Benarkah Hukum Poligami Dalam Islam Itu Boleh??

Benarkah Hukum Poligami Dalam Islam Itu Boleh??

PeciHitam.org – Poligami dalam Islam memang kadang memicu polemik dan tampak sensitif di tengah masyarakat dan sebagian orang awam berpendapat bahwa Islam mendukung praktik poligami namun pandangan tersebut dapat di maklumi karena Al-Qur’an dalam surat An-Nisa ayat 3 secara harfiah menyatakan demikian:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

Artinya: “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat, kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu ialah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,” (QS An-Nisa, 4:3).

Tetapi Islam sebenarnya tidak memerintahkan poligami serta tidak mewajibkan maupun tidak menganjurkan poligami, dan hal tersebut menjadi kesepakatan ulama sebagaimana dalam Mughnil Muhtaj oleh Syekh M. Khatib As-Syarbini berikut:

إنَّمَا لَمْ يَجِبْ لِقَوْلِهِ تَعَالَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنْ النِّسَاءِ إذ الْوَاجِبُ لَا يَتَعَلَّقُ بِالِاسْتِطَابَةِ وَلِقَوْلِهِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ وَلَا يَجِبُ الْعَدَدُ بِالْإِجْمَاعِ

Artinya: “Nikah itu tidak wajib berdasarkan firman Allah (Surat An-Nisa ayat 3) ‘Nikahilah perempuan yang baik menurutmu,’ pasalnya (secara kaidah), kewajiban tidak berkaitan dengan sebuah (seorang perempuan) pilihan yang baik, nikah juga tidak wajib berdasarkan, ‘dua, tiga, atau empat perempuan,’ tidak ada kewajiban poligami berdasarkan ijma’ ulama.” (Lihat: Mughnil Muhtaj, juz 3, Syekh M Khatib As-Syarbini, Beirut)

Baca Juga:  Batal Nikah, Bolehkah Mengambil Kembali Seserahan Lamaran? Ini Penjelasannya

Adapun Syekh Wahbah Az-Zuhayli berpendapat bahwa poligami bukan fondasi ideal bagi rumah tangga dan fondasi ideal rumah tangga ialah monogami dan menurutnya poligami ialah sebuah pengecualian dalam praktik rumah tangga yang dapat dijalankan karena sebab umum dan sebab khusus yang hasilnya hanya kondisi darurat saja yang membolehkan untuk berpoligami.

إن نظام وحدة الزوجة هو الأفضل وهو الغالب وهو الأصل شرعاً، وأما تعدد الزوجات فهو أمر نادر استثنائي وخلاف الأصل، لا يلجأ إليه إلا عند الحاجة الملحة، ولم توجبه الشريعة على أحد، بل ولم ترغب فيه، وإنما أباحته الشريعة لأسباب عامة وخاصة

Artinya: “Monogami ialah sistem perkawinan paling utama, sistem monogami ini lazim dan asal atau pokok dalam syara’, sedangkan poligami ialah sistem yang tidak lazim dan bersifat pengecualian, sistem poligami menyalahi asal atau pokok dalam syara’, model poligami tidak bisa dijadikan tempat perlindungan atau solusi kecuali keperluan mendesak karenanya syariat Islam tidak mewajibkan bahkan tidak menganjurkan siapapun untuk melakukan poligami, syariat Islam hanya membolehkan praktik poligami dengan sebab-sebab umum dan sebab khusus.” (Lihat: Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz.7, Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Beirut, 1985 M/1405 H)

Pendapat para ulama tersebut dalam memahami poligami dalam surat An-Nisa ayat 3 berdasar pada segi sejarah sosial masyarakat pada masanya atau asbabun nuzul ayat tersebut.

Ayat tersebut dipahami oleh ulama bukan sebagai perintah untuk poligami melainkan sekadar dasar hukum membolehkannya dan ayat tersebut justru ingin membatasi jumlah istri masyarakat yang saat itu tidak dibatasi.

