21 Juni Adalah Hari Wafatnya Bung Karno, Inilah Kisah Perjalanan Hidup Sang Proklamator

Bung Karno

Pecihitam.org– Bung Karno, itulah nama populer dari bapak bangsa ini. Selain sebagai  proklamator dan Presiden Indensia pertama, beliau juga dikenal sebagai orator ulung yang mampu menggetarkan ribuan orang yang mendengar orasinya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Presiden pertama ini memimpin Indonesia mulai tahun 1945 hingga 1967. Bung Karno meninggal pada 21 Juni 1970 di usianya yang ke-69 tahun dengan berbagai jasa peninggalannya.

Daftar Pembahasan:

Biodata Ir. Soekarno

Biografi Bung Karno
Nama LengkapSoekarno
Nama KecilKoesno Sosrodihardjo
Sapaan AkrabBung Karno atau Pak Karno
AgamaIslam
GelarPahlawan Nasional
Tempat LahirSurabaya
Tanggal Lahir6 Juni 1901
WafatJakarta, 21 Juni 1970
DimakamkanBlitar, Jawa-Timur
Warga NegaraIndonesia
AyahRaden Soekemi Sosrodiharjo
IbuIda Ayu Nyoman Rai
IstriFatmawati, Hartini, Haryati Heldy Djafar, Inggit Garnasih, Kartini manoppo, Oetari, Ratna Sari Dewi, Yurike Sanger
AnakMegawati Soekarno Putri, Mohammad Guruh Irianto Soekarno Putra, Rachmawati Soekarno Putri, Sukmawati Soekarnoputri, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, Totok Suryawan, Kartika Sari Dewi Soekarno, Ayu Gembirowati, Rukmini Soekarno, Guntur Soekarnoputra
PendidikanPendidikan sekolah dasar di Eerste Inlandse School, Mojokerto
Pendidikan sekolah dasar di Europeesche Lagere School (ELS), Mojokerto (1911)
Hoogere Burger School (HBS) Mojokerto (1911-1915)
Technische Hoge School, Bandung (sekarang berganti nama menjadi Institut Teknologi Bandung) (1920)

Masa Kecil: Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan Dasar

Bung Karno Kecil

Soekarno dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 9 Juni 1901. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai yang masih merupakan bangsawan Bali.

Awalnya ia bernama Kusno Sosrodihardjo. Namun ketika berumur lima tahun, namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.

Nama tersebut terinspirasi dari seorang panglima perang dalam kisah Bhatara Yudha,yaitu Karna. Nama Karna kemudian menjadiKarno, karena dalam dialek orang Jawa huruf adibaca o. Sedangkan awalan su memiliki arti baik.

Semasa kecilnya, beliau tidak tinggal bersama orang tuanya yang berada di Blitar. Beliau tinggal bersama kakeknya yang bernama Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Soekarno kecil bahkan sempat bersekolah di sana walaupun tidak sampai selesai, karena ikut orang tuanya pindah ke Mojokerto.

Baca Juga:  Ini Warisan Kiai Sahal dalam Fikih Sosial Yang Wajib Kita Pelajari

Di Mojokerto, Soekarno kemudian sekolah di Eerste Inlandse School, di mana ayahnya juga bekerja di sana sebagai guru. Namun, lagi-lagi ia dipindahkan pada tahun 1911 ke Europeesche Lagere School (ELS), yang setingkat sekolah dasar. Dari situ, beliau dipersiapkan masuk ke Hogere Burger School (HBS) di Surabaya.

Masa Muda: Pendidikan Lanjutan dan Penempaan Diri

Bung Karno Muda

Saat sekolah di HBS, Soekarno kemudian tinggal di rumah H.O.S Cokroaminoto, pendiri Sarekat Islam (SI). Di rumah inilah, Soekarno muda mulai belajar berorasi meskipun cenderung ia lakukan sendiri di depan cermin dalam kamarnya.

Dari sinilah, bakatnya sebagai orator mulai terasah. H.O.S Cokroaminoto adalah guru yang dikagumi orasinya oleh Soekarno. Pernah di suatu kesempatan, Soekarno mengenang kemampuan menghopnisis orasi gurunya itu, “Suara Cokro ketika berpidato  seperti nyanyian burung kenari”.

Soekarno memang banyak belajar dari H.O.S Cokroaminoto. Ia sering diajak menemani mengahdiri rapat-rapat akbar. Dari pengalaman itu, Soekarno muda banyak belajar dari gaya pidato Cokroaminoto.

Kepiawainannya berorasi juga ditopang oleh kegemarannya membaca buku. Dengan begitu, ia bisa menyelami pemikiran-pemikiran besar dunia, seperti filsafat Yunani, revolusi Prancis,  gerakan buruh Inggris dan lain sebagainya. Praktis semua itu, membuatnya tidak kekurangan bahan dan kosa kata dalam orasinya yang memukau.

