Utsman bin Affan pun Menangis Ketika Disebutkan Dahsyatnya Alam Kubur

Utsman bin Affan pun Menangis Ketika Disebutkan Dahsyatnya Alam Kubur

PECIHITAM.ORG – Manusia di alam dunia hakikatnya adalah pengembara sebelum berpulang ke alam akhirat, kehidupan sebenarnya yang kekal. Namun ketika meninggalkan dunia, manusia tidak langsung menuju alam akhirat melainkan ia masih harus melalui dahsyatnya alam kubur.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Alam kubur sering juga disebut sebagai alam barzakh (persinggahan) Karena posisinya sebagai perantara antara alam dunia yang fana dengan alam akhirat yang baka.

Alam kubur sungguh sangat dahsyat, karena alam kubur merupakan gambaran dari kehidupan yang akan dijalani oleh seorang hamba kelak di akhirat. Bagi orang yang baik, maka kubur baginya seolah-olah adalah taman dari taman-taman surga. Tetapi bagi mereka yang mati dalam keadaan buruk, maka kubur baginya adalah seperti jurang dari jurang-jurang neraka.

Begitulah saking dahsyatnya alam kubur. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda

الْقَبْرُ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ أَوْحُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِالنِّيْرَانِ

“Kubur itu bisa menjadi taman dari taman-taman surga atau jurang dari jurang-jurang neraka”

Mengenai dahsyatnya alam kubur, ada cerita penuh pelajaran bagi kita tentang Usman bin Affan. Konon apabila dituturkan tentang alam kubu, beliau menangis, padahal ketika disebutkan dahsyatnya hari kiamat dan sarannya neraka beliau tidak menangis.

Hingga ada yang bertanya, “Mengapa demikian, wahai Amirul Mukmini?” Usman menjawab, “Apabila aku berada di neraka, aku tinggal bersama orang lain, pada hari kiamat aku bersama orang alin, namun apabila aku berada di kubur, aku hanya seorang diri.”

Kunci kubur dipegang oleh Israfil, dialah yang membuka pada hari kiamat dan ia berkata, “Barangsiapa yang dunia sebagai penjaranya, maka kuburnya adalah surganya. Barangsiapa yang dunianya adalah surganya, amka kuburnya dalah penjaranya. Barangsiapa kehidupannya diikat oleh dunia, maka kematian merupakan pembebasannya. Dan barangsiapa meinggalkan bagiannya didunia, maka ia akan memperolehnya di akhirat.”

Ia berkata, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya, membuat ridha Tuhan sebelum bertemu dengan-Nya dan memakmurkan kubur sebelum memasukinya.”

Baca Juga:  Bolehkah Perempuan Adzan? Ini Penjelasannya Menurut Madzhab Syafi'i

Kisah lain yang patut jadi renungan agar kita lebih mempersiapkan diri menghadapi dahsyatnya alam kubur, adalah cerita tentang Hasan Al-Bashri, seorang tabiin ahli sufi yang terkenal itu.

Diceritakan suatu ketika Hasan Al-Basri sedang duduk di pintu rumah, tiba-tiba lewat jenazah seorang laki-laki, di belakangnya banyak orang, sedang di bawah jenazah berjalan seorang anak perempuan dengan rambut terurai sambil menangis.

Imam Hasan Al-Bashri pun mengikut jenazah. Sedangkan anak perempuan yang di bawah jenazah itu berkata, “Hai bapakku, mengapa tiba hari yang semacam ini dalam hidupku?” Al-Hasan pun berkata kepada anak perempuan itu, “Tidak akan datang lagi hari yang seperti ini kepada ayahmu.”

Hasan Al-Bashri pun menshalati jenazah tersebut, lalu pulang.

Keesokan hari, Hasan Al-Bashri pergi ke masjid untuk salat subuh. Setelah duduk di pintu rumah, tiba-tiba ia melihat anak perempuan yang dilihat kemarin lewat sambal menangis dan berziarah menuju makam ayahnya.

Al-Hasan berkata, “Sesungguhnya anak perempuan ini cerdas, sebaiknya kuikuti dia, barangkali ia akan mengucapkan perkataan yang bermanfaat bagiku.”

Al-Hasan mengikuti anak itu. Ketika ia tiba di makam ayahnya, Al-Hasan bersembunyi. Anak perempuan itu memeluk makan sang ayah dan meletakkan pipi di atas tanah seraya berkata, “Wahai ayahku, bagaimana engkau tinggal di dalam kegelapan makam seorang diri tanpa lampu maupun penghibur?”

“Wahai ayahku, kemarin malam kunyalakan lampu untukmu, siapakah yang menyalakan lampu bagimu tadi malam?”

“Wahai ayahku, kemarin malam kuhamparkan alas tidur bagimu, siapakah yang menghamparkan alas tidur bagimu tadi malam?”

“Wahai ayahku, kemarin malam kupijit kedua tangan dan kakimu, siapakah yang memijitmu tadi malam?”

“Wahai ayahku, kemarin malam kubalik tubuhmu dari satu sisi ke sisi yang lain. Siapakah yang membalikmu tadi malam?”

Baca Juga:  Menjawab Tuduhan Salafi Wahabi Bahwa Ayah Rasulullah di Neraka

“Wahai ayahku, kututupi anggota-anggota badanmu yang terbuka kemarin malam, siapakah yang menutupimu tadi malam?”

“Wahai ayahku, kuberi engkau minuman, siapakah yang memberimu minuman tadi malam?”

“Wahai ayahku, kemarin malam engkau memanggil kami dan kami menjawab panggilanmu. Siapakah yang engkau panggil tadi malam dan siapakah yang menjawab panggilanmu?”

“Wahai ayahku, kemarin malam kuberi engkau makanan ketika engkau ingin makan, apakah tadi malam engkau menyukai makanan dan siapakah yang memeberimu makanan?”

“Wahai ayahku, kemarin malam aku memasak macam-macam makanan untukmu. Siapakah yang memasak makanan untukmu tadi malam?”

Al-Hasan pun menangis dan menampakkan diri kepada anak perempuan itu dan berkata, “Wahai anakku, janganlah engkau mengucapkan kata-kata ini, akan tetapi katakanlah.

“Wahai ayahku, kami telah menghadapkanmu ke arah kiblat. Apakah engkau tetap demikian ataukah telah dihadapkan ke tempat lain?”

“Wahai ayahku, kami telah mengkafanimu dengan kafan terbaik. Apakah tetap begitu ataukah kafan itu telah ditinggalkan darimu?”

“Wahai ayahku, kami meletakkan badanmu di dalam kubur dalam keadaan utuh. Apakah engkau tetap begitu ataukah engkau telah dimakan cacing?”

“Wahai ayahku, para ulama berkata bahwa kubur itu dilapangkan bagi sebagian manusia dan disempitkan bagi sabgian yang lain. Apakah kubur itu terasa sempit bagimu ataukah terasa lapang?”

“Sesungguhnya para ulama berkata, bahwa sebagian mereka diganti kafannya dengan kafan dari surga dan sebagian lainnya diganti dengan kafan dari neraka. Apakah kafanmu diganti dengan kafan dari neraka atau dari surga?”

“Wahai ayahku, sesungguhnya para ulama berkata, bahwa kubur itu bisa merupakan salah satu taman surga atau salah satu jurang neraka.”

“Wahai ayahku, sesungguhnya para ulama berkata, bahwa kubur itu memeluk sebagian penghuninya seperti ibu yang penuh kasih sayang dan bisa membenci serta menghimipt sebagian manusia hingga tertindih tulang-tualng rusuk mereka. Apakah kubur ini memelukmu atau membencimu?”

Baca Juga:  Bagaimanakah Perihal Mempelajari Ilmu Kalam Menurut Imam Al-Ghazali? Inilah Pandangan Sang Hujjatul Islam

“Wahai ayahku, para ulama berkata, bahwa siapa yang diletakkan dalam kubur, bila ia seorang yang bertakwa ia pun menyesal karena kurang banyak berbuat kebaikan dan bila ia seorang berdosa ia menyesal mengapa telah melakukan kemaksiat. Apakah engkau menyesal atas dosa-dosamu atau karena sedikitnya kebaikanmu?”

“Wahai ayahku, biasanya waktu aku memanggilmu, tentu engkau menjawab panggilanku. Dan telah lama aku memanggilmu di atas kuburmu, tapi mengapa aku tidak mendengar suaramu?”

“Wahai ayahku, engkau telah pergi dan aku tidak bisa berjumpa denganmu hingga hari kiamat. Ya Allah, janganlah engkau haramkan kami dari pertmuan dengannya di hari kiamat.”

Kemudian anak perempuan itu berkata, “Hai Hasan, alangkah baiknya perkataan yang engkau ucapkan untuk ayahku dan alangkah baiknya nasihatmu kepadaku dan peringatanmu terhadap orang-orang yang lalai.”

Setelah itu, pulanglah anak perempuan itu bersama Hasan Basri sambal menangis.

Subhanallah! Begitu menyentuh kalam hikmah dari Hasan Al-Bashri dan seorang anak perempuan cerdas yang ayahnya meninggal ini.

Selain kisah di atas, masih banyak lagi kisah ataupun kalam hikmah, baik dari sahabat maupun tabiin akan pentingnya kita mengingatkan mati dan mempersiapkan bekal di alam kubur. Tapi semoga dua kisah di atas cukup bagi kita untuk tidak melalaikannya. Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayah-nya kepada kita. Amin!

Faisol Abdurrahman