Di Balik Wacana Pemulangan Kombatan ISIS, Ada Apa?

ISIS

Pecihitam.org – Mantan Jurubicara ISIS Muhammad al-Adnani yang tewas tahun 2016 pernah mengatakan, bahwa ISIS lebih menyukai para pendukungnya menyerang musuh-musuh mereka di negeri mereka daripada hijrah dan berjihad di bumi khilafah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Perkataan ini sesuai dengan pengakuan Harry Safro mantan kombatan ISIS yang sudah bertobat, “Aku dan kawanku didoktrin untuk menyerang Jerman-Tanah Airku-dan Inggris. Kepadaku, al-Adnani mengatakan banyak sekali anggota ISIS di Eropa yang siap menunggu perintahnya untuk menyerang,” kata Safro. (New York Times, 3/08/2016, liputan6dotcom 31/08/2016).

Walaupun telah dinyatakan kalah, bukan berarti perang telah usai. Sampai hari ini kombatan ISIS masih terus melawan, melakukan serangan terhadap musuh-musuh mereka di Suriah dan Irak. Setiap hari pendukung ISIS di media sosial melaporkan perkembangan serangan-serangan ISIS.

Belum lagi kombatan ISIS yang berada di negeri mereka masing-masing, dalam keadaan siap siaga menunggu perintah penyerangan. Bagi ISIS, bobot serangan di negeri sendiri lebih besar ketimbang terlibat perang di Suriah. ISIS masih eksis sebagai organisasi jihad global seperti saudara kembarnya, al-Qaeda.

Akan tetapi untuk di Indonesia, ISIS sejatinya tidak punya alasan yang kuat untuk menyerang, selain karena pemerintah Indonesia melarang aktivitas mereka dan menangkap aktivis ISIS yang melakukan tindak kriminal. Pada prinsipnya siapapun yang melakukan tindak kriminal, akan dihukum pidana. Dalam hal ini pemerintah tidak dalam konteks melarang syariat dan memusuhi khilafah.

Baca Juga:  Gerakan Wahabisme yang Tertolak dan Corak Islam di Indonesia

Pada tulisan saya yang berjudul Mewaspadai ISIS di Asia Tenggara (17/09/2017), saya mengatakan Asia Tenggara adalah kawasan periperal dunia Islam. Ditinjau dari perspekstif mesianik, geopolitik, dan geostrategi jihad global, Asia Tenggara bukan tempat ideal untuk dijadikan basis.

Ajaran-ajaran mesianik tentang kejayaan umat Islam yang diyakini ekstrimis internasional menunjuk pada Suriah, Irak, dan Jazirah Arab sebagai medan pertarungan yang pada akhirnya akan dimenangkan umat Islam.

Terorisme di Asia Tenggara, khususnya Poso dan Mindanao, punya latar belakang sejarah jihad yang berbeda dengan ISIS. ISIS muncul sebagai respon terhadap invasi Amerika ke Irak (2003) dan naiknya kelompok Syiah Irak ke tampuk kekuasaan pasca kejatuhan rezim Saddam Husein. Sedangkan jihad di Poso lahir dari insiden kerusuhan antara pemuda Muslim dan milisi Kristen pada 1998-2001.

Kerusuhan Poso berhasil diselesaikan secara damai lewat perjanjian Malino I, tapi kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin Santoso terus melanjutkan aksinya di Poso. Sedangkan terorisme di Mindanao bagian dari sejarah jihad kaum Muslim di Filipina melawan diskriminasi pemerintahan pusat. Ide jihad global belum dikenal. Jadi, jihad di Mindanao lebih dulu ada dibandingkan terorisme yang dikembangkan Al-Qaeda dan ISIS.

Baca Juga:  Pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi Dikabarkan Tewas dalam Serangan Militer AS

Indonesia dan ISIS ibarat dua lembah yang saling berjauhan. Indonesia di satu lembah, ISIS di lembah yang lain. Sama sekali tidak ada korelasi, politik dan agama antara Indonesia dan ISIS. Indonesia tidak punya kepentingan terhadap kombatan ISIS. Pemerintah Indonesia punya kewajiban menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dari gangguan dan ancaman pihak manapun, termasuk kombatan ISIS.

Sehingga timbul pertanyaan besar, ada apa di balik rencana pemerintah memulangkan kombatan ISIS ke tanah air? Apa keuntungan yang didapat. Bukankah kehadiran kombatan ISIS menjadi potensi ancaman dan gangguan keamanan? Siapa sebenarnya yang menyarankan dan mengarahkan pemerintah untuk memulangkan kombatan ISIS?

Bisa jadi ada korelasinya dengan dinamika politik di Arab saat ini, khususnya masalah Palestina. Situs albalad (28/12) melaporkan, pimpinan terbaru ISIS pengganti Abu Bakar al-Baghdadi, Abu Ibrahim al-Hasyimi al-Quraisyi menyerukan kepada para pengikutnya untuk melancarkan serangan terhadap Israel. Seruan pemimpin ISIS itu disampaikan juru bicaranya, Abu Hamzah al-Quraisyi, melalui rekaman audio sepanjang 37 menit.

Baca Juga:  Sampah dan Banjir, serta Keimanan yang Loyo

Rekaman ini dibagikan melalui grup-grup Telegram ISIS. Perjuangan ISIS telah memasuki fase baru, yakni menjadikan negara Zionis itu sebagai sasaran utama. “Bala tentara khilafah, di mana saja mereka berada, masih memandang ke arah Yerusalem,” katanya.

Kalau Tuhan mengizinkan, menurutnya, bakal ada serangan besar ISIS ke Israel dalam beberapa hari mendatang. “Fokus baru kita adalah memerangi Yahudi dan mengambil kembali apa yang telah mereka curi dari kaum muslim,” ujar Abu Hamzah. “Ini tidak bisa dilakukan kecuali lewat pertempuran.”

Apakah wacana pemulangan kombatan ISIS ke tanah air untuk mencegah mereka hijrah ke Palestina dan berjihad melawan Israel? Wallahu a’lam bish shawab.

Bandung, 5 Februari 2020

Ayik Heriansyah