Pecihitam.org – Zakat terbagi dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan untuk mensucikan jiwa. Zakat ini wajibnya dikeluarkan akhir bulan Ramadhan, awal bulan Syawal sebelum shalat sunnah Idul Fitri. Sedangkan zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan untuk mensucikan harta. Zakat ini wajib dikeluarkan pada saat harta sudah mencapai haul dan nishab.
Kedua macam zakat ini hanya boleh disalurkan ke pihak-pihak tertentu saja sesuai aturan syariat. Pihak-pihak yang berhak menerima zakat disebut mustahiq. Jumlah mustahiq zakat ada delapan golongan. Hal ini berdasarkan firman Allah QS. At-Taubah: 60.
إِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسٰكِينِ وَالْعٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. [QS. At-Taubah: 60]
Dari ayat tersebut, pihak-pihak yang berhak menerima zakat adalah orang fakir (mereka yang tidak dapat menemukan peringkat ekonomi yang dapat mencukupi mereka), orang miskin (mereka yang sama sekali tidak dapat menemukan apa-apa yang dapat mencukupi mereka), amil zakat/petugas zakat (orang yang bertugas menarik zakat, yang membagi-bagikannya, juru tulisnya, dan yang mengumpulkannya), mu’alaf (orang yang masuk agama Islam agar keislamannya semakin mantap), hamba sahaya (yang berstatus mukatab), orang-orang yang memiliki utang (bukan berutang untuk maksiat atau sudah tobat atau melunasi utang orang lain), sabilillah (berjuang di jalan Allah tanpa ada yang membiayainya meski ia berkecukupan) dan ibnu sabil (orang yang mrelakukan perjalanan yang kehabisan bekal).
Hanya saja, dalam ketentuan lebih lanjut tidak serta merta zakat disalurkan terhadap mustahiq di atas dengan pemamahan sederhana. Untuk lebih jelasnya, para ulama sudah menuturkannya dalam kitabnya masing-masing.
Namun yang menjadi persoalan adalah bolehkah zakat diberikan kepada anak dan orang tua kandung sendiri dengan alasan ia adalah seorang yang miskin?
Imam Nawawi dalam Majmu Syarh Muhadzdzab juz 6 halaman 229, sebagai berikut:
ﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻹﻧﺴﺎﻥ ﺃﻥ ﻳﺪﻓﻊ ﺇﻟﻰ ﻭﻟﺪﻩ ﻭﻻ ﻭاﻟﺪﻩ اﻟﺬﻱ ﻳﻠﺰﻣﻪ ﻧﻔﻘﺘﻪ ﻣﻦ ﺳﻬﻢ اﻟﻔﻘﺮاء ﻭاﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻟﻌﻠﺘﻴﻦ (اﺣﺪاﻫﻤﺎ) ﺃﻧﻪ ﻏﻨﻲ ﺑﻨﻔﻘﺘﻪ (ﻭاﻟﺜﺎﻧﻴﺔ) ﺃﻧﻪ ﺑﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻳﺠﻠﺐ ﺇﻟﻰ ﻧﻔﺴﻪ ﻧﻔﻌﺎ ﻭﻫﻮ ﻣﻨﻊ ﻭﺟﻮﺏ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﺪﻓﻊ ﺇﻟﻰ ﻭﻟﺪﻩ ﻭﻭاﻟﺪﻩ ﻣﻦ ﺳﻬﻢ اﻟﻌﺎﻣﻠﻴﻦ ﻭاﻟﻤﻜﺎﺗﺒﻴﻦ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻣﻴﻦ ﻭاﻟﻐﺰاﺓ ﺇﺫا ﻛﺎﻧﺎ ﺑﻬﺬﻩ اﻟﺼﻔﺔ ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺳﻬﻢ اﻟﻤﺆﻟﻔﺔ اﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻤﻦ ﻳﻠﺰﻣﻪ ﻧﻔﻘﺘﻪ
Artinya: Ashab kami berkata : “Seseorang tidak diperbolehkan memberikan/mengeluarkan zakat kepada anaknya, tidak juga pada orang tuanya yang mana mereka adalah orang-orang yang wajib dinafkahi olehnya. Ketidakbolehan ini apabila kedua pihak tersebut (orang tua dan anak) dikategorikan sebagai fakir dan miskin. Hal ini setidaknya disebabkan karena dua alasan, pertama, mereka adalah orang yang cukup dengan nafkah darinya. Kedua, jika zakat dikeluarkan kepada mereka maka muzakki mendapatkan manfaat yang dapat mencegah wajibnya ia memberikan nafkah terhadap mereka”.
Ashab kami berkata: “Zakat boleh dikeluarkan/diberikan kepada anak dan orang tua apabila mereka dikategorikan sebagai amil zakat, hamba sahaya mukatab (zaman sekarang sudah tidak ada), orang yang memiliki utang apabila mereka memang masuk kedalam kategori tersebut. Namun berzakat tidak diperbolehkan kepada mereka jika dikategorikan sebagai mualaf, jika mereka merupakan pihak yang wajib dinafkahi.
Jadi, zakat boleh diberikan kepada anak dan orang tua kandung yang mana mereka menjadi tanggungan kita dalam menafkahinya. Namun, mereka harus dikategorikan sebagai petugas zakat, orang yang memiliki utang dan hamba sahaya mukatab. Jika tidak dikategorikan selain yang demikian, maka tidak boleh.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawaab.
- Pembubaran FPI dan Nasib Masa Depan Indonesia - 08/01/2021
- Pembagian Najis dan Cara Mensucikannya, Kamu Harus Tahu - 25/10/2020
- Kritik Imam al Ghazali Terhadap Pemikiran Para Filsuf (Part 2) - 11/10/2020