Cara Shalat di Atas Kendaraan, Begini Ketentuannya

cara shalat di atas kendaraan

Pecihitam.org – Segala bentuk kegiatan manusia saat ini tentu saja tidak lepas dari transportasi. Saat ini kendaraan sudah menjadi keperuan ketika seseorang akan beraktifitas baik untuk urusuan pekerjaan ataupun urusan lainnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bagi umat muslim tentu saja mempunyai permasalahan ketika dalam perjalanan, yaitu ketika telah datang waktu sholat untuk melaksanakan kewajiban sholat fardhu, namun ia masih berada di dalam kendaraan dalam suatu perjalanan.

Dan ketika ingin turun dari kendaraan pun menghadapi kendala-kendala tertentu, sehingga dalam keadaan seperti ini shalat dilakukan di atas kendaraan. Lalu bagaimana hukum dan cara melaksanakan shalat di atas kendaraan tersebut?

Menurut Abu Bakar Al-Hishni yang di nyatakan dalam kitabnya yaitu, Kifayatul Ahyar mengatakan :

يجوز للْمُسَافِر التنقل رَاكِبًا وماشياً إِلَى جِهَة مقْصده فِي السّفر الطَّوِيل والقصير على الْمَذْهَب

Artinya : “Di perbolehkan bagi seseorang yang sedang melakukan perjalanan baik berkendara atau berjalan kaki untuk melakukan sholat Sunnah dengan menghadap ke arah tempat tujuannya, di dalam perjalanan yang panjang (yang di perbolehkan mengqasar sholat) dan di dalam perjalanan yang pendek ( yang tidak di perbolehkan mengqasar sholat) menurut pendapat yang di pegangi Madzhab (Syafi’i).” ( Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Ahyar [Damaskus: Darul Basyair] 2001, Juz 1, halaman.125)

Pendapat Abu Bakar Al-Hishni tersebut di atas sesuai dengan hadist shahih berikut:

يجوز للمسافرالتنقل راكبا وما شيا الى جهة مقصده في السفر الطويل والقصير على المذهب

“Dari Jabir bin Abdillah ra bahwa Rasulullah SAW sholat di atas kendaraannya, menghadap kemana pun kendaraannya itu menghadap. Namun bila sholat fardhu, beliau turun dan sholat menghadap kiblat.” ( HR. Bukhori)

Hadist tersebut menjelaskan tentang kebolehan shalat menghadap mana saja ketika diatas kendaraan. Sebagaimana Rasulullah SAW ketika shalat diatas kendaraannya yaitu di atas punggung unta, beliau tidak menghadap ke arah kiblat, melainkan menghadap ke arah mana saja unta itu berjalan.

Baca Juga:  Masbuk dalam Sholat Jenazah, Bagaimanakah Ketentuannya?

Namun, yang paling penting dari hadist ini adalah bahwa Rasulullah SAW tidak melakukan sholat fardhu yang lima waktu di atas punggung unta. Rasulullah SAW melakukan sholat di punggung unta hanya ketika beliau melakukan sholat Sunnah saja. Namun ketika akan melaksanakan sholat fardhu maka Rasulullah SAW turun dari kendaraannya dan sholatnya tetap menghadap ke arah kiblat.

Jadi, seorang muslim dapat melakukan shalat Sunnah di atas kendaraan dengan cara menghadap ke arah mana saja kendaraan tersebut menghadap. Selain itu seorang yang melaksanakan shalat Sunnah di atas kendaraan maka di perbolehkan untuk tidak dengan berdiri, dan melakukannya dengan keadaan duduk meskipun dalam keadaan yang memungkinkan untuk ia berdiri.

Karena kewajiban untuk berdiri ketika sholat hanyalah berlaku untuk sholat fardhu saja, selain itu maka sholat Sunnah boleh dilakukan dalam keadaan duduk meskipun seorang itu tidak dalam keadaan udzur sekalipun.

Sedangkan shalat wajib tidak bisa dilakukan di atas kendaraan kecuali bila dilakukan dengan cara sempurna sebagaimana mestinya shalat itu dilakukan. Ini bisa dipahami dari kalimat bahwa Rasulullah turun dari untanya ketika hendak melakukan shalat fardlu.

