Bolehkah Wudhu dengan Air yang Terciprati Air Musta’mal?

air musta'mal

Pecihitam.org – Dalam ketentuan thaharah/bersuci, menurut fungsinya air terbagi kedalam dua bagian. Yaitu air suci yang mensucikan dan air suci namun tidak mensucikan. Air suci yang mensucikan disebut juga air mutlak yang jumlahnya ada tujuh. Sedangkan air suci namun tidak mensucikan di antaranya adalah air musta’mal.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats dan najis, seperti air bekas mandi atau wudhu. Air mustakmal yang ukurannya kurang dari dua qullah (setara dengan 270 liter) hukumnya suci namun tidak mensucikan.

Maksudnya, air tersebut tetap dapat dipergunakan untuk keperluan lain selain bersuci. Seperti untuk mencuci pakaian yang tidak mengandung najis, mengepel lantai dan lainnya.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab juz 1 halaman 151, sebagai berikut:

ﻗﺪ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﺃﻥ اﻟﻤﺴﺘﻌﻤﻞ ﻃﺎﻫﺮ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﺑﻼ ﺧﻼﻑ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻤﻄﻬﺮ على اﻟﻤﺬﻫﺐ

Artinya: “Telah kami sampaikan, kami sepakat bahwa air musta’mal hukumnya suci namun tidak mensucikan. Demikianlah pandangan madzhab kami.”

Dengan demikian, jelaslah air musta’mal ini suci namun tidak mensucikan. Perlu ditekankan bahwa air musta’mal ini tidak dapat menyebabkan air mutlak berubah menjadi air musta’mal hanya dengan terciprati olehnya.

Baca Juga:  Istinja Menggunakan Tisu, Bagaimanakah Hukumnya Menurut Islam?

Hal ini sebagaimana dicaturkan oleh Imam Nawawi dalam Raudhatuth Thaalibin juz 1 halaman 12, sebagai berikut:

ﺇﺫا اﺧﺘﻠﻂ ﺑﺎﻟﻤﺎء اﻟﻜﺜﻴﺮ ﺃﻭ اﻟﻘﻠﻴﻞ ﻣﺎﺋﻊ ﻳﻮاﻓﻘﻪ ﻓﻲ اﻟﺼﻔﺎﺕ، ﻛﻤﺎء اﻟﻮﺭﺩ اﻟﻤﻨﻘﻄﻊ اﻟﺮاﺋﺤﺔ، ﻭﻣﺎء اﻟﺸﺠﺮ، ﻭاﻟﻤﺎء اﻟﻤﺴﺘﻌﻤﻞ، ﻓﻮﺟﻬﺎﻥ. ﺃﺻﺤﻬﻤﺎ: ﺇﻥ ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺎﺋﻊ ﻗﺪﺭا ﻟﻮ ﺧﺎﻟﻒ اﻟﻤﺎء ﻓﻲ ﻃﻌﻢ ﺃﻭ ﻟﻮﻥ ﺃﻭ ﺭﻳﺢ ﻟﺘﻐﻴﺮ اﻟﺘﻐﻴﺮ اﻟﻤﺆﺛﺮ، ﺳﻠﺐ اﻟﻄﻬﻮﺭﻳﺔ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻻ ﻳﺆﺛﺮ ﻣﻊ ﺗﻘﺪﻳﺮ اﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺔ، ﻟﻢ ﻳﺴﻠﺐ

Artinya: “Apabila air yang banyak atau air yang sedikit tercampur oleh “air lain” yang memiliki sifat serupa dengannya, seperti air mawar yang sudah tidak beraroma lagi, air yang berasal dari tumbuhan atau seperti air musta’mal, maka dalam hal ini ada dua pendapat. Adapun pendapat yang ashah (pendapat yang kuat dan pendapat yang dipegang) adalah apabila “air lain” tersebut diperkirakan memiliki rasa, warna dan aroma yang dapat memberikan perubahan yang ketara (terlihat dan terasa dengan jelas), maka kesucian air tersebut rusak/terenggut (tidak mensucikan). Namun jika tidak memberikan dampak perubahan pada air tersebut dalam 3 hal yang telah disebutkan, maka airnya tetap dianggap suci dan mensucikan.”

Sederhananya, jika seseorang wudhu sementara air bekas wudhunya terciprat ke wadah tempat air wudhunya tersebut, maka air dalam wadah tersebut tetap suci dan mensucikan.Tidak otomatis menjadi mustakmal, kecuali rasa, warna dan aromanya berubah setelah tercipratinya.

Baca Juga:  Tidak Semua Harus Dituruti, Ini Batasan Anak Taat Kepada Orang Tua

Lalu bisakah air musta’mal dirubah statusnya menjadi air suci dan mensucikan? Jawabannya bisa. Sangat bisa. Caranya adalah dengan menambahkan air terhadapnya sehingga mencapai batas dua qullah.

Sebagaimana Imam Ibnu Hajar al-Haitami mengungkapkannya dalam kitab Tuhfatul Muhtaaj juz 1 halaman 79, sebagai berikut:

(ﻓﺈﻥ ﺟﻤﻊ) اﻟﻤﺴﺘﻌﻤﻞ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﺪﻳﺪ ﻓﺒﻠﻎ (ﻗﻠﺘﻴﻦ ﻓﻄﻬﻮﺭ) ﻭﺇﻥ ﻗﻞ ﺑﻌﺪ ﺑﺘﻔﺮﻳﻘﻪ (ﻓﻲ اﻷﺻﺢ)

Artinya: “Apabila seseorang menyatukan/menambahkan air musta’mal tersebut dengan air yang lain hingga mencapai dua qullah, maka jadi suci dan mensucikan meskipun setelah dipisahkannya menjadi berkurang menurut pendapat yang ashah.”

Umpama, Zaid wudhu menggunakan air keran, yang mana air bekas basuhan anggota wudhunya jatuh ke wadah besar yang terletak di bawahnya.

Baca Juga:  Tips Praktis! Cara Mensucikan Najis di Kasur atau Karpet

Dengan demikian, Zaid tidak dapat menggunakan air dalam wadah tersebut untuk bersuci kecuali jika ia menambahkannya dengan air yang lain, baik air mutlak atau air musta’mal lagi hingga mencapai dua qullah. Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawaab.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *