Bagaimana Hukum Talak Orang yang Sedang Marah

hukum talak orang marah

Pecihitam.org – Dalam rumah tangga pasti ada yang namanya pertengkaran, entah dikarenakan suatu yang sepele ataupun tidak. Tidak sedikit dari seorang suami yang marah, kemudian mentalak isterinya. Nah, bagaimana hukum talak orang yang sedang marah tersebut? Apakah jatuh talaknya? Atau dihukumi seperti orang yang hilang akal, sehingga tidak jatuh talak?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Marah adalah emosi secara fisik yang menyebabkan banyak hal, antara lain tekanan darah, peningkatan denyut jantung, dan lain sebagainya. Juga mengakibatkan seseorang tidak dapat mengontrol perbuatan atau ucapannya.

Untuk menyikapi suatu permasalahan, maka diperlukan kecermatan dalam menelitinya, agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan . Maka dalam permasalahan ini, terlebih dahulu, kita harus memahami kategori marah seperti apa, yang dialami oleh seorang suami. Dari keadaan inilah, Ibnu Qayyim, dalam kitab Hasyiyah Ibnu Abidin juz 2 haln437, mengelompokkan menjadi tiga kategori, dalam perkataannya yang berbunyi,

1. أن يحصل له مبادئ الغضب بحيث لا يتغير عقله، ويعلم ما يقول ويقصده، وهذا لا إشكال فيه، فيقع طلاقه

Baca Juga:  Begini Definisi Riba Serta Faktor-Faktor yang Menjadikannya Haram

“Jika terjadi saat permulaan marah, sekiranya dia masih sadar atas apa yang ia katakan, maka talak yang diucapkan sang suami adalah sah”

Sebab ia masih dalam keadaan seperti biasa, dalam artian ia masih dapat mengendalikan bicaranya.

2. أن يبلغ النهاية فلا يعلم ما يقول ولا يريده، فهذا لا ريب أنه لا ينفذ شيئ من أقواله

“Jika kemarahannya sudah memuncak, hingga ia tidak sadar atas apa yang ia katakan, dan ia kehendaki, maka tidak diragukan lagi, talak yang diucapkan dalam kondisi tersebut adalah tidak sah”

Hal ini disebabkan ia tidak menghendaki perkataannya, dan apa yang keluar dari mulutnya diluar kendalinya.

3. من توسط بين المرتبتين بحيث لم يصر كالمجنون، فهذا محل النظر والأدلة تدل على عدم نفوذ أقواله

“Jika kemarahannya dalam kondisi ditengah-tengah antara dua keadaan diatas, (awal marah dan saat kemarahan yang memuncak) maka ia dihukumi seperti orang gila, yaitu talak yang ia ucapkan tidak sah.

Dari ketiga keadaan diatas dapat kita fahami bahwa hukum talak orang yang sedang marah, jika talak tersebut diucapkan saat awal kemarahannya, yang mana sekiranya ia masih sadar atas apa yang ia katakan, dan juga ia masih bisa mengendalikan emosinya, maka talak tersebut jatuh.

Baca Juga:  Promosi yang Dibenarkan Syariat, Salah Satunya Adalah Jujur

Namun jika talak tersebut dilontarkan saat pertengahan marah, atau saat kemarahan memuncak, maka talak yang ia ucapkan tidak dianggap. Sebab, ia tidak sadar atas apa yang ia katakan. Sedangkan syarat talak yang diterima adalah ia mempunyai kebebasan dan kesadaran saat mengucapkan nya.

Dari penjelasan tersebut, maka tidak semua talak yang diucapkan oleh suami yang sedang marah itu tidak sah. Yang harus diperhatikan adalah kapan talak tersebut diucapkan. Jadi yang menjadi tolak ukur adalah keadaan suami saat menjatuhkan talak itu.

Ukuran kemarahan yang dialami oleh suami dapat diketahui dari ucapannya. Atau pengakuannya seusai marah, jika ia sadar atas perkataannya, maka jatuh talaknya, namun jika ia tidak merasa mengatakan talak, maka saat ia melontarkan kalimat tersebut, sudah diluar kendalinya.

Baca Juga:  Mengapa Kita Puasa Senin Kamis, Bagaimana Niat dan Tata Caranya?

Semoga kita semua terhindar dari kondisi tersebut, kalaupun seorang suami marah, maka sebaiknya ia tidak serta-merta menjatuhkan talak. Sebab segala permasalahan tidak harus diakhiri dengan talak. Oleh karena itu, Allah berfirman “Perkara halal yang paling aku benci adalah talak”.

Dari pernyataan tersebut jelas bahwa talak bukan solusi utama, melainkan solusi terakhir saat dua insan sudah tidak bisa disatukan. Wallahu A’lam bisshowab.

Nur Faricha