Turunnya Rasulullah dari kendaraan yang ditungganginya itu dimaksudkan agar beliau dapat melakukan shalat fardlu sebagaimana mestinya, yakni dengan menghadap kiblat, berdiri, ruku’ dan sujud secara benar

Sebagaimana Rasulullah SAW memerintahkan kepada Ja’far bin Abi Thalib untuk melaksanakan sholat di atas kapal atau perahu ketika dalam perjalanan hijrah menuju Negeri Habasyiah dengan berdiri:

Baca Juga:  Puasa Daud; Hukum dan Keutamaan Menjalankannya

عن جا بر كان رسول الله يصلي علي راحلته حيث توجهت فاذاارادالفريضة نزل فا ستقبل القبلة

“Bahwa Nabi SAW memerintahkan Ja’far bin Abi Thalib untuk sholat di atas kapal laut dengan berdiri selama tidak takut tenggelam.” (HR. Al-Bazzar)

Jadi, berdasarkan hadist diatas maka bila seseorang berada dalam suatu perjalanan dan ingin melaksanakan sholat fardhu sedangkan tidak memungkinkan untuk melaksanakannya diatas kendaraan maka ia harus turun dari kendaraannya dan melaksnakan sholat fardhunya di atas tanah.

Saat ini banyak orang yang mempunyai kendaraan pribadi sehingga ia dapat turun dari kendaraannya untuk melaksanakan sholat fardhu sebagaimana mestinya. Ketika berada dalam kereta api, kapal ataupun pesawat pun masih dapat di mungkinkan untuk melaksnakan sholat fardhu dengan berdiri dan menghadap ke kiblat.

Namun apabila yang di tumpangi adalah kendaraan umum seperti bus atau angkutan umum lainnya maka kemungkinan kecil untuk melaksanakan sholat fardhu di atas kendaraan dengan semestinya . Maka yang dapat ia lakukan adalah Sholat li hurmati waqti (melaksanakan sholat sekedar untuk menghormati waktu sholat).

Sholat li hurmatil waqti hanya berlaku bagi orang-orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sholat secara sempurna, misalnya kesulitan untuk menemukan air atau debu untuk bersuci, tidak dapat menghadap kea rah kiblat, tidak dapat berdiri, rukuk dan sujud seperti yang seharusnya di lakukakan.

Namun, bagi seorang yang melakukan sholat lil hurmatil waqti tersebut maka harus mengulangi sholatnya kembali ketika sudah dalam keadaan yang di mungkinkan untuk melaksanakan sholat secara sempurna. Seperti yang di kemukakan oleh Imam Nawawi dalm kitab Majmu’ berikut:

قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَوْ حَضَرَتْ الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ وَهُمْ سَائِرُونَ وَخَافَ لَوْ نَزَلَ لِيُصَلِّيَهَا عَلَى الْأَرْضِ إلَى الْقِبْلَةِ انْقِطَاعًا عَنْ رُفْقَتِهِ أَوْ خَافَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ لَمْ يَجُزْ تَرْكُ الصَّلَاةِ وَإِخْرَاجُهَا عَنْ وَقْتِهَا بَلْ يُصَلِّيهَا عَلَى الدَّابَّةِ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ وَتَجِبُ الْإِعَادَةُ لِأَنَّهُ عُذْرٌ نَادِرٌ

Baca Juga:  Jual Beli Barang Inden, Bagaimana Hukumnya?

“Para sahabat kami berpendapat, bila telah tiba waktu sholat fardlu sementara mereka dalam perjalanan dan apabila harus turun untuk melaksanakan sholat diatas tanah dan menghadap kea rah kiblat di khawatirkan akan tertinggalan oleh rombongannya sendiri atau hartanya, maka tidak di perbolehkan baginya untuk meninggalkan sholat dan mengeluarkan dari waktunya. Ia harus sholat di atas kendaraannya untuk menghormati waktu sholat dan wajib untuk mebulanginya (jika telah memungkinkan), karena itu merupakan udzur yang jarang terjadi.” ( Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab)

Jadi, melaksnakan sholat dalam kendaraan hanya berlaku untuk sholat Sunnah saja. Sedangkan untuk sholat fardhu maka di haruskan untuk turun dari kendaraan dan melaksanaknnya di atas tanah. Namun apabila dalam keadaan yang tidak memungkinkan maka boleh melaksanakan sholat lil hurmatil waqti, namun wajib mengulangi sholat fardhu nya kembali ketika sudah dalam keadaan yang memungkinkan.

Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik