Apakah Keringat Perempuan Haid Najis? Ini Penjelasannya

perempuan haid

Pecihitam.org – Para ulama telah sepakat bahwa hukum darah haid adalah najis. Oleh sebab itu, jika darah haid terkena pakaian atau tempat lainnya, maka wajib disucikan. Lantas bagaimana dengan keringat perempuan haid, apa juga termasuk najis?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ketika seorang wanita haid maka ia tidak boleh melakukan hal-hal yang sudah dilarang seperti shalat, puasa, membaca al Quran, bahkan berhubungan intim dengan suaminya. Wanita atau perempuan yang sedang haid juga tidak boleh berikhtikaf dimasjid, sebab dikhawatirkan najis dari darah haid akan terjatuh di masjid tersebut.

Sedangkan mengenai keringat, menurut mayoritas ulama keringat hukumnya adalah suci dan tidak ada keringat yang dihukumi najis, walaupun keringat itu keluar dari pori-pori atau tubuh perempuan yang sedang haid. Imam Syafii menyebutkan keterangan ini dalam kitab Al-Umm sebagaimana berikut;

ولا ينجس عرق جنب ولا حائض من تحت منكب ولا مأبض ولا موضع متغير من الجسد ولا غير متغير فإن قال قائل وكيف لا ينجس عرق الجنب والحائض قيل بأمرالنبي صلى الله عليه وسلم الحائض بغسل دم الحيض من ثوبها ولم يأمرها بغسل الثوب كله والثوب الذي فيه دم الحيض الإزار ولا شك في كثرة العرق فيه وقد روى عن بن عباس وبن عمر أنهما كانا يعرقان في الثياب وهما جنبان ثم يصليان فيها ولا يغسلانها

Baca Juga:  Hukum Hutang dalam Islam Itu Boleh atau Tidak? Berikut Penjelasannya!

Artinya: “Dan tidak najis keringat orang junub, keringat perempuan haid, baik keluar dari bawah ketiak, dekat kemaluan, maupun keluar dari tempat tubuh yang berubah dan tidak berubah. Jika ada orang bertanya, ‘Bagaimana bisa keringat orang junub dan haid tidak najis?’ Jawab, ‘Yaitu dengan perintah Nabi Saw kepada orang yang haid untuk membersihkan darah haid dari sebagian bajunya dan beliau tidak memerintahkannya untuk mencuci seluruh bajunya. Baju yang terkena darah haid adalah bagian bawah (sarung) dan tidak diragukan banyak keringat di sana. Juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar bahwa keduanya berkeringat di bajunya dalam keadaan keduanya sedang junub, kemudian keduanya shalat memakai baju tersebut tanpa mencucinya terlebih dahulu”.

Bahkan Imam an Nawawi dalam kitab Al Majmuk mengatakan, bahwa semua keringat dihukumi suci, baik keringat yang keluar dari orang junub, haid, muslim, kafir, keledai, dan lainnya selain keringat dari anjing dan babi. Sebab keringat anjing dan babi, hukumnya adalah najis.

Baca Juga:  Ilmu Fiqih, Sejarah Perkembangan dan Tujuannya

Imam an Nawawi berkata dalam kitab Al-Majmuk sebagaimana berikut;

واعلم انه لا فرق في العرق واللعاب والمخاط والدمع بين الجنب والحائض والطاهر والمسلم والكافر والبغل والحمار والفرس والفار وجميع السباع والحشرات بل هي طاهرة من جميعها ومن كل حيوان طاهر وهو ما سوى الكلب والخنزير وفرع أحدهما

Artinya: “Ketahuilah bahwa tidak ada bedanya antara keringat, ludah, ingus, air mata dari orang junub, orang haid, orang yang suci dari keduanya, orang muslim, kafir, keledai, kuda, tikus dan semuanya hewan buas dan melata. Semuanya dihukumi suci selain dari anjing dan babi dan hewan yang lahir dari keduanya”.

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa yang najis dari perempuan haid adalah darahnya (darah haid). Sedangkan keringat perempuan haid dihukumi suci. Bahkan bukan menurut Imam an Nawawi semua keringat dihukumi suci baik yang keluar dari orang junub, haid, muslim, kafir keledai, kuda dan semua hewan buas lainnya kecuali keringat anjing dan babi. Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Baca Juga:  Hukum Jasa Design Dengan Software Bajakan, Boleh Atau Tidak?
Arif Rahman Hakim
Sarung Batik