PeciHitam.org – Islam mengatur manusia untuk selalu mengingat Allah SWT sebagai dzat pencipta dan pemelihara dengan berdzikir. Dengan berdzikir kepada Allah SWT akan menentramkan hari sebagaimana ayat-Nya dalam al Quran yang menerangkan;
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya; “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (Qs. Ar-Rad: 28)
Mengingat Allah akan menjadikan orang tenang hatinya dan membersihkan hati dari penyakit batiniyah. Penyakit batin akan hilang sedikit demi sedikit tergantung sebanyak apa manusia melakukan dzikir. Oleh Nabi Muhammad SAW banyak mengajarkan dzikir yang bisa diamalkan.
Dzikir-dzikir dalam khazanah Islam berkembang seiring perkembangan Islam dan pengetahuannya. Tidak hanya dzikir konvensional yang diajarkan oleh Rasulullah berupa dzikir Laa Ilaha Illallah akan tetapi beberapa variasi dari segi jumlah dan redaksi. Perbedaan dzikir yang diajarakan oleh para Ulama bukannya tidak memiliki dasar dalil atau sekedar racauan belaka.
Dzikir Allah dengan Hu Hu sebagai contoh, sering menjadi tersangka bidah, sesat dan tidak berdasar sama sekali sehingga patut dihindari. Ulama yang mengajarkan dzikir Allah dengan Hu Hu tidak lain berdasarkan Isyq atau kerinduan dan kemakluman dalam penguncapan. berikut ulasannya.
Daftar Pembahasan:
Kategori Dzikir dalam Islam
Dzikir atau mengingat Allah memiliki banyak kategori yang bisa dilakukan. Imam Syaraf bin Yahya An-Nawawi ad-Damasyq menjelaskan dalam kitab Adzkar setidaknya ada 3 kategori dalam berdzikir yakni;
- Dzikir bil Qalb atau berdzikir dengan menggunakan hati saja. Tata cara berdzikir dengan hati yaitu memusatkan pikiran dan hati untuk selalu melafadzkan Asma Allah didalam hati. dzikir ini sering disebut dengan dzikir sirr yang banyak dipraktekan dalam thariqah Naqsyabandiyah.
- Dzikir bil Lisan atau berdzikir dengan mulut sebagaimana banyak diamalkan di Nusantara dengan melakukan dzikir keras menyebut Asma Allah. Nama dzikir ini yaitu dzikir Jahr dengan mengeraskan/ melantangkan ucapan menyebut namaNya. Tarekat yang sering menggunakan metode dziir Jahr adalah Qadiriyah dari Syaik Abdul Qadir Al-Jailani
- Dzikir bil Qalb wal Lisan, yaitu dzikir perpaduan hati dan lisan. Hatinya selalu menyebut Asma Allah dan Lisannya basah dengan ucapan keras AsmaNya.
Dari 3 kategori dzikir di atas, yang paling utama adalag dzikir bil Qalb wal Lisan. Sedangkan jika dibandingkan antara dzikir qalb dan lisan maka lebih utama dzikir bil Qalb.
Kategori dzikir yang diamalkan oleh Islam boleh menggunakan redaksi apapun selama bertujuan untuk mengingat Allah. Utamanya dalam dzikir adalah lafadz La Ilaha Illallah seperti sabda Rasulu diriwayatkan memiliki banyak keutamaan. Dalam hal ini juga Rasulullah bersabda;
اَفْضَلُ مَاقُلْتُ اَناَ وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبِلِي لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
Artinya; “Yang paling utama apa yang saya ucapkan dan yang diucapkan para nabi sebelum aku adalah Laa Ilaaha Illallah Wahdahuu Laa Syariikalah (Tiada Tuhan selain Allah dengan Maha Esanya dan tiada sekutu bagi-Nya)”
Dzikir ini sering disebut dengan dzikit Tauhid karena meniscayakan untuk mengesakan Allah SWT. Istilah lain yaitu dinamakan dzikir Nafi Isbat (نفي اثبات) yang bemakna sebuah dzikir Peniadaan dan Penetapan.
Dzikir dengan mengucap “La Ilaaha Illallah” (لا اله الا الله) menjadikan seseorang paham akan kedudukan Allah SWT. Lafadz (لا اله) merupakan pernyataan untuk “Meniadakan Tuhan Selain Allah” yang dalam bahasa Arab dinamakan Nafi (نفي). Dan lafadz (الا الله) adalah bentuk “Menetapkan/ Memantapkan” pemahaman hanya Allah-lah tuhan semesta alam. Dalam bahasa Aran (الا الله) dinamakan Isbat (اثبات)-menetapkan dan memantapkan pandangan.
Keutamaan Dzikir
Berdzikir kepada Allah SWT merupakan sebuah amalan yang sangat disenangi olehNya. Allah memberikan banyak pahala dan menempatkan dzikir dalam keutamaan yang sangat tinggi. Tidak lain karena hidup dan mati kita demi kalimat Laa Ilaha Illallah;
كلمة حق عليها نحيا وعليها نموت وبها نبعث إن شاء الله من الآمنين
Apabila kita membaca seratus kali setiap hari lafadz Laa Ilaha Illallah, maka kebaikannya menandingi atau sebanding dengan memerdekakan sepuluh budak, dan dicatat untuknya kebaikan seratus macam, dan seratus macam kejelekannya dihapus.
