Pecihitam.org – Sudah kita maklumi bahwa kerusuhan, penjarahan dan pembunuhan adalah perbuatan yang tidak terpuji dan pelakunya sudah barang tentu dikenakan tindakan setimpal dengan pekerjaannya (qisas). Kebiasaan kerusuhan, penjarahan dan pembunuhan terjadi salah satunya karena ulah provokator.
Arti provokator dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang melakukan provokasi. Arti provokasi sendiri adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan, tindakan menghasut, penghasutan atau pancingan.
Biasanya dengan ada orang yang memprovokasi maka timbullah kerusuhan, bahkan pembunuhan. Pembunuhan dalam Islam wajib diqishash yang setimpal. Lalu, bagaimana dengan provokatornya, apakah wajib kena hukum qisas bagi provokator sama seperti pelaku pembunuhan?. Karena dengan sebab dia terjadi pembunuhan.
Qisas adalah hukuman yang dijatuhkan sebagai pembalasan serupa dengan perbuatan atau pembunuhan, atau melukai, atau merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaatnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam syariat.
Dari defenisi ini dapat disimpulkan bahwa qishas ada macam qishas jiwa yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan dan qishas anggota badan yaitu hukum qishas atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan itu.
Dalam kitab Hasyiyah I’anah al-Thalibin juz-4, hal. 113 dijelaskan sebagai berikut:
تنبيه يجب قصاص بسبب كمباشرة فيجب على مكره بغير حق بأن قال اقتل هذا وإلا لأقتلنك فقتله وعلى مكره أيضا( قوله بأن قال اقتل هذا ) أي إشارة لآدمي علمه كما علمت وخرج بقوله هذا المشار به لمعين ما لو قال له اقتل نفسك وإلا قتلتك فقتلها وما لو قال له اقتل زيدا أو عمرا فقتلهما أو أحدهما فلا قصاص على المكره بكسر الراء لأنه ليس بإكراه حقيقة لاتحاد المأمور به والمخوف به في الصورة الأولى فكأنه اختار قتل نفسه ولتفويض تعيين عين المقتول إلى المكره بفتح الراء في الثانية فصار له اختيار في القتل فالقود يكون عليه ( قوله وعلى مكره أيضا ) أي ويجب القصاص أيضا على مكره بفتح الراء لكن بشرط علمه بأن المقتول آدمي كما علمت.
“Satu peringatan: wajib qishas dengan ada sebab seperti mubasyarah, maka wajib diqishas orang yang memaksa dengan tanpa hak (provokator), seperti ia berkata: bunuh dia, jika tidak maka saya akan membunuh kamu, lalu yang dipaksakan itu melakukan pembunuhan. Qisas wajib juga atas yang dipaksa. Ungkapan pengarang “seperti ia berkata: bunuh dia” adalah ada isyarat untuk manusia dan yang dipaksa telah mengetahuinya. Dikecualikan dari ungkapan pengarang “dia” yang diisyartkan itu yang tertentu, seperti dikatakan “bunuh dirimu jika tidak maka saya akan membunuhmu”, lalu ia membunuh dirinya. Atau seperti katanya “bunuh Zaid atau si Umar maka ia membunuh kedua atau salah satunya” maka tidak ada qisas bagi orang yang memaksa tersebut karena ia pada hakikatnya tidak memaksa sebab satu antara yang diperintah dengan yang ditakutkan dalam hal itu. Maka seolah-olah ia memilih membunuh diri. Alasan untuk yang kedua adalah karena penyerahan menentukan membunuh kepada yang dipaksa maka ia memilih sendiri untuk membunuh sebenarnya. Ungkapan pengarang “wajib qisas juga atas yang dipaksa” artinya wajib qisas juga atas yang dipaksa tetapi dengan syarat ia mengetahuinya bahwa yang di bunuh adalah manusia.”
Berdasarkan keterangan yang dijelaskan dalam kitab di atas maka dapat disimpulkan bahwa hukum qisas bagi provokator terkena apabila ada unsur اكراه (pemaksaan) dan تعيين (menentukan pada orang yang di bunuh).
Namun demikian, Hukum wajib qisas bagi provokator ini tetap jika tidak ada unsur syubhat karena qisas gugur jika dengan syubhat. Oleh karena itu, terkait dengan provokator ini perlu ada hukum positif dalam suatu Negara Islam, khususnya Negara Indonesia yang mengatur tentang qisas provokator agar kerusuhan dan pembunuhan teratasi karena ada aturan qisas bagi provokatornya.
Wallahu a’lam wa muwafiq ila aqwami al-thariq.