Apa yang Mesti Dilakukan Istri Saat Suami Meninggal Dunia?

Saat Suami Meninggal Dunia

Pecihitam.org – Kedatangan kematian tak pernah bisa ditebak. Kematian selalu datang tiba-tiba, tak pernah ada yang memgharapkannya. Kematian suami akan membuat hidup istri yang ditinggalkan berubah dalam banyak hal. Istri merasa kehilangan sosok yang selalu ada untuk berbagi, teman diskusi juga berargumentasi. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah apa yang mesti dilakukan istri saat suami meninggal dunia?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Umumnya, hal yang menyesakkan istri saat suami meninggal dunia adalah apabila sang suami merupakan single fighter dalam mencari nafkah dan istri yang ditinggalkan hanya seorang ibu rumah tangga biasa.

Maka, kehilangan sosok yang menyokong nafkah keluarga akan terasa berat, terutama bagi ibu yang telah lama meninggalkan dunia wirausaha atau pekerjaan formal.

Istri yang ditinggal suami harus siap menjadi tulang punggung untuk mencukupi kebutuhan anak-anak, seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Meningkatnya kebutuhan hidup dan minimnya relasi dan pengalaman kerja bisa menambah beban hidup seorang istri yang ditinggal wafat suaminya..

Maka dari itu. Islam tidak pernah melarang perempuan untuk menjadi sosok yang mandiri. Dalam Islam, perempuan diberikan ruang untuk berkembang dan mengembangkan diri. Kita bisa mencontoh, banyak perempuan di zaman Nabi yang menjadi sosok mandiri dan berdikari. Sebut saja misalnya Siti Khadijah Istri Rasulullah, Ummu Syuraik, dan masih banyak lagi.

Baca Juga:  Pentingnya Mengajarkan Bakti Kepada Orang Tua Pada Anak Sejak Usia Dini

Relasi dan pengalaman adalah dua hal yang harus dibangun dan ditempa perempuan dalam menjalani kehidupan. Setiap perempuan mesti menyadari bahwa hubungan suami-istri bukan berarti sehidup semati. Hidup boleh bersama, tapi kita harus sadar bahwa siapa yang terlebih dulu dipanggil Yang Kuasa sangat tidak pasti.

Hal yang tak kalah penting dipersiapkan adalah menyisihkan sebagian rejeki untuk menabung atau untuk asuransi hari tua dan pendidikan untuk anak. Asuransi adalah investasi yang sangat diperlukan saat tubuh dan keadaan sudah tidak memungkin lagi untuk meraih semua itu.

Suami bisa memulai membuat asuransi bagi keluarga dan anak-anaknya agar ketika sesuatu terjadi pada dirinya, dalam hal ini saat suami meninggal, maka keluarga yang ditinggal akan tetap baik-baik saja. Baca juga Hukum Asuransi dalam Islam.

Asuransi pendidikan untuk anak-anak adalah kewajiban yang mesti dipersiapkan sejak dini. Hal ini bertujuan agar ketika terjadi sesuatu dengan salah satu orangtua, sang anak tetap bisa mendapatkan akses pendidikan yang layak. Bukankah Rasulullah telah memerintahkan agar umatnya meninggalkan ahli waris dalam keadaan berkecukupan?

Mari simak hadis berikut ini:

عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ عَادَنِى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَجَّةِ الْوَدَاعِ مِنْ وَجَعٍ ، أَشْفَيْتُ مِنْهُ عَلَى الْمَوْتِ ، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَلَغَ بِى مِنَ الْوَجَعِ مَا تَرَى ، وَأَنَا ذُو مَالٍ وَلاَ يَرِثُنِى إِلاَّ ابْنَةٌ لِى وَاحِدَةٌ أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَىْ مَالِى قَالَ « لاَ » . قُلْتُ أَفَأَتَصَدَّقُ بِشَطْرِهِ قَالَ « لاَ » . قُلْتُ فَالثُّلُثِ قَالَ « وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ ، إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ ، وَلَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ بِهَا ، حَتَّى اللُّقْمَةَ تَجْعَلُهَا فِى فِى امْرَأَتِكَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ آأُخَلَّفُ بَعْدَ أَصْحَابِى قَالَ « إِنَّكَ لَنْ تُخَلَّفَ فَتَعْمَلَ عَمَلاً تَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ ازْدَدْتَ بِهِ دَرَجَةً وَرِفْعَةً ،

Baca Juga:  Arus Besar Metode Ushul Fiqih dalam Islam

Dari Amir bin Sa’ad dari bapaknya bercerita, Ketika Rasulullah Saw haji wada’, “beliau datang menjengukku ketika aku terbaring sakit yang menyebabkan kematianku, lalu saya berkata; “Wahai Rasulullah, keadaan saya semakin parah, seperti yang telah anda lihat saat ini, sedangkan saya adalah orang yang memiliki banyak harta, sementara saya hanya memiliki seorang anak perempuan yang akan mewarisi harta peninggalan saya, maka bolehkah saya menyedekahkan dua pertiga dari hartaku?” beliau bersabda: “Jangan.” Saya bertanya lagi; “Kalau begitu, bagaimana jika separuhnya?” beliau menjawab: “Jangan,”

Saya berkata lagi, “bagaimana kalau sepertiga?” Beliau berkata, “dan sepertiganya pun sudah banyak, sebenarnya bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan serba kekurangan dan meminta-minta kepada orang lain. Tidakkah Kamu menafkahkan suatu nafkah dengan tujuan untuk mencari ridla Allah, melainkan kamu akan mendapatkan pahala lantaran dari nafkah pemberianmu itu, hingga sesuap makanan yang kamu suguhkan kemulut istrimu juga merupakan sedekah darimu.”” (HR. Bukhari & Muslim)

Demikian penjelasan bagaimana Islam mengatur kehidupan umatnya bahkan sampai hal-hal yang sangat detail. Rasulullah telah memerintahkan agar tidak meninggalkan ahli waris dalam keadaan serba kekurangan.

Baca Juga:  Indonesia Sebagai Negeri Islam dalam Kajian Fiqih

Sebab, keluarga adalah amanat yang harus dijaga. Jika segalanya sudah matang dan tiba-tiba sang istri ditinggal wafat suami, maka segalanya akan baik-baik saja, tugas istri saat suami meninggal selanjutnya adalah menyeimbangkan kehidupan kembali, agar tak berlama-lama diliputi kesedihan. Wallahu’alam.

Ayu Alfiah