“Sepak bola merupakan bagian kehidupan atau sebaliknya, kehidupan manusia merupakan unsur penunjang sepak bola?” Gus Dur.
Pecihitam.org – Setelah vacumnya liga-liga sepak bola beberapa waktu akibat diterjang wabah corona, akhirnya geliat dunia perumputan mulai terlihat lagi. Bahkan sudah banyak beredar jadwal liga Champions Eropa yang akan mulai digelar sekitar bulan Agustus.
Namun bukan pertandingan yang akan kita bahas, tidak juga transfer pemain, bukan pula jersey-jersey baru dari klub papan atas. Yang akan kita bahwa adalah mengenai fatwa haram sepak bola, yang oleh beberapa kelompok sering dilontarkan.
Teringat kejadian di tahun 2015, bahwa sepakbola ternyata memang penuh marahabaya bahkan bisa mengorbankan nyawa, terutama jika anda tinggal di wilayah yang dikuasai pasukan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Tercatat 13 remaja di Mosul, Irak, dikabarkan dieksekusi oleh militan ISIS karena kedapatan menonton pertandingan sepakbola Piala Asia 2015 antara Irak vs Yordania.
Para remaja yang tinggal di Distrik Al-Yarmouk ini dieksekusi di hadapan banyak orang yang dihadirkan untuk memberi peringatan kepada mereka betapa sepakbola merupakan hal yang dilarang oleh ISIS. 13 remaja tersebut dieksekusi dengan menggunakan senapan mesin di muka umum.
Sebelum eksekusi, otoritas ISIS mengatakan bahwa para remaja tersebut dieksekusi karena melanggar aturan agama dengan menonton sepakbola. Jenazah mereka kemudian dibiarkan begitu saja karena orang tua dari ke-13 remaja tersebut takut untuk menguburkan jasad mereka.
Sepakbola, sebagaimana banyak hal lain yang dianggap ciptaan orang-orang Barat di zaman modern dan tidak sedikit yang mengharamkannya, termasuk sudah jelas militan ISIS.
Bagi orang-orang Islam yang konon mengaku paling murni dan menjalankan hukum Islam, rata-rata melarang aktivitas sepak bola. Alasan pengharamannya bermacam-macam. Namun kebanyakn akan merujuk pada peristiwa masa lalu, saat Husain bin Ali bin Abu Thalib dibunuh dalam peristiwa Karbala.
Menurut kisahnya, Sayyyidina Husain dibunuh oleh pasukan Ubaidullah bin Ziyad di padang Karbala. Kepalanya dipenggal, lalu diletakan di atas bejana dan dibawa ke hadapan Ubaidullah.
Bagi mereka bermain menendang-nendang bola sama saja dengan tidak menghormati kematian Husain. Bola diandaikan sebagai kepala Sayyidina Husain yang pada akhirnya berkembang menjadi cerita bahwa kepala tersebut ditendang ke sana ke mari.
Cerita tentang pertempuran Karbala memang banyak dirujuk, secara serius atau sambil lalu, dalam percakapan mengenai hukum sepakbola dalam Islam.
Mengutip buku “Dongen Enteng ti Pasantren” karya Rahmatullah Ading Affandi. Ada pertanyaan menarik seorang santri kepada kiainya tentang hukum sepakbola yang dikaitkan dengan kisah Sayyidina Husain.
Mendengar pertanyaan hukum sepak bola oleh santrinya, sang kiai tergelak. Menurutnya, ya jelas haram jika bermain sepak bola dengan kepala manusia. Sementara bermain sepak bola dengan bola terbuat dari kulit, kenapa haram?
Sepak bola menjadi haram jika meninggalkan shalat, menyebabkan lupa kepada ibadah atau menyebabkan rusaknya badan. Jika menyebabkan sakit, jangankan bermain bola, barang halal saja tidak boleh.
Fatwa Wahabi
Fatwa haram sepakbola juga tidak berhenti pada kelompok-kelompok ekstrimis seperti ISIS saja. Meski tidak separah kelakuan ISIS sampai membunuh didepan publik, kelompok Wahabi juga menyatakan hukum haram sepakbola. Bahkan tingkat keharamannya melebihi keharaman minuman keras dan judi. Katanya.
Fatwa haram sepakbola ini dapat ditemukan dalam kitab Haqiqah Kurrah al-Qadam karya Dziyab ibn Sa’ad Aalu Hamdan al-Ghamidi dijelaskan secara lengkap bagaimana hukum sepak bola.
