Bagaimana Hukum Musik dan Penyanyi Perempuan? Begini Penjelasan Quraish Shihab

Bagaimana Hukum Musik dan Penyanyi Perempuan? Begini Penjelasan Quraish Shihab

Pecihitam.org- Musik menjadi suatu bentuk keindahan dan sudah akrab dengan manusia bahkan sebelum Islam datang. Namun ada yang menganggap musik sebagai sesuatu yang haram, apalagi jika penyanyinya seorang perempuan. Lantas bagaimana sebenarnya hukum musik dan penyanyi perempuan?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Imam Syafi’i mengharamkan permainan musik Nard yaitu alat musik yang yang terbuat dari batang kurma. Hal ini berdasarkan pada kebiasaan orang-orang zaman dulu yang sengaja menyuruh budak perempuannya untuk menyanyikan lagu dengan musik nard, lalu dia mengumpulkan orang banyak untuk mendengar nyanyian budak perempuannya tersebut. 

Quraish Shihab dalam buku yang ditulisnya berjudul Perempuan (2018) mengatakan: “Bahkan Imam Abu Hanifah memandang bahwa mendengarkan nyanyian termasuk dosa,”

Meski begitu banyak ulama yang menganggap nyanyian bukanlah sesuatu yang haram, salah satunya adalah para ulama sufi. Bahkan Imam Ghazali secara tegas memperbolehkan musik, sebab nyanyian dapat menimbulkan ekstase (keadaan amat khusyuk sampai tak sadarkan diri).

Baca Juga:  'Illat Hukum Makan Janin Binatang

Pendapat ini juga mendapatkan banyak dukungan dari para ulama sufi. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, musik sejatinya memang menjadi hal yang dilarang. Namun para ulama sufi mengaitkannya dengan kondisi yang terjadi pada saat itu dan dampak negatif yang ditimbulkan musik pada saat itu sehingga munculnya larangan.  

Dalam sabdanya, Nabi Muhammad SAW menerangkan bahwa larangan nyanyian antara lain adalah nyanyian yang dilakukan perempuan di hadapan laki-laki di bar atau tempat yang dipenuhi minuman keras. 

Di sisi lain, pendapat diperbolehkannya bernyanyi terdapat dalam hadis yang menerangkan:

Dari Aisyah RA, “ketika itu ada dua orang budak wanita sedang menyanyikan nyanyian peperangan Bu’ats, pada saat Rasulullah SAW masuk ke rumah. Maka Rasulullah pergi berbaring di kasur dan mengalihkan wajah beliau. Tak lama kemudian Abu Bakar masuk kedalam rumah dan menghardikku sambil berkata, ‘Seruling setan di sisi Nabi Muhammad?’ lalu Nabi menghadapkan wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar, ‘Biarkanlah keduanya (bernyanyi).’ Ketika beliau terlena, aku berikan isyarat kepada keduanya (penyanyi) untuk keluar.” (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah).  

Baca Juga:  Qurban Atas Nama Keluarga dan Berqurban Kambing untuk 7 Orang, Bisakah?

Menurut pandangan Quraish Shihab terkait hadis di atas, hal ini menunjukkan diperbolehkannya menyanyi dan mendengarkannya. Sedangkan sikap Rasulullah SAW yang memalingkan wajah, menurut para ulama boleh jadi untuk menghindar dari melihat para penyanyi (bukan menghindar dari nyanyiannya).

Para ahli hukum Islam telah sepakat untuk memperbolehkan nyanyian guna membangkitkan kerinduan melaksanakan haji, semangat bekerja/ bertempur, serta memperingati peristiwa bahagia seperti lebaran, perkawinan, dan lainnya, ini merupakan perkataan dari  Alm Mahmud Syaltut  yakni pemimpin tertinggi Al-Azhar Mesir. 

Meski diperbolehkan, namun terdapat beberapa batasan yang harus dipatuhi. Quraish Shihab menyebutkan beberapa batasan dalam bernyanyi, yaitu janganlah sengaja membuat suara yang mengundang hasrat selain kepada suami, atau melakukan gerakan yang erotis, karena hal itu jelas diharamkan.   

Baca Juga:  Syarat Pelaksanaan Shalat Jumat (Fiqih Jum'at Bagian-II)

“Janganlah mereka (para perempuan) menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (An-Nur: 31) “Janganlah kamu bersikap terlalu lemah lembut dan lunak yang dibuat-buat dalam berbicara, apalagi dengan yang bukan mahram kamu sehingga berkeinginan buruk dan menarik perhatian orang hang ada penyakit dan kotoran di dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik dan dengan cara yang wajar, tidak dibuat-buat.” (Al-Ahzab: 32)

Dengan demikian, hukum musik dan penyanyi perempuan masih dalam kategori boleh selama tidak ada unsur maksiat didalamnya, misalkan melalaikan kewajiban sholat atau sengaja membuat suara yang mengundang hasrat para pendengarnya.

Mochamad Ari Irawan