Bolehkah Memegang Tafsir dalam Keadaan Memiliki Hadats?

Bolehkah Memegang Tafsir dalam Keadaan Memiliki Hadats

Pecihitam.org – Kalam Allah merupakan sesuatu yang mulia, agung dan suci. Kalam Allah inilah yang kita kenal sebagai Al Qur’an. Al Qur’an jika dituliskan dalam sebuah media, seperti kertas, papan tulis, daun dan sebagainya maka media tersebut sebutannya menjadi mushaf.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kedudukannya agung sebagaimana Al Qur’an. Kita wajib menjaga dan memuliakannya. Sehingga siapapun tidak boleh memegangnya dalam keadaan berhadats.

Firman Allah dalam QS. Al-Waqi’ah: 79, sebagai berikut:

لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

Artinya: Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. [QS. Al-Waqi’ah: 79].

Ayat ini bukanlah bentuk berita melainkan bentuk perintah untuk tidak memegang mushaf kecuali telah mensucikan dirinya dari hadats.

Sebagai firman Allah, Al Qur’an banyak ditafsirkan dan diinterpretasikan agar masyarakat awam mudah memahaminya. Kegiatan menafsirkan Al Qur’an ini dilakukan oleh para ulama yang memiliki ilmu tinggi, keilmuannya mumpuni dan sungguh-sungguh dalam melakukannya. Mereka disebut sebagai mufassir. Hasil penafsirannya ini kemudian menjadi suatu karya yang disebut sebagai kitab tafsir.

Baca Juga:  Inilah 3 Hal yang Harus Kita Lakukan Agar Doa Segera Dikabulkan

Dalam menafsirkan Al Qur’an, para ulama menggunakan metodologi yang bermacam-macam. Ada yang menggunakan metode tahlili, metode ijmali, metode maudhu’i, ada juga yang menggunakan metode muqarrin.

Kita ambil beberapa contoh saja. Metode tahlili misalnya, dengan metode ini, mufassir mengungkap semua hal yang terkandung dalam Al Qur’an. Surah demi surah, ayat demi ayat, makna lafaz, susunan kalimat dan sebagainya.

Oleh karena itu, biasanya tafsir/penjelasan dengan metode ini jumlahnya lebih banyak dibandingkan ayat/lafaz yang ditafsirkannya.

Sebaliknya, jika menggunakan metode ijmali, penjelasan tidak dilakukan secara terperinci sebagaimana metode tahlili. Oleh karena itu, biasanya jumlah penjelasannya tidak lebih banyak dibandingkan ayat yang ditafsirkannya.

Selanjutnya, apakah hukum tafsir sama dengan hukum Al Qur’an dari segi kemuliaannya? Lantas, bolehkah memegang tafsir dalam keadaan memiliki hadats?

Syekh Bakri Syaththa dalam kitab I’anah juz 1 halaman 82 menjelaskan sebagai berikut

ﻭﻻ ﻳﺤﺮﻡ ﺣﻤﻞ اﻟﻤﺼﺤﻒ ﻣﻊ ﺗﻔﺴﻴﺮﻩ ﻭﻻ ﻣﺴﻪ

Artinya: Tidaklah haram membawa mushaf serta tafsirnya. Tidak juga haram memegangnya.

Baca Juga:  Menulis Ayat Al-Qur'an Menggunakan Kaki, Bolehkah? Inilah Jawabannya!

Namun kriteria tidak haram (boleh) ini masih diperinci oleh Syekh Bakri, berikut ungkapannya:

ﺃﻣﺎ ﺇﺫا ﻛﺎﻥ اﻟﺘﻔﺴﻴﺮ ﺃﻗﻞ، ﺃﻭ ﻣﺴﺎﻭﻳﺎ ﺃﻭ ﻣﺸﻜﻮﻛﺎ ﻓﻲ ﻗﻠﺘﻪ ﻭﻛﺜﺮﺗﻪ، ﻓﻼ ﻳﺤﻞ

Artinya: Adapun jika tafsirnya/penjelasannya/interpretasinya lebih sedikit atau sama atau ragu dalam sedikit dan banyaknya daripada ayat yang ditafsirkannya, maka memegang dan membawanya dihukumi haram.

Dalam mengantisipasi ini, guru penulis pernah menerangkan bahwa membawa tafsir jika dalam bentuk satuan kitab secara utuh maka tidak masalah meski dalam keadaan berhadats. Karena yakin bahwa jumlah tafsir lebih banyak dibanding ayat yang ditafsirkannya.

Namun jika membawanya dalam bentuk lembaran kertas/satu lembar, hendaknya dalam keadaan suci dari hadats. Karena dikhawatirkan jumlah tafsirnya lebih sedikit dibandingkan jumlah ayat yang ditafsirkannya.

ﻭﺃﻣﺎ ﻓﻲ اﻟﻤﺲ ﻓﺎﻟﻤﻨﻈﻮﺭ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻮﺿﻊ ﻭﺿﻊ ﻳﺪﻩ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻴﻪ اﻟﺘﻔﺴﻴﺮ ﺃﻛﺜﺮ ﺣﻞ ﻭﺇﻻ ﺣﺮﻡ

Artinya: Adapun dalam menyentuhnya (termasuk membawa saat dalam keadaan memiliki hadats) maka apabila tafsirnya lebih banyak dibandingkan ayat yang ditafsirkannya maka tidak mengapa. Sedangkan apabila ayat yang ditafsirkannya justru lebih banyak dari tafsirnya maka hukum menyentuhnya adalah haram.

Baca Juga:  Benarkah Semua Sesajen dalam Pandangan Islam Syirik?

Hal ini juga diperkuat oleh Imam Nawawi dalam kitab Raudhaththaalibin miliknya juz 1 halaman 80:

ﻭﻛﺬا ﻻ ﻳﺤﺮﻡ ﻛﺘﺐ اﻟﺘﻔﺴﻴﺮ ﻋﻠﻰ اﻷﺻﺢ. ﻭﻗﻴﻞ: ﺇﻥ ﻛﺎﻥ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﺃﻛﺜﺮ، ﺣﺮﻡ ﻗﻄﻌﺎ

Artinya: Begitu juga tidak haram (memegang) kitab-kitab tafsir (dalam keadaan berhadats) menurut pendapat ashah. Namun apabila jumlah ayat yang ditafsirkannya lebih banyak dibanding tafsirnya maka jelas haram secara mutlak.

Demikian pembahasan mengenai memegang tafsir dalam keadaan memiliki hadats, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawaab.

Azis Arifin