Keutamaan lainnya juga akan dibebasan dari godaan syetan pagi harinya sampai sore. Dan seorang pun tidak bisa mengungguli amalannya kecuali orang yang membaca kalimat itu lebih banyak darinya.
Riwayat dari Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab beliau juga menjelaskan tentang keunggulan dari lafadz dzikir Nafi Isbat;
فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
Artinya; “Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka, bagi siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang benar disembah selain Allah) yang dengannya mengharap wajah Allah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan dalam dzikir ini sangat besar sebagaimana Rasulullah sabdakan. Oleh karenya setiap muslim yang berdzikir Laa Ilaha Illallah sehabis shalat fardhu tidak lain untuk mengamalkan perintah Rasulullah SAW.
Tidak hanya berdzikir dengan nafi Isbat, khazanah Islam juga mengenal dzikir Allah dengan Hu Hu yang merujuk kepada dlamir Syaan. Banyak Ulama Tasawuf dalam Tarekat Syatariyah/ Syatoriyah menggunakan Lafadz Hu Hu sebagai pelengkap dzikir nafi Isbat.
Dzikir Dengan Lafadz Hu Hu
Islam berkembang dengan pesat dengan membawa banyak pemikiran dan pengetahun. Ajaran Islam berkembang dari pokok ajaran Nabi Muhammad SAW, tidak terkecuali dalam hal dzikir. Banyak redaksi dzikir yang diajarkan Rasulullah SAW kepada Sahabatnya dengan tujuan mengingat Allah SWT.
Dzikir paling utama adalah dzikir nafi Isbat, yakni Laa Ilaha Illallah, yang memiliki banyak keutamaan. Tidak berarti selain dzikir tersebut dilarang sebagaimana dzikir Allah dengan Hu Hu. Lafadz Hu Hu (هو) adalah sebuah dlamir (kata ganti) untuk merujuk kepada Laki-laki tunggal.
Lafadz Hu adalah singkatan dari kata Huwa (هو) untuk menyebutkan seseorang laki-lai tunggal. Dalam bahasa Arab dinamakan dengan dlamir Ghaib Li Mudzakkar Mufrad. Selayaknya sebuah dlamir pasti menggantikan kata yang sebelumnya sudah disebutkan.
Jika ia berdiri sendiri, tidak didahului oleh nama seseorang maka lafdz Huwa/ Hu disebut dengan dlamir Syaan. Imam Syarifudin al-Imrithi menyebut dalam syairnya;
فأشربت معنى ضمير الشان * فأعربت في الحان بالألحان
lalu dicampurkanlah kedalam hati mereka rahasia makna dhomir syani (kalimat tauhid) sehingga ditampakan kepadanya kecintaan seperti pemabuk yang menikmati arak dan diringi lagu-lagu)
Syaikh Al-Imrithi menyebut tentang dlamir dlamir Syaan sebagai sebuah kata ganti yang tidak perlu dijelaskan lebih mendalam karena semua orang sudah mengetahuinya. Dlamir syaan tidak memerlukan rujukan karena sudak Maklum.
Menggunakan dzikir Allah dengan HU HU/ Huwa sama halnya menggunakan dlamir Syaan guna menginngat Allah SWT. Tidak ada unsur kesesatan dalam dzikir Allah dengan Hu Hu/ Huwa sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagai Ustadz di Indonesia.
Jika memang memahami kaidah Nahwu dengan mantap, maka akan sangat paham dan maklum syair Imam Imrithi tentang dlamir yang tidak memiliki marji atau rujukan dhohir. Kedudukan seperti ini menunjukan bahwa obyek yang dituju adalah dzat yang paling memiliki eksistensi didunia, yakni Allah SWT.
KH Bahaudin Nursalim menyebutkan bahwa dzikir Allah dengan Hu Hu atau Huwa banyak dilakukan oleh Tarekat Syatariyah. Tidak ada kesalahan dalam dzikir Allah dengan HU kecuali mereka yang tidak memahami kaidah nahwu atau Ngajinya tidak khatam.
Gus Baha mengilustrasikan seorang Perempuan yang mabuk asmara, ia sering mengucapkan Dia, Dia dan Dia atau Hu Hu/ Huwa Huwa berulang kali. Bisa dipastikan yang dimaksud adalah kekasih hatinya yang jauh dimata.
Maka pengamal dzikir dalam Tarekat yang selalu asyik dengan Allah SWT mengucapkan Dia Dia, HU HU, Huwa Huwa pastinya merujuk kepada Allah SWT bukan lainnya.
Oleh karenya dzikir Allah dengan HU HU atau Huwa tidak lain berdzikir kepada Allah sendiri, bukannya kepada lainnya seperti anggapan orang yang mencela. Ash-Shawabu Minallah
Keywords: Dzikir Allah dengan Hu