Baca Juga:  Hukum, Syarat Dan Rukun Pernikahan Dalam Islam

Surat An-Nisa tersebut membatasi jumlah maksimal istri hanya empat dari jumlah tak terhingga sebelumnya dan bukannya menganjurkan untuk menambah istri dari satu sampai empat istri.

Berdasarkan faktor sosio-historis perkawinan pada masa itu surat tersebut dimaknai para ulama sebagai dasar hukum kebolehan bukan perintah poligami .

Syekh M Khudhari menerangkan:

ولم يكن عند العرب حد يرجعون إليه في عدد الزوجات فربما تزوج أحدهم عشرا فوضع القرآن حدا وسطا فأباح التعدد لمن لم يخف أن يجور في معاملة نسائه قال تعالى في سورة النساء

Artinya: “Di kalangan masyarakat arab zaman itu tidak ada batasan terkait bilangan istri, seorang pria arab zaman itu dapat beristri sepuluh perempuan sehingga Al-Qur’an menetapkan batasan moderat, lalu Al-Qur’an membolehkan poligami bagi mereka yang tidak khawatir berlaku zalim dalam memperlakukan istrinya sebagaimana firman Allah pada Surat An-Nisa ayat 3.” (Lihat: Tarikhut Tasyri’ Al-Islami, Syekh M Khudhari, Beirut, 1995 M/1415 H)

Beliau menambahkan bahwa berdasarkan pandangan, Allah SWT sebagai pembuat syariat Islam dan bahwa poligami bukanlah syiar fundamental Islam yang harus diamalkan.

وليس تعدد الزوجات من الشعائر الأساسية التي لا بد منها في نظر الشارع الإسلامي بل هو من المباحات التي يرجع أمرها إلى المكلف إن شاء فعل وإن شاء ترك ما لم يتعد حدود الله

Artinya, “Poligami bukan bagian dari syiar prinsipil yang harus dipraktikkan dalam pandangan Allah dan Rasulullah sebagai pembuat syariat Islam, poligami bagian dari mubah yang pertimbangannya berpulang kepada individu mukalaf, jika seseorang mau, ia dapat berpoligami, jika ia memilih monogami, dia boleh mengabaikan poligami sejauh tidak melewati batas.” (Lihat: Tarikhut Tasyri’ Al-Islami, Syekh M Khudhari, Beirut, 1995 M/1415 H)

Baca Juga:  Hukum Talak Dalam Islam, Boleh Dilakukan Atau Tidak?

Jadi dapat disimpulkan bahwa Surat An-Nisa ayat 3 tidak dapat dijadikan dalil perintah untuk berpoligami dan hanya menjadi dasar hukum poligami yang pada masanya digunakan justru untuk mengurangi atau lebih tepatnya membatasi jumlah istri masyarakat yang tidak dibatasi.

Karenanya sisi asbabun nuzul Surat An-Nisa ayat 3 tersebut berupa sosio-historis yang melingkupi masanya maka ayat tersebut kehilangan konteks dan semangat pembatasan jumlah istri masyarakat yang tidak dibatasi namun sayangnya surat An-Nisa ayat 3 tersebut disalah gunakan oleh oknum sebagai dalil anjuran atau perintah berpoligami.

Perihal praktik poligami dalam Islam para ulama berbeda pendapat yang setidaknya secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu kalangan Syafi’iyah dan Hanbaliyah yang terlihat tidak menyetujui berpoligami karena rentan terhadap ketidak adilan sehingga keduanya tidak menganjurkan praktik poligami.

Sementara kalangan Hanafiyah menyatakan mubah atau kebolehan praktik poligami dalam Islam dengan catatan harus memastikan keadilan di antara sekian istrinya.

Jadi demikianlah perspektif poligami dalam Islam ditinjau dari asbabun nuzul ayat serta segi sosio-historis yang mana semoga dapat menambah wawasan terhadap praktik poligami.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *