Cheng Ho; Misionaris Islam Pendidik Akulturasi di Indonesia

Cheng Ho; Misionaris Islam Pendidik Akulturasi di Indonesia

Pecihitam.org – Sejarah pertautan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari berbagai pengaruh bangsa lain, mulai dari Timur Tengah hingga daratan China. Semuanya memiliki gagasan yang kuat meneropong perjalanan bangsa yang disebut oleh ulama pendahulu sebagai negara toyyibah. Perjalanan Islam dan islamisasi di negeri ini begitu kuat jika digali dari pendekatan kebudayaan. Salah satunya adalah China.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kebangsaan Tiongkok China telah menancapkan sebuah entitas historis yang dalam ketika membicarakan penyebabran Islam di Nusantara, khususnya di tanah Jawa sekitar abad 13 hingga 14 Masehi. Lewat agenda penjelajahan laut di masa Dinasti Ming.

Kaisar ke tiga yang bernama Kaisar Yongle memerintahkan seorang Kasim Muslim bernama Cheng Ho untuk berlayar mengelilingi beragai belahan dunia, salah satunya adalah di lautan Nusantara dalam agenda pemantapan garis sutra kekuatan ekonomi Tiongkok di Asia Tengah hingga Asia Tenggara. Setelah mendapat perintah itu, Tentara berpangkat Laksamana ini melakukan penjelajahan laut hingga tiba di Tanah Jawa.

Laksamana Cheng Ho lahir di Kunyang Provinsi Yuan pada tahun 1371 dari pasangan Ma Hazhi (Ayah) dan Wen (Ibu). Dari garis nasab ayahnya, Cheng Ho merupakan Etnis Hui.

Hingga meninggal dunia pada 1431, Cheng Ho telah menghabiskan nyaris sebagian umurnya untuk berlayar mengelilingi belahan dunia, tercatat sampai 37 negara.

Baca Juga:  Prof. Dr. KH. Suryadi, Pemikir Hadis dan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga

Misi Islamisasi

Dalam beberapa artikel menyebutkan bahwa selain agenda menguatkan jalur sutra perdagangan Tiongkok, Cheng Ho juga melakukan beberapa agenda misi Islamisasi.

Itu dapat dicek dalam pelayaran pertama Laksamana Cheng Ho pada tahun 1405 dan ke tiga di tahun 1413, salah satunya ke wilayah Jawa. Dalam tujuan ke tanah Jawa, Cheng Ho membawa sejumlah alim ulama untuk ditugaskan membantu proses Islamisasi di tanah Jawa.

Sumanto Al Qurtubi dalam bukunya ‘Arus Cina Islam Jawa’ (2005), dalam pelayaran itu, Laksamana Cheng Ho membawa 62 Kapal Besar, 225 Kapal Kecil, dan 27.550 orang yang terdiri dari perwira, prajurit, politisi, juru tulis, pembuat peta, tabib, astronom, ahli bahasa, ahli geografi, dan ahli agama. Laksamana Cheng Ho kemudian menapaki beberapa wilayah Jawa.

Penjelajahan Laksamana bermarga San Pao di tanah Jawa disambut hangat oleh penduduk yang juga telah banyak menganut agama Islam. Cheng Ho kemudian menjelajahi pesisir Jawa yang dimulai dari Sunda Kelapa, Cirebon, Semarang, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, hingga Surabaya.

Cheng Ho kemudian menempatkan sejumlah ahli agama yang dibawa. Dua orang Ulama yang paling terkenal itu yakni Syekh Quro, Syekh Bentong , hingga Syekh Nur Jati yang tidak lain adalah guru dari Raden Walangsungsang yang tidak lain adalah putra Prabu Siliwangi.

Baca Juga:  Biografi Abu Nasir Muhammad al Farabi Sang Tokoh Filosof Islam

Dari 3 ulama besar orang terdekat sang laksamana ini, Islamisasi di tanah Jawa makin massif hingga ke zaman penyebaran Islam oleh sembilan Wali (Wali Songo).

Dalam perjalannya, metode Islamisasi yang berkembang terus melekatkan pada metode pendekatan Kebudayaan. Ini tidak lain juga merupakan model atau metode Islamisasi sang Misionaris Islam Laksamana Cheng Ho.

Akulturasi Budaya

Jejak penapakan sang Laksamana yang sangat menghargai kebudayaan ini kemudian menginspirasi banyak orang perihal memposisikan identitas Kebudayaan dalam bingkai Islam.

Hasilnya, sampai saat ini, banyak mesjid yang berdiri di Indonesia menggunakan namanya sebagai bentuk refleksi mengingat nama besar Kasim Tiongkok itu. Mesjid yang berdiri pun selalu mengidentifikasikan beragam kebudayaan.

Bahkan, di daerah yang tidak pernah dipijak oleh laksamana punpun berdiri mesjid gagah yang diberi nama Mesjid Muhammad Laksamana Cheng Ho seperti yang ada di Kota Makassar dan di Kabupaten Gowa.

Akulturasi kebudayaan dalam bangunan mesjid yang berlokasi di Jalan Tun Abdul Razak, kabupaten Gowa misalnya. Dalam keterangan yang didapatkan, Mesjid yang dikelola oleh Persatuan Islam Tionghoa Makassar (PITI) Kota Makassar, mesjid ini didirikan pada 11 November 2011. Masjid berukuran 24 kali 24 meter ini menunjukan 3 entitas kebudayaan yakni China, Arab, dan Makassar.

Baca Juga:  Mengenal Muqatil bin Sulaiman dan Karya-karyanya

Dalam identitas China, Mesjid ini menggunakan atap berbentuk bangunan China yakni Paqwa atau dalam bahasa Indonesia disebut segi delapan. Untuk Arab sendiri, mesjid ini mengidentifikasikan dengan penggunaan Kuba yang tidak lain merupakan identitas bangunan rumah ibadah di Arab. Dan yang terakhir yakni Kebudayaan Makassar dengan identifikasi istilah Sula Pappa (segi empat) yang dijadikan sebagai dasar bentuk bangunan.

Begitulah tulisan singkat yang secara tidak langsung menegasikan bahwa Laksamana Cheng Ho masuk ke Indonesia tidak hanya meninggalkan perjalanan sejarah Islamisasi, namun juga menacapkan pesan penting perihal posisi Islam yang tidak kaku memposisikan kebudayaan. Al hasil, Islam menghejawantahkan akulturasi secara mendalam.