Fenomena Hijrah dan Proses Pencarian Identitas Diri

Fenomena Hijrah dan Proses Pencarian Identitas Diri

Pecihitam.org – Fenomena hijrah saat ini sedang menjangkiti kaum muslim perkotaan. Bagi mereka yang menganggap diri belum berislam secara sempurna, lantas kemudian berbondong-bondong mengambil bagian dalam kelompok hijrah tersebut. Ada tesis bahwa signifikannya pengaruh kampanye hijrah untuk kaum muslim perkotaan karena disebabkan oleh semakin makmurnya kaum kelas menengah dampak dari kebijakan ekonomi sejak era Suharto.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam kondisi ekonomi yang kian baik –tentu saja adalah kalangan kelas menengah kota, bukan kaum miskin pinggiran kota-, maka mereka merasa kekeringan spiritualitas karena terlalu banyak waktunya disita untuk karir. Rasa bersalah demikian itu menjadi basis dari ketertarikan mereka dengan narasi hijrah supaya dapat lebih mendalami ritus agamanya, yang lama mereka tinggalkan.

Perasaan diri yang merasa bersalah tersebut adalah sebuah gejala adanya gap antara sistem nilai yang sebelumnya mereka anut dalam mengarungi hidup, dengan adanya tawaran sistem nilai baru dari luar dirinya saat ini. Sistem nilai yang membenturnya dalam hal ini adalah narasi-narasi untuk berhijrah di berbagai platform media sosial.

Baca Juga:  Membayangkan Hijrah Bersama Gus Baha’

Dalam situasi benturan sistem nilai tersebut, memengaruhi apa yang dalam psikologi perkembangan psiko-sosial sebagai bentuk krisis identitaas diri. Krisis identitas diri ini sebetulnya terjadi pada masa-masa remaja. Akan tetapi, ada penjelasan lanjutan bahwa identitas diri yang sifatnya psiko-sosial itu tak pernah terbatas oleh usia tertentu. Kapan saja bisa terjadi.

Maka tak heran jika kita melihat orang-orang disekitar kita yang mengalami transformasi spiritualitas di usia yang berbeda-beda. Ada orang yang rajin beribadahnya sudah sejak remaja, sedangkan di sisi yang lain ada yang rajin beribadahnya setelah berumur tua. Dengan demikian, benar saja jika dikatakan bahwa proses pencarian identitas diri tidak dibatasi oleh waktu yang pasti. Kapanpun akan dapat mengalami.

Kembali kepada fenomena hijrah. Dalam pandangan psikologi perkembangan, orang-orang yang menjadi bagian dari kelompok hijrah tersebut sedang mengalami proses pencarian identitas diri. Ia ingin belajar ajaran agamanya dengan lebih benar dan mendalami. Tawaran sistem nilai yang dibawa oleh narasi hijrah tersebut barangkali bisa membantu mereka dalam menemukan identitas dirinya yang lebih sempurna.

Baca Juga:  Wahabi, Salah Satu Firqoh Islam Yang Sangat Lihai Berkamuflase

Walaupun demikian, perlu adanya catatan bahwa narasi hijrah tersebut memiliki problem terkait orientasinya yang sering menafikan entitas sosial di lingkungannya, merasa paling benar sendiri dan paling islami sendiri. Dalam kondisi demikian, identitas baru yang ditawarkan oleh narasi hijrah tersebut merupakan tawaran identitas diri yang serba berkekurangan.

Karena apa? Jika identitas baru yang hendak diberikan tersebut masih belum mampu menjawab rumitnya situasi sosial yang beragam, suatu waktu, orang yang sudah tercangkokkan oleh identitas diri baru dari narasi hijrah tersebut akan mengalami hijrah kembali. Karena, identitas diri dari narasi hijrah tersebut hanya memberikan gambaran sosial yang fatamorgana, seolah itu menggambarkan situasi sebenarnya. Akan tetapi, faktanya tidak.

Pencapaian identitas diri yang sempurna adalah ketika seseorang sudah selesai dengan dirinya, keyakinannya, dan ketika ditempatkan dalam lingkungan baru dimanapun tempatnya, ia akan baik-baik saja. Ia tidak akan mudah untuk merasa kesulitan dan kebingungan dengan apa yang mereka hadapi dalam situasi yang baru.

Baca Juga:  4 Wilayah Vital yang Harus Dioptimalkan Santri untuk Masa Depan Dunia

Sebetulnya, identitas diri baru yang ideal dalam membantu proses kehidupan seseorang adalah sistem nilai yang jujur apa adanya dengan situasi sosial yang ada. Ketika seseorang dengan sistem nilai yang menerima dengan apa adanya kehidupan sosial di luar dirinya, akan memudahkannya dalam berinteraksi dengan lingkungan manapun.

Pada akhirnya, sistem nilai keislaman yang ditawarkan dalam narasi hijrah kuranglah tepat untuk membantu kaum muslim kota dalam mengarungi kehidupan kotanya yang beragam dan penuh perubahan yang memerlukan adaptasi cepat. Narasi hijrah terlampau sederhana untuk membantu kaum muslim kota untuk mengarungi pluralnya kehidupan kota. Wallahua’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *