Bijak Menerima Perbedaan Pendapat Hukum Seorang Muslim Mengucapkan Selamat Natal

Hukum Seorang Muslim Mengucapkan Selamat Natal

Pecihitam.org – Menjelang perayaan natal seperti ini akan ada banyak pendapat yang orang-orang bahas di media sosial atau di manapun, ada yang mengharamkan namun ada yang netral. Kemudian terjadilah perdebatan ditengah masyarakat tentang hukum seorang muslim mengucapkan selamat natal kepada umat kristiani atau yang merayakan. Tidak jarang perdebatan tersebut berujung percekcokan dan bahkan dikatakan kafir.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hukum mengucapkan selamat natal kepada umat yang merayakan didalam Al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas dan tegas mengenai keharaman ataupun kebolehan mengucapkan selamat natal.

Karena dalam Al-Qur’an dan juga hadits yang menyebutkan hukum mengucapkan selamat natal, maka bisa dikatakan hal inii masuk kedalam permasalahan ijtihadi yang berlaku kaiidah:

لاينكر المحتلف فيه وانما ينكر المجمع عليه

Permasalahan yang masih diperdebatkan tidak boleh diingkari atau diitolak. Sedangkan permasalahan yang sudah diisepakati boleh diingkari.

Para ulama juga memiliki perbedaan pendapat ada yang mengharamkan atau tidak membolehkan seorang muslim untuk mengucapkan selamat natal kepada yang merayakan, berpedoman dengan surat Al-Furqan ayat 72:

وَالَّذِينَ لاَيَشْهدونَ الزُّورَوإذَامرّوا بِاللّغوِمرُّواكِرامًا

“Dan orang-orang yang tidak memberiikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”

Baca Juga:  9 Bocoran Kunci Kesuksesan Dakwah Rasulullah yang Bisa Kita Teladani

Dari ayat tersebut Allah menyebutkan ciri orang yang akan mendapat martabat yang tinggi di surga, yaitu orang yang tidak memberikan kesaksian palsu. Sehingga seorang muslim yang mengucapkan selamat natal sama dengan memberikan saksi palsu atau sama saja membenarkan keyakinan umat kristiani tentang hari natal.

Begitupun dari hadits yang menjadi pegangan hukum bagi yang melarang atau mengharamkan mengucapkan selamat natal bagi yang merayakan yaitu;

مَن تشبذه بؤقومٍ فهُو مِنهُمْ

“Barangsiiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian kaum tersebut.” (HR. Abu Daud)

Orang muslim yang mengucapkan selamat natal berarti sama dengan umat kristiani yang merayakannya. Kemudian sebagian ulama yang lain juga ada yang membolehkan ucapan selamat natal kepada orang yang memperingatinya. Mereka berpedoman pada surat Al-Mumtahanah ayat 8

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Baca Juga:  Batu Melayang Pijakan Nabi Muhammad SAW

Dari surat Al-Mumtahanah ayat 8 diatas Allah tidak melarang umat Islam berbuat baik kepada umat lain, disini secara tidak langsung Allah mengajarkan toleransi kepada umat selain sesama Islam namun bagi mereka yang tidak memerarangi dan tidak mengusir umat Islam dari negerinya.

Sehingga dapat dikatakan bahwa mengucapkan selamat natal kepada yang merayakan merupakan salah satu bentu perbuatan baik kepada orang-orang non Muslim dan salah satu bentuk rasa toleransi kita terhadap sesama umat beragama,

Pada sebuah hadts tentang kisah Nabi Muhammad SAW juga dijadikan pedoman bagi sebagian ulama yang memperbolehkan umat Islam mengucapkan selamat natal. Yaitu ketika dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi SAW lalu anak itu sakit maka Nabi menjenguknya kemudian beliiau mendatangi anak tersebut, setelah iitu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata Nabi SAW:

“masuklah Islam!” lalu anak Yahudi tersebut melihat kepada ayahnya yang ada didekatnya, maka sang ayah mengatakan “Taatiilah Abu Qasiim (Nabi Muhammad SAW). Lalu anak tersebut masuk Islam dan Nabi SAW keluar seraya bersabda “segala puji bagi Allah yang telah menyelamattkannya dari neraka”.

Baca Juga:  Tasawuf Psikoterapi, Metode yang Dipercaya Mampu Menyelesaikan Masalah Psikologis Manusia

Kisah tersebut adalah dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Pada kisah tersebut Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada kita untuk berbuat kedapa orang non Muslim yang itidak berbuat jahat kepada kita.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ulama memiliki dua pendapat, ada yang mengharamkan ada juga yang memperbolehkan, semua kembali kepada diri masing-masing, apakah mau mengikuti yang haram atau mengiikuti yang diperbolehkan, namun dari perbedaan tersebut jangan dijadikan sebagai bahan perdebatan yang berujung konflik berkepanjangan.

Semua pendapat ada dasarnya masing-masing dan pasti ada alasannya tersendiri. Pada intinya jangan karena kita berbeda pendapat atau berbeda keyakinan menjadikan yang tadinya berteman menjadi bermusuhan, mengkafir-kafirkan dan menjelek-jelekkan.

Lukman Hakim Hidayat