PeciHitam.org – Hadirnya seorang anak di dunia adalah cita-cita setiap orang tua, dan seorang anak adalah nafas baru dalam keluarga, karena dengan hadirnya buah hati tersebut keluarga baik ayah atau ibu akan memiliki tambahan motifasi dalam hidup.
Tidak hanya itu, seorang yang telah menjadi ibu pastilah merasakan kepuasan tersediri sebagai wanita. Seorang laki-lakipun demikian, setelah dia menjadi ayah motifasi untuk mencari rejeki dan nafkah akan lebih berwarna.
Diluar kegembiraan tersebut, muncullah tanggung jawab baru untuk memberinya nama yang baik, mengajari yang baik serta melakukan pengorbanan atas syukurnya dengan melakukan aqiqah.
Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana jika pelaksanaan aqiqah dan haul dilaksanakan bareng saja? Karena dengan begitu akan lebih menghemat biaya pengeluaran.
Apa Itu Aqiqah dan Haul?
Dalam Islam terdapat istilah Aqiqah, yang berarti pengorbanan hewan yang dilakukan sesuai dengan syariat islam dan sebagai tanda syukur atas lahirnya buah hati.
Terdapat Hadis Riwayat Abu Daud yang menjelaskan tentang Aqiqah:
عَنْ سَمُرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُدَمَّى»
Artinya: “Dari Samuroh dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan baginya (kambing) pada hari ke tujuh dan diukur dan diberi nama.”
Tidak ada indikasi kewajiban dalam dalil pelaksanaan aqiqah ini meskipun menggunakan kata رَهِينَةٌ, adapun hukum aqiqah dalam islam adalah sunnah muakkad, yakni sunnah yang sangat dianjurkan.
Dalam keluarga, aktifitas pengembelihan kambing atau binatang ternak tidak hanya Aqiqah saja, ada juga Haul yang sudah menjadi adat tahunan, yakni sebuah peringatan orang yang sudah meninggal bertepatan dengan Tanggal meninggalnya.
Haul ini dilakukan dengan maksud tujuan berkabung atas wafatnya mayit dan mengenang si mayit tersebut. Umumnya orang yang menyelenggarakan Haul di masyarakat menjadikan Kambing atau hewan ternak lainnya yang digunakan sebagai jamuan bagi tamu yang hadir.
Adapun pelaksanaan ini adalah merujuk pada kebiasaan Rasulullah yang selalu mengunjungi bukit Uhud guna ziarah dan mengenang pahlawan uhud setiap tahunnya. Yang kemudian kebiasaan ini ditiru oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan juga Fatimah.
Hukum Menggabungkan Keduanya
Jika ada yang bertanya-tanya, Aqiqah dan Haul adalah sama-sama acara keluarga, meskipun beda tema jauh -antara bersyukur dan berkabung- tetapi bahan yang digunakan atau pengorbanannya sama, yakni kambing. Jadi kenapa tidak melakukan aqiqah dan haul bareng saja? Bolehkah? Karena dengan begitu akan lebih banyak menghemat pengeluaran.
Menyikapi hal ini terdapat penjelasan dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj fii Syarhul Minhaj :
قَوْلُهُ لِأَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا إلَخْ) قَدْ يُقَالُ وَأَيْضًا كُلٌّ مِنْهُمَا لَا يَحْصُلُ بِأَقَلَّ مِنْ شَاةٍ وَيَلْزَمُ مِنْ حُصُولِهِمَا بِوَاحِدَةٍ حُصُولُ كُلٍّ مِنْهُمَا بِدُونِهَا اهـ سم عِبَارَةُ الْبُجَيْرِمِيِّ عَنْ الْحَلَبِيِّ وَالشَّوْبَرِيِّ وَلَوْ نَوَى بِهَا الْعَقِيقَةَ وَالْأُضْحِيَّةَ حَصَلَا عِنْدَ
Artinya: “Jika seseorang niat terhadap kambing yang disembelih sebagai aqiqoh dan udhiyyah, maka keduanya terjadi, menurut syaikhona (Ibnu Hajar al-Haitami)”
Menurut penjelasan di atas, Ibnu Hajar al-Haitami, hukum melaksanakan aqiqah dan haul bareng adalah sah, dengan metode pengambilan hukum aqiqah dan haul diqiyaskan dengan hukum aqiqah dan udhiyah bareng.
Pengqiayasan tersebut sangat pas, karena samanya ‘illat yang digunakan, yakni hukum yang sama-sama sunnah dan dengan sembelihan binatang ternak yang sama juga.
Melalui pendapat tersebut, sudah sangat jelas bahwa hukum melaksanakan aqiqah dan haul bareng adalah Boleh, bahkan tidak hanya aqiqah dan haul, aqiqah dan udhiyah, begitupun aktifitas sunnah lainnya.
As-Shawabu Minallah