Definisi Kafa’ah Dalam Pernikahan Menurut Hukum Islam

Definisi Kafa’ah Dalam Pernikahan Menurut Hukum Islam

Pecihitam.Org- Definisi Kafa’ah dalam Pernikahan menurut hukum Islam berarti “sama atau sebanding”. Sedangkan dalam kamus istilah Fiqh, kafa’ah berarti “setaraf, seimbang, serasi, sesuai”.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jadi bisa disimpulkan Definisi Kafa’ah adalah “suatu penilaian terhadap seseorang yang dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon suami atau isteri, apakah calon suami-isteri itu sudah sekufu atau belum”, yakni Definisi kafa’ah mencakup dalam hal agama, keturunan, kekayaan kemerdekaan, status social. ( Abdul Mujib, 1994, 147 ).

Secara definitif, kafa`ah bisa diartikan sebagai kesetaraan derajat suami di hadapan istrinya. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz IV, hal. 43:

الكفاءة: ويقصد بالكفاءة: مساواة حال الرجل لحال المرأة

Al-kafa`ah. Yang dimaksud dengan al-kafa`ah ialah kesetaraan kondisi suami terhadap kondisi istri.”

Dalam syariat Islam, kafa’ah diberlakukan sebagai sesuatu yang “dipertimbangkan” dalam nikah, namun tidak berkaitan dengan keabsahannya. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 47:

Pasal tentang kafa`ah yang menjadi pertimbangan dalam nikah, bukan pada soal keabsahannya, namun hal tersebut merupakan hak calon istri dan wali, maka mereka berdua berhak menggugurkannya.”

Baca Juga:  Jangan Ragu! Menikahlah, Allah Akan Mencukupi Kebutuhanmu

Dari pernyataan di atas bisa kita pahami bahwa kafa`ah merupakan hak bagi calon istri dan wali. Artinya mereka berdua berhak membatalkan rencana pernikahan jika terbukti bahwa calon suami tidak setara dengan calon istri. Meski demikian, jika atas pertimbangan tertentu ternyata calon istri atau wali menerima dengan kondisi calon suami yang ternyata lebih rendah derajatnya, maka pernikahan tetap sah diberlangsungkan.

Islam, pada dasarnya tidak menetapkan bahwa seorang laki laki hanya boleh menikah dengan perempuan yang sama kedudukanya, baik dalam kedudukan, harta, suku dan sebagainya. Islam tidak membuat aturan mengenai kafa’ah, tetapi manusialah yang menetapkannya. Islam memandang bahwa manusia diciptakan sama. Tidak menetapkan orang yang tidak mampu tidak boleh menikah dengan oprang mampu, orang arab tidak boleh menikah dengan orang non arab dan sebagainya. ( Al Hamdani, 2002 : 98 ).

Hal ini didasarkan pada, pertama: Hadist Rasulullah Saw : Artinya : “ Barangsiapa mempunyai budak perempuan kemudian di didiknya dengan baik,diperlakukan dengan baik kemudian dimerdekakan lantas dinikahinya maka ia akan mendapat pahala dua kali lipat “ (Riwayat Tirmidzi) (M.Fuad Abdul Baqi 1993:234).

Baca Juga:  Kisah Pengaduan Sahabat pada Nabi Muhammad Perihal Konflik Rumah Tangga Mereka

Kedua: Bahwa Rasulullah Saw tidak mencari isteri yang setingkat dengan beliau.Rasulullah menikah dengan wanita biasa,beliau menikah dengan Shafiyah anak perempuan Khuyai bin Akhtab seorang wanita yahudi yang kemudian masuk Islam.

Ketiga: Bahwasanya wanita yang mempunyai kedudukan lebih tinggi biasanya yang merasa malu pada dirinya sendiri demikian juga keluarganya apabila menikah dengan orang yang tidak sekufu. Sedangkan laki-laki yang terhormat tidak akan merasa malu atau terhina apabila menikah dengan wanita yang lebih rendah tingkatannya (H.S.A Al-Hamdani, 2002 :105).

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada prinsipnya seorang laki laki hanya boleh menikah dengan perempuan yang sama kedudukanya, maka terdapat berbagai pendapat tentang kafa’ah dalam perkawinan, baik pendapat yang mengakui adanya kafa’ah atau pendapat yang tidak mengakui adanya kafa’ah dalam perkawinan.

Ibnu Hazm, Imam madzab Zhohiriyah tidak mengakui adanya kafa’ah dalam perkawinan. Ia berpendapat bahwa semua orang Islam adalah saudara dan ia juga berpendapat bahwasanya setiap muslim selama tidak melakukan zina boleh menikah dengan perempuan muslim, siapapun orangnya asal bukan perempuan pezina.

Baca Juga:  Pandangan Islam Tentang Istri Bersedekah Kepada Suami

Ibnu Hazm juga berpendapat bahwa tidak lah haram perkawinan seorang budak hitam dengan perempuan keturunan khalifah Hasyimi. Seorang muslim yang fasik asal tidak melakukan zina adalah sekufu dengan perempuan yang fasik dengan syarat perempuan tersebut tidak melakukan zina( Depag RI, 2007: 98)

Argumen Ibnu Hazm berdasarkan Al Qur’an Surat Al Hujarat ; 10, Artinya : “Sesungguhnya orang orang mukmin adalah bersaudara Al Qur’an Surat An Nisa’; 3 yang artinya : “Maka nikahlah wanita wanita yang menarik hatimu.” ( Depag RI, 2007 : 115).

Mochamad Ari Irawan