Dzauq dan Syarab, Minuman dari Hidangan Rohani yang Memabukkan dalam Dunia Sufi

Dzauq dan Syarab, Minuman dari Hidangan Rohani yang Memabukkan dalam Dunia Sufi

Pecihitam.org- Di antara kumpulan istilah tasawuf yang berlaku di kalangan kaum sufi adalah dzauq dan syarab. Istilah tersebut mereka gunakan guna mengungkapkan buah tajalli dan nilai-nilai kasyaf dan kehadiran kejutan-kejutan yang muncul secara spontan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam prosedur dalam pencarian hakikat dari aspek ini, langkah pertama yang wajib dilalui adalah dzauq, lalu dilanjutkan dengan syarab, dan di akhiri dengan irtiwa’ (minum sepuas-puasnya).

Dzauq dibagi menjadi dua macam:

Pertama, Dzauq Bathinyyah (Dzauq rohani), yakni semua rasa yang dialami oleh hati atau bathin seperti rasa tenteram, sebab merasa nikmat dalam berdzikir, shalat, dan lain sebagainya.

Kedua, Dzauq Dhohiriyyah (Dzauq jasmani) yaitu semua rasa yang diterima oleh panca indera, seperti bau wangi, rasa sakit, pedas, asin, pahit, asam dan lain sebagainya.

Dari Dzauq, perjalanan seorang sufi akan diarahkan pada hakikat dari Keesaan Allah SWT yang sering disebut juga sebagai “syarab” (minuman dari hidangan rohani Illahi). Sehingga dahaga akan spiritual yang dirasakan menjadi hilang dan terpuaskan.

Baca Juga:  Benarkah Kaum Sufi Tidak Perlu Bekerja?

Dan tak jarang pada proses ini juga diikuti dengan tahapan sukr (kemabukan spiritual), yang secara tidak sadar, atau diluar kendali diri kemanusiaannya sering memunculkan pertanyaan dan kata-kata serta ungkapan spiritual. Hal ini terjadi disebabkan rasa keterkuasaan oleh wujud Tuhan dalam rohaninya.

Kejernihan perilaku salik mawajibkan bagi pelakunya mendapatkan dzauq (merasakan kelezatan) makna-makna. Ketepatan pemenuhan atas manazilat (maqam, pos-pos spiritual atau tahapan­-tahapan pencapaian makna spiritual, seperti ketepatan peme­nuhan pencapaian maqam dzauq) mewajibkan orang yang melakukan memperoleh syarab, dan keberlangsungan yang terus-menerus dalam meminum kandungan makna spiritual memastikan pelakunya memperoleh irtiwa’.

Salik yang mengalami dzauq adalah “pemabuk” yang pura-­pura. Salik yang mengalami syarab adalah “pemabuk” yang sesungguhnya. Dan, salik yang mencapai irtiwa’ hakikatnya orang yang “sadar”.

Barangsiapa kuat cintanya (pada Allah), maka syarab-nya akan berlangsung secara terus-menerus. jika sifat ini Yang dimotori kekuatan cinta yang bekerja secara aktif, maka syarab (minuman cinta) tidak akan membuatnya mabuk.

Baca Juga:  Tari Sufi Dalam Pemaknaan Jalaluddin Rumi

Salik yang telah mencapai tingkatan ini, akan selalu dalam kondisi sadar (tidak mabuk) bersama Al-Haqq dan fana’ (lenyap atau tidak terpengaruh sama sekali) dari semua yang bersifat eksis, status, atau nasib keduniaan. Dia tidak akan terpengaruh oleh apa yang datang kepadanya dan tidak berubah dari sesuatu yang dia ber­sama-Nya.

Barangsiapa sirri-nya (sesuatu yang bersifat rahasia) jernih, maka syarab tidak akan mengeruhkan dirinya. Barangsiapa syarab telah dijadikan makanannya, maka dia tidak akan mampu bertahan kecuali dengannya dan tidak bisa stabil (sadar atau tidak mabuk) dengan tanpa kehadirannya (syarab). Mereka bersyair:

“Arak adalah minuman kami, jika kami belum merasakannya, kami tidak mungkin bisa hidup. Saya heran terhadap orang yang mengatakan aku ingat Tuhanku mengapa saya lupa, lalu saya mengingatkannya tentang apa yang saya lupakan, saya minum cinta segelas demi segelas, minuman tidak juga habis dan saya belum juga merasa puas.”

Yahya bin Mu’adz pernah menulis sebuah surat kepada Abu Yazid Al-Busthami. yang suratnya berisi sebagai berikut: “Ya, di sinilah! Dari minum segelas cinta, sesudahnya tidak akan merasa haus lagi.”

Kemudian Abu Yazid membalasnya: “Dari sinilah, saya heran atas kelemahan keadaanmu, orang yang meminum lautan (cinta) alam. Dia selalu membuka mulutnya lebar­-lebar meminta tambah minuman.”

Ketauhilah, sesungguhnya gelas-gelas (minuman atau syarab yang menjadikan) keterdekatan tampak dari yang gaib, dan tidak akan berputar kecuali di atas rahasia-rahasia gigitan, dan ruh dari kelembutan sesuatu terbebaskan.”

Baca Juga:  Hijrah Yang Sesungguhnya Menurut Ilmu Tasawuf
Mochamad Ari Irawan