Definisi Illat dan Penggalian Hikmah Mengqashar Shalat Melalui Metode Illat

Definisi Illat dan Penggalian Hikmah Mengqashar Shalat Melalui Metode Illat

Pecihitam.org- Dalam sebuah penggalian hukum dan hikmah, illat sangat mempunyai peranan penting, termasuk dalam hal qashar shalat. Dalam kajian ini ulama memiliki beberapa definisi mengenai illat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di antaranya adalah didefinisikan sebagai suatu sifat yang menjadi dasar pensyari’atan hukum. Sehingga Wahbah Zuhaili menggunakan kata illat dengan dua pengertian.

  • Bahwa illat adalah hikmah-hikmah yang menjadi motif/pendorong pensyari’atan hukum, yaitu mewujudkan mashlahah dan menolak mafsadah.
  • Bahwa illat adalah suatu (sifat) yang bersifat konkrit (bisa diindera), yang pasti (tertandari), berlaku umum, relevan dengan hikmah suatu hukum.

Dari definisi di atas dapat kita padukan sebuah definisi illat, yaitu: sesuatu (sifat) yang bersifat konkret (bisa diindera), pasti (terstandari), universal (berlaku umum), relevan dengan hikmah sebuah hukum, yang dijadikan alasan atau pijakan penetapan sebuah hukum.

Kedua term illat dan hikmah dapat digambarkan dalam contoh hukum bolehnya berbuka puasa bagi orang sakit, illatnya adalah sakit itu sendiri, sedangkan hikmahnya adalah menolak kemudharatan dari penderitaan penyakit.

Contoh lain adalah hukum wajibnya qishas, illatnya adalah pembunuhan secara sengaja, sementara hikmahnya adalah menjaga kelestarian hidup bagi manusia.

Baca Juga:  Ketinggalan Shalat Berjamaah? Begini Cara Masbuk yang Benar

Mengingat ada beberapa pengertian illat yang berkonsekuensi memiliki kemungkinan illat yang berbeda. Dalam konteks mengqashar shalat, ada beberapa kemungkinan yang dapat dijadikan illat.

Berdasarkan pengertian dan syarat yang dikemukakan oleh mayoritas ulama bahwa illat adalah suatu sifat yang jelas (bisa diindra), yang pasti (terstandari), bersifat universal (berlaku umum), relevan dengan hikmah suatu hukum sebagaimana yang diungkapkan oleh Wahab Khallaf dalam kitabnya Ilmu Ushul Fiqh maka illat mengqashar shalat adalah safar (bepergian) itu sendiri.

Karena safar yang tampak jelas (dzahir), terstandari sebagai sandaran hukum. Sebab, jika seseorang tidak bepergian, maka tidak boleh meng-qashar shalat.

Dalam masalah penentuan illat dan hikmah mengqashar shalat, tidak sedikit ulama yang memperselisihkannya. Pendapat para ulama yang berbeda sebenarnya berkisar pada kenapa safar (berpergian) yang dijadikan illat bukan masyaqqat?

Menurut Khallaf, bahwa adanya qashar shalat hukumnya adalah memberikan keringanan dan menghilangkan kesulitan bagi musafir, sementara kesulitan itu sendiri sesuatu yang tidak pasti dan tidak mungkin dijadikan sebagai alasan penetapan hukum.

Baca Juga:  Sahkah Wanita Shalat tanpa Mukena? Berikut Penjelasanya

Oleh karena itu, safar lebih tepat dijadikan sebagai illat bolehnya meng-qashar shalat dan diakui bahwa memang dalam safar mengandung masyaqqat (kesulitan).

Sementara hikmah dari mengqashar shalat berdasarkan pengertian yang membedakannya dengan illat dimana hikmah adalah pendorong (motivator) disyari’atkannya hukum yaitu untuk menciptakan kemaslahatan manusia sebagaimana yang diungkapkan Khallaf yaitu meringankan dan menghilangkan kesulitan (masyaqqat) bagi musafir.

Sedangkan menurut ulama yang memandang illat semakna dengan hikmah yaitu maslahah yang menjadi motivator pensyari’atan hukum sebagaimana yang diungkapkan oleh as-Syatibi dalam kitabnya al-Muwafaqat maka illat dan hikmah mengqashar shalat adalah hikmah itu sendiri yaitu menolak kemudharatan bagi musafir berupa masyaqqat (kesulitan). Dengan adanya masyaqqat maka Syari’ memberikan rukhsah (keringanan) mengqashar shalat guna menghilangkan kesulitan bagi musafir.

Pendapat yang kedua yang menjadikan illat semakna dengan hikmah mengundang kekhawatiran bagi para ulama. Menurut mereka hikmah adalah sesuatu yang samar yang tidak pasti juga tidak memiliki standar baku.

Baca Juga:  Tentang Shalat Tarawih, Termasuk Rahasia di Balik Jumlah 20 Rakaat Shalat Tarawih

Oleh karena kesamaran hikmah, tidak mungkin menetapkan hukum berdasarkan ada dan tidak adanya sifat tersebut. Bisa saja kasus tertentu maslahah bagi satu pihak dan daerah tertentu, akan tetapi bagi pihak lain dan daerah yang lain justru menimbulkan kerusakan (mafsadah). Sebagai konsekuensi logis hukum yang diberikan pada kedua belah pihak dan daerah itu akan berbeda pula.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa hikmah hukum yang dalam persoalan mengqashar shalat adalah masyaqqat dapat dijadikan manathul hukmi.

Mochamad Ari Irawan