bertugas mengamankan negara, menegakkan hukum dan keadilan.

Baca Juga:  Begini Fakta Tentang Tradisi Kupatan yang Terdapat Pada Masyarakat

Dalam prakteknya, polisi diberi wewenang mengamankan dan menertibkan teritorial tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dialah yang berkuasa penuh dengan peralatan dan persenjataan yang memadai dalam memberantas tindak kriminal dan sejenisnya.

Kasus yang terjadi mengenai FPI dan Kepolisian baru-baru ini adalah disebabkan oleh benturan tugas dan over lapping dalam menangani tindak kriminal dan kemunkaran di tengah-tengah masyarakat.

FPI melakukan tindakan perusakan terhadap sarana hiburan masyarakat yang dinilai mengganggu ketertiban bulan Ramadhan. Tindakan tersebut, menurut pihak FPI dilakukan sesuai dengan prosedur amr ma‘ruf nahy mungkar.

Namun, pada akhirnya memicu sentimen dengan pihak masyarakat sehingga kerusuhan tidak dapat dihindari dengan memakan korban materiil.

Dengan kejadian itu, FPI terpaksa harus berurusan dengan pihak Kepolisian karena dinilai melakukan tindak kriminal dan pelanggaran hukum pemerintahan. Demi menempuh jalur hukum pula, Kepolisian harus meminta pertanggungjawaban hukum pada ketua FPI guna diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Selain FPI, gerakan jihad dan dakwah dilakukan juga oleh kelompok-kelompok lain yang bersifat under land. Mereka terdiri dari beragam kelompok yang membentuk jaringan yang bergerak dalam bidang menakuti pihak musuh.

Di antara bentuk gerakannya adalah melakukan pemboman terhadap pihak-pihak yang memusuhi Islam terutama Amerika Serikat dan kroninya. Dengan gerakan seperti itu, otomatis, mereka selalu dikaitkan oleh Barat dengan gerakan terorisme Internasional lantaran jangkauan gerakannya juga trans-Nasional terutama melawan kebiadaban Amerika Serikat. Hal itu agak berbeda dengan FPI yang bersifat lokal.

Baca Juga:  Makna Kupat dan Tradisi Kupatan di Indonesia; Benarkah Bid'ah?

Pemberitaan terakhir menunjukkan adanya upaya mengaitkan kasus gerakan bom di Indonesia tersebut dengan Jamaah Islamiyah yang sudah lama beroperasi di Indonesia, seperti bom-Batam, bom malam Natal di Jakarta, bom Bali, bom Makasar, bom merriot dan terakhir bom Kuningan Jakarta. Kasus-kasus pemboman seperti itu sudah pasti meresahkan pihak Kepolisian walaupun yang menjadi target operasi adalah orang-orang Barat (Amerika Serikat CS) yang ada di Indonesia karena hal itu menjadi tugas Kepolisian untuk melindunginya.

Gerakan peledakan bom itu bermotif jihad melenyapkan kekufuran (kasus bom Natal), melawan kezaliman Amerika Serikat yang bertujuan membalas dan menghukum Amerika Serikat (kasus bom di Indonesia – Bali).

Mekanismenya adalah melakukan observasi pada obyek secara cermat, menetapkan modus operandi, membangun team work dan meledakkan bom pada sasaran. Karena gerakan yang dilakukan kelompok ini sangat beresiko melawan Negara, maka tentu saja, mereka bergerak dengan sistem intelligen bawah tanah dan tidak ada koordinasi dengan Kepolisian.

Akibat gerakan pemboman ini tidak hanya terbatas pada segi kerusakan materiil saja, namun memakan korban nyawa manusia. Korban terbesar dalam sejarah gerakan jihad seperti ini adalah pemboman di Bali yang mematikan sekitar 200 orang lebih.

Baca Juga:  Qasidah Salamullah Ya Sadah; Tradisi Nusantara Ketika Mengunjungi Makam Auliya

Polisi bekerjasama dengan pihak terkait dalam dan luar negeri, bersusah payah untuk menemukan para pelakunya dan pada akhirnya berhasil menangkap para pelaku dan mengajukan ke meja hukum untuk diadili berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Berdasarkan kasus-kasus di atas tanpa berpretensi membela ataupun mendukung salah satunya, sebagai sumbang saran, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Tidak boleh menjadikan berbagai bentuk kekuatan; seperti perampokan, pengeboman dan lain-lain sebagai satu-satunya bentuk jihad perang dalam menyelesaikan perselisihan dalam kehidupan ini, karena hal itu merupakan cara terburuk yang a-humanis dan bertentangan dengan logika moral yang diajarkan agama-agama.

2. Janganlah mengobarkan isu perang secara sepihak yang hal itu justru merusak dan menghancurkan nilai-nilai humanitas Islam karena Islam adalah agama persatuan, kesejahteraan dan perdamaian.

Mochamad Ari Irawan