Pada tahun 1921 setelah lulus dari HBS, Soekarno muda kemudian pindah ke Bandung dan tinggal di rumah Haji Sanusi. Di sini Soekarno kemudian akrab dengan Douwes Dekker, Tjiptomangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara.
Soekarno kemudian masuk ke Technische Hoogeschool (THS) Jurusan Teknik Sipil.

Baca Juga:  Syeikh Mahfudz At Tarmasi, Ulama Nusantara Peraih Ijazah Imam Bukhari

Technische Hoogeschool (THS) kelak berubah menjadi ITB (Institut Teknologi Bandung) seperti sekarang. Soekarno sempat berhenti kuliah setelah dua bulan masuk di THS. Namun di tahun 1922, ia mendaftar lagi dan kemudian lulus pada tanggal 25 Mei 1926 dengan gelar Ir (Insinyur).

Masa Dewasa: Orgnisasi dan Karier

Bung Karno PNI

Tamat dari THS, Soekarno mendirikan Biro Insinyur tahun 1926 bersama Ir. Anwari yang mengerjakan desain dan rancang bangunan. Ia juga bekerja sama dengan Ir. Rooseno merancang dan membangun rumah.

Selama di Bandung, Soekarno mendirikan Algemeene Studie Club (ASC) yang kemudian menjadi cikal bakal dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berdiri pada tanggal 4 Juli 1927.

Tujuan dari pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI) adalah agar bangsa Indonesia bisa merdeka dan terlepas dari jajahan Belanda.

Menjadi Presiden: Proklamsi dan Orasi Pengantar yang Menggentarkan

Presiden Soekarno

Setelah melalui perjalanan panjang berliku, tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan hari bersejarah bagi Indonesia. Pada hari inilah, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Selain itu, momen ini juga menjadi saksi sejaarah akan orasi Soekarno yang menggetarkan.

Waktu itu, sebelum membaca naskah Proklamasi, Soekarno menyampaikan pidato pengantar yang menggetarkan dengan pesan yang sangat kuat dan mendalam.

Berikut adalah naskah lengkap pidato lengkap dan pembacaan naskah Proklamasi oleh Presiden Soekarno yang didampingi Wapres Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945.

Saudara-saudara sekalian!
Saya telah minta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa maha-penting dalam sejarah kita.
Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang, untuk kemerdekaan tanah air kita bahkan telah beratus-ratus tahun!
Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita.
Juga di dalam zaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-hentinya.
Di dalam zaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka, tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga sendiri, tetapi kita percaya kepada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil sikap nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya.
Maka kami, tadi malah telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawarahan itu seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara!
Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17 Agustus 1945
Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta

Begitulah Bung Karno, seorang orator ulung yang diakui tidak hanya oleh Indonesia, tetapi juga oleh dunia internasional.

Baca Juga:  Kecerdasan Syekh Said Ramadhan Al-Buthi Membuat "Gerah" Salafi Wahabi

Presiden Amerika yang semasa dengannya, Richard M. Nixon termasuk orang yang mengagumi orasi Bung Karno yang memukau itu.

Dia pernah mengatakan: “Ketika berada di Indonesia, saya pernah menyaksikan Soekarno berpidato di depan rapat raksasa. Ia memukau seluruh pendengarnya lebih dari satu jam, dan mengakhiri pidatonya dengan berulang-ulang mengumandangkan pekik ‘merdeka!’ yang khidmat dan menggetarkan. Massa menjawabnya ‘merdeka!’ berulang kali pula sampai akhirnya berubah menjadi hiruk-pikuk histeris yang tidak dapat dipercaya.”

Kita patut meneladani proses penempaan diri yang beliau lalui hingga bisa menjadi orator ulung, sebagiamana ia dikenal.

Kegemarannya membaca, semangatnya yang luar biasa dan latihan yang tiada henti, itulah yang membuatnya menjadi seorang orator yang hebat.

Pernah di suatu malam di rumah H.O.S Cokroaminoto, Soekarno mengatraksikan pengadilan rakyat dalam kamarnya, seoalah-olah ia benar-benar memimpin pengadilan sungguhan.

Sambil berdiri di atas mejanya yang goyah, ia terbawa perasaan dan berteraik, sehingga penghuni kamar lain terbangun dan mengintip Soekarno yang sedang belajar orasi.

Itulah kegigihan Bung Karno yang patut diteledani, sehingga kelak ia benar-benar menjadi orator  yang membuat pendengarnya tidak beranjak dari tempatnya walupun diguyur hujan.

Faisol Abdurrahman