Dalam kitab tersebut menjelaskan setidaknya ada 41 alasan mengapa sepak bola dihukumi haram. Tapi biar nggak kepanjangan kita akan ulas beberapa alasan yang paling unik bin menarik saja.
Pertama dijelaskan bahwa sepak bola ada tasyabbuh terhadap orang kafir. Dimensi keserupaan dalam sepak bola bukan hanya pada permainannya, tapi juga dalam seragam dan aturan-aturan yang ada di dalamnya (hal. 232).
Argumentasi tasyabbuh sepertinya menjadi favorit bagi kelompok wahabi untuk sedikit-sedikit mengharamkan sesuatu. Bukan hanya dalam persoalan sepak bola. Banyak praktik keseharian umat Islam yang diharamkan berdasarkan hadis ini.
Kedua, aturan dalam sepak bola mengenyampingkan hukum Allah (hal. 276). Ya memang sangat jelas, aturan permainan yang digunakan dalam sepak bola adalah aturan FIFA yang tidak punya landasan Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Padahal, sebagaimana dalam ayat yang menjadi favorit kelompok ini, barang siapa menghukumi sesuatu bukan dengan hukum Allah, maka ia termasuk golongan orang-orang kafir.
Misalnya, contoh aturan sepak bola yang mengesampingkan hukum Allah adalah tidak diberlakukannya hukuman sepadan (qisas) jika terjadi pelanggaran.
Sering terjadi dalam permainan seorang pemain yang kakinya patah akibat ditackling, disikut sampai berdarah, dan dipukul hingga giginya copot. Berdasarkan aturan permainan yang ada hukuman yang diberikan hanya dianggap pelanggaran, diberi kartu kuning, dan diberi kartu merah lalu dikeluarkan dari lapangan pertandingan.
Seharusnya, tak boleh ada kartu kuning dan kartu merah, sebab keduanya termasuk perkara bid’ah dan tak ada dalil aturannya. Berdasarkan hukuman sepadan, pemain yang mematahkan kaki lawan, hukumannya juga harus sama. Tapi ko, jadi serem ya kalau hukuman sepadan diberlakukan dalam sepak bola.
Tapi kelompok-kelompok ini memang sepertinya tetap akan menganggap haram sepakbola karena bagaimanapun tidak ada contohnya dari Rasulullah. Iyaa juga si, kala itu sepertinya belum ada pertandingan sepak bola antara kaum Muhajirin dan kaum Anshor.
Selain itu, dalam Islam hanya dikenal tiga olahraga: berenang, berkuda, dan memanah (merujuk salah satu hadits). Untungnya saja poligami bukan termasuk olahraga.
Petro Dolar dan Sepakbola
Posisi ulama di Arab Saudi sangat penting karena konstitusi mereka menetapkan diri sebagai negara Islam. Banyak hukum yang dibuat atas dasar teks kitab suci Islam (Alquran dan hadis). Hal ini juga berlaku di negara-negara teluk seperti Qatar, Kuwait, Jordan, Uni Emirat Arab.
Namun ditengah sebagian dari ulama resmi mereka yang memfatwakan haram sepakbola, ternyata sponsor utama bahkan beberapa pemilik klub sepakbola Eropa adalah konglomerat-konglomerat Arab sendiri.
Seiring perkembangan teknologi informasi, sepak bola yang dulu hanya bisa ditonton dilapanhan sekarang turut direkam, disiarkan, dan disebarkan secara luas ke seluruh dunia. Negara-negara Arab termasuk yang diterpa hiburan ini, lalu menjadi bangsa yang fanatik terhadapnya.
Kita bisa melihat bagaimana para Emir, raja, serta pangeran Arab bermain-main dengan sepak bola demi keuntungan komersial: sesuatu yang jelas bertentangan dengan otoritas agama di negara mereka.
Ada nama Qatar di seragam Barcelona. Ada nama Fly Emirates terpajang di seragam klub Manchester, Paris, Milan, dan Hamburg. Kemudian Manchester City, kita juga tahu bagaimana klub ini adalah milik Mansour bin Zayed Al Nahyan yang mengucurkan limpahan dana ke klub tersebut.
Maksudnya adalah, sebuah fatwa haram pun menjadi paradoks. Hanya berlalu bagi kalangan bawah namun tak berkutik bagi kalangan mewah yang notabene mereka juga penguasa daratan Arab. Peraturan dibuat hanya untuk ditaati rakyat biasa, namun tidak berlaku untuk mereka yang berasal dari klan (atau bani) tertentu.
Wallahua’lam bisshawab.