Enam Jenis Gibah yang Diperbolehkan Dalam Islam

Enam Jenis Gibah yang Diperbolehkan Dalam Islam

PeciHitamorg – Gibah secara bahasa merupakan “min al ightiyab” diartikan sebagai yang tidak tampak. Gibah juga dapat berarti umpatan, fitnah dan gunjingan. Gibah dalam bahasa Indonesia berarti perkataan yang memburuk-burukkan orang lain.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Gibah dapat pula diartikan penggunjingan yang diidentikan dengan kata gosip, yaitu cerita negatif tentang seseorang. Dengan demikian, gibah dapat dipahami mempunyai arti kurang lebih sama dengan kata umpatan, penggunjingan dan gosip. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia gibah didefinisikan sebagai obrolan tentang orang-orang lain atau cerita-cerita negatif tentang seseorang.

Menurut Imam Ghazali, gibah secara istilah berarti tidak hanya melakukan pengungkapan aib seseorang secara lisan, melainkan termasuk pula pengungkapan melalui perbuatan, seperti melalui isyarat tangan, mata, tulisan, dan sebagainya yang dapat dimengerti maksudnya.

Di antara aib tersebut adalah kekurangan seseorang pada tubuh, keturunan, akhlak, perbuatan, ucapan, agama, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan lain sebagainya.

Jika dilihat dalam konteks yang marak terjadi saat ini, gosip termasuk dalam gibah karena maksud dari gosip dan gibah dalam hal ini adalah sama. Gosip merupakan qiyas dari gibah sehingga hukumnya sama dengan gibah yaitu haram.

Beberapa unsur yang ada dalam gosip menunjukkan kesamaan dalam unsur yang ada dalam gibah seperti berita yang terkandung dalam gosip hanyalah kabar burung yang belum tentu kejelasannya, sedangkan sesuatu yang tidak benar adanya maka itu disebut gunjingan atau gosip.

Baca Juga:  Membaca Al-Quran Dengan Cepat, Apakah Dibolehkan?

Orang yang digunjingkan atau digosipkan mereka tidak merasa senang jika mendengar gosip karena yang diperbincangkan adalah keburukannya. Ditambah lagi, perbuatan ini berpotensi menimbulkan konflik berkepanjangan dan merusak jalinan pertemanan seseorang.

Namun, perlu kita ketahui bersama, bahwa ada jenis gibah yang diperbolehkan. Dalam syarah Riyadhus Shalihin menjelaskan mengenai beberapa jenis gibah yang diperbolehkan, antara lain:

Pertama, al-Tazallum (orang yang terzalimi). Orang yang sedang mendapat perlakuan zalim diperbolehkan menyebutkan atau mengungkapan kezaliman-kezaliman seseorang terhadap dirinya. Akan tetapi, penyampaian ini hanya bersifat pengaduan kepada orang atau instansi yang memiliki kapasitas untuk melenyapkan kezaliman.

Sebagai contoh, seorang boleh menceritakan tindakan pengeroyokan dan kekerasan terhadapnya melalui lembaga kepolisian dan pengadilan untuk mendapatkan sebuah keadilan. Pembolehan gibah terhadap orang yang berbuat kerusakan ini berfungsi sebagai peringatan agar tidak terperdaya dengan penampilan lahiriyah mereka.

Kedua, Isti’anah (meminta pertolongan). Seperti halnya al-tazallum, pembolehan ini diarahkan untuk merubah atau menghilangkan kemunkaran dan mengembalikannya ke jalan yang benar.

Baca Juga:  Kiblat Pemikiran Fiqh Mazhab Syafii dalam Kitab Fathul Wahab Karya Syaikh Zakariya

Contoh kasus terkait hal ini adalah melaporkan sebuah kejadian kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan (polisi atau aparat lainnya) bahwa terdapat sebuah kemungkaran disana, lalu kemungkaran tersebut akan ditindak oleh pihak yang berwenang.

Ketiga, al-Istifta’ atau meminta fatwa dan nasihat. Perbuatan ini dapat dilakukan kepada mufti (pemberi fatwa) semisal “Saya telah dizalimi oleh fulan, apakah hal itu pantas baginya, dan apa yang harus saya lakukan?”. Permintaan fatwa dan nasihat harus disampaikan kepada pihak tertentu dan tidak untuk disebarluaskan melalui media sosial untuk menjatuhkan pihak yang dianggap bersalah.

Keempat, at-tahdzir li al-muslimin (memperingatkan orang-orang Islam) dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka. Umat Islam sepakat bahwa perbuatan ini boleh dilakukan dan dalam kondisi tertentu bisa menjadi sebuah kewajiban karena kebutuhan.

Kelima, menyebutkan tentang orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Perilaku semisal menampakkan diri saat minum miras, menggunakan narkoba, berpacaran di depan umum, bermain judi, dan sebagainya boleh disebutkan.

Boleh disebutkan aibnya tanpa menyebut aib yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk mengajarkan kepada masyarakat umum bahwa yang demikian merupakan contoh perbuatan buruk. Di sisi lain, pengungkapan ini dapat menjadi pelajaran bagi pelaku untuk tidak melakukan perbuatannya kembali setelah merasa malu bahwa apa yang diperbuat diketahui banyak orang.

Baca Juga:  "Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China" Apakah Ungkapan Ini Hadis atau Bukan?

Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang supaya lebih mengenalnya. Hal ini berubah menjadi haram jika dengan maksud untuk merendahkan. Seandainya memungkinkan untuk dipanggil dengan panggilan yang lain, maka hal itu lebih utama.

itulah ulasan mengenai jenis gibah yang diperbolehkan dalam Islam. Semoga kita bisa menjadi lebih bijak sebelum gibah atau ngomongin orang lain.

Mohammad Mufid Muwaffaq