Betulkah Mengatakan “Kembali Kepada Qur’an dan Sunnah” Mendekatkan Umat Kepada Keduanya?

Mendekatkan Orang Kepada Qur’an dan Sunnah?

Pecihitam.org – Sejak masuknya pengaruh Salafi-Wahabi ke Tanah air, sering kita dengar slogan dakwah mereka yaitu “mari kembali kepada Qur’an dan Sunnah” bahkan mereka berani mengatakan bahwa perjuangannya adalah memurnikan ajaran Islam atau mereka menamakan dirinya golongan Muwahidun, yaitu golongan yang mentauhidkan/mengEsakan Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Benarkah mengajak umat kembali kepada Qur’an dan Sunnah mendekatkan umat kepada Qur’an dan Sunnah? Apakah anggapan mereka bahwa Umat Islam pada umumnya telah meninggalkan Qur´an dan Sunnah atau sudah tidak murni lagi sehingga perlu dikembalikan dengan mengatakan “mari kembali kepada Qur´an dan Sunnah” ?

Disini timbul pertanyaan:

1. Apakah mereka yang berkata “mari kembali kepada Qur’an dan Sunnah” sudah memahami Qur´an dan Sunnah atau Islam yang murni sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan Sahabat radhiyallahu anhum memahami Qur´an dan Sunnah?

Sehingga kalau kita melihatnya terbayang oleh kita Qur´an dan Sunnah yang hidup, yaitu seolah-olah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan Shahabat radhiyallahu anhum hidup di tengah-tengah kita, dimana terlihat kasih sayang antara ulama dan pengikutnya sebagaimana kasih sayang antara Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan Shahabat radhiyallahu anhum?

Apakah umat Islam yang bertemu dan melihat akhlak mereka itu menjadi paham Qur´an dan Sunnah, sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, Shahabat radhiyallahu anhum, Tabi´in, Tabi´ut Tabi´in dan Salafussholeh memahami Qur´an dan Sunnah?

Kalau benar mereka telah memahami Qur´an dan Sunnah atau Islam yang murni sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan Shahabat radhiyallahu anhum memahami Qur´an dan Sunnah, maka hasil tarbiyah dan didikan mereka akan menghasilkan umat Islam yang sama dengan umat Islam yang pernah bertemu dan melihat akhlak Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan Shahabat radhiyallahu anhum yaitu Shahabat dan Tabi´in.

Tetapi kenyataannya tidak demikian, bahkan jauh sekali dari gambaran kehidupan Sahabat dan Tabi´in. Demikian juga orang Islam yang bertemu mereka jauh sekali dari menyamai Tabi´ut Tabi´in ataupun salafus shalih, yaitu umat Islam yang soleh yang hidup di 3 abad pertama Hijrah.

Dengan keterangan yang mudah ini saja, slogan mengajak umat Islam kembali kepada Qur´an dan Sunnah sudah tertolak, karena mereka sendiri pada kenyataannya tidak mampu untuk memahami Qur´an dan Sunnah sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan Sahabat radhiyallahu anhum memahami Qur´an dan Sunnah.

Baca Juga:  Memahami Konteks Perintah Shalat Tahiyatul Masjid

Jadi apa hakikat ajakan “mari kembali kepada Qur’an dan Sunnah“?

Hakikatnya adalah mereka mengajak umat Islam memahami Qur´an dan Sunnah sebagaimana ulama mereka memahami Qur´an dan Sunnah, yaitu ulama yang membagi Tauhid menjadi 3 bagian (Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Sifat), dimana Tauhid yang satu bertentangan dengan Tauhid yang lain.

Hakikat ini yang banyak umat Islam telah dikelabui, sehingga mereka yang telah ikut golongan mereka itu telah merasa ikut ajaran Islam yang murni. Mereka merasa ikut Qur´an dan Sunnah yang murni sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan Shahabat radhiyallahu anhum serta salafus sholeh, padahal hakikatnya mereka itu hanyalah ikut ajaran Islam, Qur´an dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman ulama mereka.

Itu sebabnya Ulama Ahlussunnah wal Jama´ah tidak mudah mengatakan ikut Qur´an dan Sunnah tanpa menyebut nama Ulama yang mengajarkan dan menyusun ilmu Qur´an dan Sunnah sehingga ilmu Qur´an dan Sunnah itu sampai kepada mereka dan kemudian disampaikan kepada kita.

Ulama Ahlussunnah wal Jama´ah telah menyusun ilmu-llmu Islam berdasarkan Qur´an dan Sunnah yang mereka fahami dari pendahulu mereka.

Ulama-ulama yang menjadi rujukan umat Islam Ahlusunnah wal jama´ah telah menulis dan menyusun ilmu-ilmu itu sejak di zaman salafus sholeh, dan terus diajarkan secara berantai tanpa putus dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga terjamin sanad dan silsilah berpindahnya ilmu-ilmu itu dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Umat Islam tidak akan mampu memahami Qur´an dan Sunnah secara langsung kecuali belajar ilmu-ilmu alat (seperti ilmu bahasa Arab, Mantiq/Logika, ilmu hadits dll), yang disusun dan diajarkan oleh ulama pendahulu mereka.

Ulamalah yang mempunyai ilmu alat yang cukup dan dapat memahami Qur´an dan Sunnah, sehingga dapat mengajarkan kepada umat Islam.

Jadi dakwah yang sebenarnya adalah mengajak umat Islam untuk mengenal dan mencintai Allah dan RasulNya, mengajak kita mempelajari Qur´an dan Sunnah melalui ulama yang ikhlas, yaitu Ulama pewaris Nabi yang dapat membawa dan memimpin kita untuk mengenal dan mencintai Allah dan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Ini sesuai dengan doa yang selalu kita baca di setiap rakaat sholat kita yaitu:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Baca Juga:  Bolehkah Menunda Mandi Wajib Setelah Selesai Junub?

Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Coba perhatikan isi doa yang kita baca dalam Surat Al Fatihah. Kita meminta ditunjukkan jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Allah beri nikmat.

Untuk mengetahui jalan orang yang telah Allah beri nikmat tentulah kita mesti mengetahui orang yang telah Allah beri nikmat. Artinya kita mesti mengikuti manusia yang telah diberi nikmat dari Allah agar kita dapat mengikuti jalan lurus itu.

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam telah mengajarkan bagaimana kita mengikuti jalan orang yang telah diberi nikmat yaitu dengan mendidik Shahabat radhiallahu anhum. Shahabat radhiallahu anhum belajar dengan melihat jalan yang lurus yang ditunjukkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.

Tabi’in belajar mengikuti jalan yang lurus dengan hidup bersama Shahabat radhiallahu anhum, yaitu manusia yang telah diberi nikmat oleh Allah setelah Rasulullah radhiallahu anhum wafat.

Tabi’ut Tabi’in belajar untuk mendapat petunjuk dengan melihat jalan lurus para Tabi’in, yaitu golongan yang telah diberi nikmat oleh Allah di zaman setelah para Shahabat radhiallahu anhum wafat, Dan seterusnya manusia yang telah diberi nikmat oleh Allah adalah para Ulama pewaris Nabi. Mereka semua jelas bukan termasuk orang yang dimurkai oleh Allah dan bukan pula orang yang sesat.

Ilmu Qur´an dan Sunnah yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bukanlah yang ada dalam buku, tetapi ada dalam diri ulama, yaitu hati dan akhlaknya.

Buku atau tulisan ulama adalah catatan apa yang ada pada hati ulama, yang hanya difahami oleh orang yang kenal dengan ulama itu dengan hatinya juga. Itulah warisan ilmu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Ini dijelaskan dalam hadits

العلماء ورثة الأنبياء = Ulama adalah pewaris Nabi

Demikian pula kasih sayang Rasulullah shalallahu alaihi wassalam sampai kepada kita adalah melalui diri Shahabat, Tabi´in, Tabiut tabi´in dan seterusnya melalui ulama dari generasi ke generasi hingga akhirnya sampai kepada kita.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,

Baca Juga:  Hukum Menggunakan Lemak Tubuh Sebagai Bahan Kosmetik, Bolehkah?

Kita disuruh untuk bertanya kepada ahli dzikir yaitu ulama yang memahami Qur´an dan Sunnah berupa warisan ilmu yang didapat secara sambung menyambung melalui ulama-ulama pendahulunya yang berpangkal dari Rasulullah shallallahu alaihi wa aalihi wassalam.

Slogan “mari kembali kepada Qur’an dan Sunnah” itu sebenarnya justru berbahaya dan menjauhkan umat Islam dari Qur´an dan Sunnah. Mengapa?

Sebab sering disalahfahami oleh masyarakat awam, bahwa mereka dapat memahami Qur´an dan Sunnah hanya dengan membaca buku atau dengar-dengar saja tentang Qur´an dan Sunnah tanpa perlu belajar dari Ulama yang belajar dari Ulama yang bersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa aalihi wassalam.

Mereka merasa tidak perlu dan mencari ulama yang demikian. Dengan jauhnya mereka dari ulama maka bertambah jauhlah mereka dari Qur´an dan Sunnah.

Cara dakwah slogan “mari kembali kepada Qur´an dan Sunnah” dapat diumpamakan seperti mengajak manusia untuk mencari air yang murni sendiri, jangan ambil air dari PDAM atau Perusahaan Air Minum atau beli air mineral. Manusia disuruh mencari mata air sendiri atau menggali sumur sendiri.

Mampukah semua orang mencari mata air sendiri? tentu tidak akan semua mampu, hanya orang yang ahli dan yang punya alat yang cukup untuk menggali mata air yang dapat mencari mata air sendiri.

Kalau semua orang disuruh mencari mata air sendiri, maka akan lebih banyak orang yang tidak dapat air dan akhirnya mati kehausan. Begitulah hakikatnya orang yang ingin memahami Qur´an dan Sunnah sendiri tanpa disuruh untuk diajarkan oleh ahlinya, maka untuk selamanya dia tidak akan memahami Qur´an dan Sunnah dengan benar dan akhirnya tersesat jalan. 

Wallahu a’lam

Artikel ini tayang pertama kali di : Pemudade.wordpress.com

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *