Beberapa Penjelasan Ulama Tentang Hukum Mengambil Imbalan Pengobatan Melalui Ruqyah

Imbalan Pengobatan Melalui Ruqyah

Pecihitam.org – Akhir-akhir ini banyak kita temui praktek pengobatan menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an atau yang familiar dengan sebutan Ruqyah. Biasanya orang yang sakit berkaitan dengan gangguang kejiwaan, seperti sering stres atau mudah kesurupan, akan sembuh jika dibacakan Al-Quran. Pertanyaannya adalah, bagaimana hukum imbalan pengobatan melalui ruqyah?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tentang hukum mengambil imbalan pengobatan melalui ruqyah, para ulama membolehkan. Karena dalam prosesi pengobatan melalui ruqyah terdapat kesulitan dan resiko tersendiri.

Kesulitannya bisa berupa penanganan yang lama untuk benar-benar mengusir jin pengganggu yang merasuki. Resikonya jika jin itu bukan gangguan alami atau berupa kiriman sihir, kalau ustadz yang mengobati tidak mantap, mungkin saja dia juga akan terekena efek sihir.

Dengan mempertimbangkan itu, maka boleh bagi seorang ustadz menentukan dan menerima upah atau imbalan dari pengobatan model ruqyah atau menggunakan ayat-ayat Al-Quran jika orang yang diobati menjadi sembuh.

Jika tidak sembuh, maka tidak mendapatkan upah yang telah ditentukan, tetapi ia boleh diberikan ala kadarnya sesuai tradisi upah yang berlaku.

Baca Juga:  Adzan Berkumandang, Berbuka Dulu atau Sholat Dulu, Mana yang Lebih Utama?

Kebolehannya ini dari satu sisi bisa disebut sebagai ju’alah (upah, komisi) atau bisa juga disebut sebagai ijarah (sewa jasa).

Berikut dalil-dalil dari perkataan ulama

Imam Az-Zarkasyi dimuat dalam Hasyiyah Bujairimi

قال الزركشي ويستنبط منه جواز الجعالة على ما ينتفع به المريض من دواء أو رقية وإن لم يذكروه وهو متجه إن حصل به تعب وإلا فلا أخذا مما يأتي شرح م ر


Berkata Imam az-Zarkasyi: Darinya dapat diambil kesimpulan tentang bolehnya menarik upah dari hal yang dapat bermanfaat bagi orang sakit baik berupa obat atau ruqyah (pengobatan dengan doa-doa secara syar’i) bila mengobatinya terdapat kesulitan. Bila tidak dengan kesulitan, maka tidak boleh mengambil upah. (Hasyiyah al-Bujairimi Jilid III halaman 238).

Sayyid Abdurrahman bin Muhammad dalam Bughyah al-Mustarsyidin

تجوز الجعالة على الرقية بالجائز كالقرآن ، والدواء كتمريض مريض وعلاج دابة

Boleh mengambil upah dari pengobatan ruqyah memakai hal yang dilegalkan seperti (bacaan) alQuran dan obat semacam untuk menyembuhkan orang sakit atau untuk mengobati binatang ternak. (Bughyah al-Mustarsyidiin Jilid I halaman 350).

Baca Juga:  Dimanakah Wilayah Najd, Tempat Lahirnya Muhammad bin Abdul Wahab Itu Berada?

Sulaiman bin Umar al-Jamal dalam Kitab Hasyiyah al-Jamal

تَجُوزُ الْجَعَالَةُ عَلَى الرُّقْيَةِ بِجَائِزٍ كَمَا مَرَّ وَتَمْرِيضِ مَرِيضٍ وَمُدَاوَاتِهِ ، وَلَوْ دَابَّةً ثُمَّ إنْ عَيَّنَ لِذَلِكَ حَدًّا كَالشِّفَاءِ وَوُجِدَ اسْتَحَقَّ الْمُسَمَّى وَإِلَّا فَأُجْرَةَ الْمِثْلِ

Boleh mengambil upah dari pengobatan ruqyah memakai hal yang dilegalkan seperti keterangan yang lalu dan menyembuhkan atau mengobati orang sakit meskipun yang sakit binatang ternak. Bila upahnya ditentukan berupa hal tertentu dan si sakit berhasil disembuhkan, maka ia berhak mendapatkan upah (yang ditentukan).

Sedangkan bila kesembuhannya tidak didapatkan, maka ia hanya berhak mendapatkan ujrah mitsli (upah wajar atas sebuah jasa). (Hasyiyah al-Jamal Jilid VII halaman 508)

Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairimi dalam Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khathib

( قَوْلُهُ لِعَدَمِ الْمَشَقَّةِ ) يُؤْخَذُ مِنْهُ صِحَّةُ الْإِجَارَةِ عَلَى إبْطَالِ السِّحْرِ ؛ لِأَنَّ فَاعِلَهُ يَحْصُلُ لَهُ مَشَقَّةٌ بِالْكِتَابَةِ وَنَحْوِهَا مِنْ اسْتِعْمَالِ الْبَخُورِ وَتِلَاوَةِ الْأَقْسَامِ الَّتِي جَرَتْ عَادَتُهُمْ بِاسْتِعْمَالِهَا

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Makan Sesajen Menurut Islam?

(Keterangan karana tidak terdapat kesulitan) dari sini disimpulkan sahnya mensewakan jasa untuk menolak sihir karena terdapat kesulitan bagi pelakunya (dalam menjalankan profesinya) dengan menulis, membakar kemenyan dan membaca doa-doa yang biasa dilakukan dalam menangani gangguan sihir. (Hasyiyah al-Bujairami Jilid III halaman 169)

Demikian penjelasan para ulama Madzhab Syafii dalam kitab-kitab mereka mengenai hukum mengambil upah atau imbalan pengobatan melalui ruqyah. Semoga mencerahkan. Wallahu a’lam bisshawab!

Faisol Abdurrahman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *