Pecihitam.org – Setiap salik, atau orang yang sedang melewati perjalanan rohani menuju makrifatullah, pasti menginginkan kesuksesan dalam menjalaninya, baik dari permulaan hingga sampai pada akhir perjalanannya.
Kesuksesan dalam memperoleh apa yang dicari dan dicintai itulah yang disebut “nihayah“ ( النهاية ), dan awal dari kesuksesan itu yang disebut “bidayah (البداية) “.
Dalam hal bidayah seorang salik harus punya komitmen untuk “ruju’ ila Allah. Artinya ilmu yang ia miliki dan segala persoalan yang menimpa dirinya dikembalikan hanya kepada Allah, dan bersandarkan diri hanya kepadaNya.
Selain itu seorang yang menempuh jalan suluk dalam beramal apa pun harus punya niat “billah” dan tidak hanya “lillah“. Lantas apa perbedaan antara niat “billah” dan “lillah”?.
Menurut KH Mohammad Danial Royyan , “amal billah yaitu amal seseorang yang sejak awal hingga akhir disertai niat karena Allah, sedangkan amal lillah itu niat karena Allah bisa terjadi di akhir perjalanan. Amal billah adalah amalnya para wali Allah, sedangkan amal lillah itu amalnya orang awam. Pada awalnya mungkin belum lillah, namun pada akhirnya lillah”.
Contoh amal lillah, misalnya orang awam ketika memberikan infaq pada pembangunan masjid, pada awalnya ia berinfaq belum ikhlas, namun ketika masjid sudah nampak jadi, hatinya baru ikhlas.
Berbeda dengan wali Allah yang sejak awal ia beramal sudah karena Allah, bahkan ia tidak merasa beramal apa apun, kecuali yang diharapkan hanya ridho Allah Swt.
Syeikh Ibnu Ajibah berkata:
إذا توجهت همتك أيها المريد إلى طلب شيء أي شيء كان، وأردت أن ينجح أمره، وتبلغ مرادك فيه، وتكون نهايته حسنة، وعاقبته محمودة، فارجع إلى الله في بداية طلبه، وانسلخ من حولك وقوتك!
“Ingatlah wahai murid, apabila cita-citamu mengarah kepada pencarian sesuatu, apapun bentuknya, sementara engkau menginginkan sukses untuk memperolehnya, yang kau inginkan tercapai, berakhir dengan baik dan terpuji, maka hendaklah semua itu dikembalikan kepada Allah pada awal mencarinya, dan lepaskanlah daya dan kekuatanmu”.
Selanjutnya Syeikh Ibnu Ajibah menambahkan,
“Apabila engkau mencari sesuatu, maka engkau harus bersandarkan diri hanya kepada Allah dan menyerahkan secara total permasalahanmu kepada-Nya, maka hal tersebut sebagai pertanda kesuksesanmu dan telah berhasil apa yang engkau cari. Tercapainya sesuatu yang inderawi ataupun tidak, tidak menjadi beban karena keinginanmu didasarkan pada keinginan Allah bukan keinginan dirimu.”
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, ada baiknya kita perhatikan Hadits Nabi Saw tentang larangan mencari kekuasaan atau jabatan. Sabda ini beliau sampaikan kepada sahabatnya yang bernama Abdurrahman bin Samurah ra. sebagai berikut:
قال النبي صلى الله عليه وسلم لعبد الرحمن بن سمرة : لا تطلب الإمارة، فإنك إن طلبتها وكلت إليها، وإن أتتك من غير مسألة أعنت عليها متفق عليه .
Nabi Saw bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah RA, “Hai Abdurrahman! Janganlah kau minta kekuasaan!, maka sesungguhnya jika engkau memintanya, maka ia akan menjadi beban bagimu, tetapi jika engkau tidak memintanya engkau akan diberi pertolongan oleh Allah atas kekuasaan itu”. (HR. Muttafaq Alaih).
Hadits nabi di atas mengingatkan kepada kita, bahwasanya segala sesuatu yang kita lakukan sudah seharusnya dilakukan semata-mata billah. Kemudian pada hal yang jelas-jelas diperbolehkan namun hanya menjadi hak seseorang saja, contoh: kekuasaan atau jabatan, kita tidak diperbolehkan untuk meminta apalagi meminta-mintanya. Sebab meminta kekuasaan sama dengan mendahului taqdir Allah dan sikap yang tidak pantas dilakukan oleh siapapun. Wallahua’lam bisshawab.
Sumber: PCNU Kendal