Bagaimana Cara Rasulullah Mendidik Anak Sejak Dini?

Bagaimana Cara Rasulullah Mendidik Anak Sejak Dini?

Pecihitam.org- Sebagai seorang Muslim, sudah sepantasnya untuk mengambil pelajaran dari kehidupan Rasulullah Muhammad SAW. Segala segi kepribadian beliau dapat menjadi teladan. Termasuk dalam hal cara Rasulullah mendidik anak.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Merujuk buku ‘Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah‘ karya Azizah Hefni, Nabi Muhammad SAW memiliki tujuh orang anak. Enam di antara mereka lahir dari rahim Siti Khadijah. Putra pertama beliau bernama Qasim, yang meninggal dunia saat berusia dua tahun lantaran sakit. Tak lama setelah Qasim, lahirlah Abdullah. Namun, Abdullah juga wafat saat masih berusia balita.

Putri-putri Rasulullah SAW berjumlah empat orang. Mereka adalah Zainab, Rukayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Adapun dari istri beliau shalallahu ‘alaihi wasallam yakni Maria Qibtiyah, Nabi SAW memperoleh anak laki-laki bernama Ibrahim. Hanya saja, putranya itu wafat saat berusia belasan bulan.

Di antara cara Rasulullah mendidik anak setiap buah hatinya ialah memperkenalkan tauhid sedari dini. Dengan begitu, di dalam diri mereka akan tumbuh sifat tunduk dan pasrah terhadap Allah SWT. Nabi SAW bahkan mengajarkan tauhid kepada anak-anaknya sebelum risalah kenabian datang kepadanya.

Baca Juga:  Inilah Kitab-Kitab Tafsir Al-Qur'an Karangan Para Ulama Nusantara

Setelah beliau diangkat menjadi utusan Allah, anak-anaknya pun kian patuh dan berbakti. Mereka memahami betul bahwa perintah ayahnya berasal dari wahyu Rabb. Sebagai contoh, ketika diperintahkan untuk hijrah mengikuti suaminya, Utsman bin Affan, ke Habasyah, Rukayyah menjalani dengan setulus hati dan kesabaran. Anak-anak Nabi SAW juga tegar saat menyertai dakwah Islam yang penuh rintangan selama di Makkah pada masa pra-hijrah ke Yastrib (Madinah). Mental yang kuat itu ditunjang oleh keyakinan tauhid yang mengakar di dalam sanubari mereka.

Setelah menanamkan jiwa tauhid, hal berikutnya adalah melibatkan anak-anak dalam kajian keilmuan agama. Saat sudah hijrah ke Madinah, Rasul SAW menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas sosial kaum Muslimin. Di sanalah beliau menyelenggarakan shalat, majelis ilmu, dan perbagai kegiatan lainnya terkait maslahat umat. Majelis Rasulullah SAW terbuka bagi siapapun, termasuk kaum perempuan. Putri-putri Nabi SAW sering mengikuti kajian yang diselenggarakan di Masjid Nabawi.

Baca Juga:  Islam Wasatiyah; Penyatuan Antara Dalil Naqli dan Aqli

Membiasakan anak-anak menghadiri kajian ilmu tentu mensyaratkan adanya kecintaan dari diri orang tua sendiri terhadap thalab al-‘ilm. Jangan sampai orang tua enggan meluangkan waktu untuk mengajak seluruh anggota keluarga menyimak kajian-kajian agama.

Salah satu bentuk pendidikan bagi anak-anak adalah teguran. Ketika mereka berbuat kesalahan, orang tua mesti mengingatkannya dengan cara-cara yang baik. Sebagai contoh, ketika Rasulullah SAW melihat putrinya, Fatimah, mengenakan kalung emas. Nabi SAW menyiratkan rasa tidak suka di wajahnya. Fatimah yang menyadari hal itu segera pamit, untuk kemudian menjual kalung emas itu. Uang hasil dari penjualan dibelikannya seorang budak, tetapi hanya untuk dimerdekakan. Begitu kembali kepada sang ayah, Fatimah menjelaskan keadaannya sekarang. Nabi SAW menunjukkan raut wajah gembira.

Tampak bahwa Rasulullah SAW mengoreksi perilaku anaknya tanpa perlu berkata kasar, marah-marah, apalagi sampai menggunakan kekerasan fisik. Di sisi lain, Fatimah sebagai anaknya juga memiliki kepekaan terhadap suasana hati orang tuanya. Mengapa bisa demikian? Menurut Azizah Hefni, Fatimah sejak kecil dididik oleh ayahnya untuk bersikap patut. Seorang anak hendaknya sejak dini dibimbing untuk memilah dan memilih perbuatan yang baik, bermanfaat, dan adil. Bila seorang anak sudah terbiasa memiliki rasa malu untuk berbuat salah, maka harapannya di tengah masyarakat nanti dia akan enggan melakukan segala hal yang bertentangan dengan norma-norma.

Baca Juga:  Membela Allah? Membela Islam? Jargon Bau Amis !!

Pada akhirnya, kasih sayang dapat menjadi cara efektif untuk mendidik anak. Rasul SAW mencontohkannya. Beliau mengucapkan salam terlebih dulu saat lewat di hadapan anak-anak. Rasulullah SAW bahkan ikut bermain, berbagi makanan, mencium, dan menggendong anak-anak.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *