Apa Itu Walimah? Berikut Pengertian, Hukum, dan Hikmah Mengadakannya

Apa Itu Walimah? Berikut Pengertian, Hukum, dan Hikmah Mengadakannya

Pecihitam.org- Walimah jika diartikan secara bahasa yakni “Al-jamʻ” atau kumpul, karena antara suami dan istri, bahkan sanak saudara, kerabat, dan para tetangga berkumpul.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kata ini berasal dari bahasa Arab al-walima artinya makanan pengantin, maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan.

Secara istilah, merupakan hidangan makanan pesta pernikahan yang dibuat sebagai jamuan untuk para tamu undangan serta ajakan untuk datang ke pesta pernikahan.

Dalam fiqih Islam walimah mengandung makna umum dan khusus. Makna umumnya adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang banyak.

Sedangkan dalam makna khusus disebut walimatul al-‘ursy, mengandung pengertian peresmian pernikahan yang tujuannya untuk memberitahu khalayak ramai bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri, serta sebagai rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas berlangsungnya pernikahan.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan di atas, walimatul al-‘ursy adalah sebuah perhelatan jamuan makanan yang digelar sebagai tanda resmi telah dilaksanakannya akad nikah juga sebagai tanda rasa syukur keluarga kedua mempelai dengan mengundang sanak saudara, kerabat dekat, para tetangga sehingga dapat berkumpul serta berbagi kebahagiaan bersama.

Sedangkan mengenai waktu penyelenggaraan Walimatul al-‘ursy, tidak ada ketetapan yang pasti yang mengatur tentang waktu pelaksanaannya, hal ini tergantung pada keadaan. Walimah dapat diadakan setelah berlangsungnya akad nikah dan dapat juga diselenggarakan setelah bergaul sebagai suami istri.

Baca Juga:  Batas Ukuran Kafa’ah Menurut Empat Madzhab (Bagian II)

Mengenai hal tersebut, para ulama salaf mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Imam Nawawī menyampaikan bahwa :

“Mereka berbeda pendapat, sehingga al-Qaḍī ‘Iyāḍ menceritakan bahwa yang paling afdhol menurut pendapat madzhab Maliki adalah walimah diadakan setelah bertemunya antara pengantin laki-laki dan perempuan di rumah”.

Sedangkan para ulama yang lain berpendapat bahwa disunnahkan diadakan walimah pada saat akad nikah dilangsungkan. Adapun mengenai hukum walimah, menurut jumhur ulama hukum walimah adalah sunnah muakkad.

Ada sebagian ulama pula yang mengatakan wajib, dikarenakan adanya perintah Rasulullah Saw. dan wajibnya memenuhi undangan walimah. Rasulullah Saw. bersabda kepada ‘Abdurraḥmān bin ‘Auf ketika dia mengabarkan bahwasannya dia telah menikah “adakanlah walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing”.

Bahwasannya Rasulullah Saw. pun memotong seekor kambing ketika mengadakan walimah untuk pernikahan beliau dengan Zainab binti Jaḥsyi. Begitu pula yang dilakukan Rasulullah ketika menikah dengan Ṣafiyyah.

Beliau mengadakan walimah secara sederhana dengan menyuguhkan ḥays (makanan yang terbuat dari campuran kurma dengan susu yang dikeringkan, atau dengan tepung, atau dengan gandum).

Baca Juga:  Status Hukum Wanita Menolak Perjodohan Dari Orang Tua

Islam mengajarkan kepada orang yang melaksanakan pernikahan untuk mengadakan walimah, tetapi tidak memberikan bentuk minimum atau bentuk maksimum dari walimah itu.

Hal ini memberi isyarat bahwa walimah diadakan sesuai dengan kemampuan seseorang yang melaksanakan pernikahannya, dengan catatan, agar dalam pelaksanaannya tidak ada pemborosan, kemubaziran, lebih-lebih disertai dengan sifat angkuh dan membanggakan diri.

Para jumhur ulama berpendapat wajibnya mendatangi undangan walimah. Adapun wajibnya mendatangi walimah, apabila tidak ada uẓur syar’i, dalam walimah itu tidak diselenggarakan untuk perbuatan maksiat, dan tidak membedakan kaya dan miskin.

Sebuah pesta pernikahan (walimatul al-‘ursy) pula wajib menjauhkan diri dari hal-hal yang sudah bersifat umum terjadi di sebuah pesta, yakni berbagai bentuk kemungkaran dan perbuatan dosa.

Seperti halnya adanya percampuran antara laki-laki dan perempuan dalam satu tempat, beredarnya minuman khamr dan barang- barang sejenis yang memabukan, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi orang yang hendak menyelenggarakan pesta pernikahan (walimatul al-‘ursy) untuk menjauhi segala sesuatu yang berbau kemungkaran dan kemaksiatan.

Terkecuali bagi orang-orang yang berani menghadapi murka Allah dan ancamannya. Pada hakikatnya tujuan diselenggarakannya walimatul al-‘ursy (pesta penikahan) dimaksudkan memberi doa restu agar kedua mempelai mau berkumpul dengan rukun.

Baca Juga:  Wali Nikah Anak Diluar Nikah Dalam Pandangan Fiqih

Adapun tujuan lainnya adalah sebagai informasi dan pengumuman bahwa telah terjadi pernikahan, sehingga tidak menimbulkan fitnah dikemudian hari serta sebagai pencetusan tanda gembira atau lainnya.

Adapun hikmah dalam pelaksanaan walimatul al-‘ursy (resepsi penikahan), di antaranya yakni: sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya, sebagai tanda resmi adanya akad nikah, sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami istri, sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah, dan sebagai pengumuman bagi masyarakat.

Mochamad Ari Irawan