Begini Dalil, Hukum dan Ketentuan Membayar Fidyah Puasa Ramadhan

Begini Dalil, Hukum dan Ketentuan Membayar Fidyah Puasa Ramadhan

PeciHitam.org Bulan Ramadhan, Muslim seluruh dunia diwajibkan untuk berpuasa. Dasar hukum yang digunakan sangat populer dalam pelajaran atau dalam kajian ceramah Islam, yakni surat Al-Baqarah ayat 183.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Menjalankan puasa Ramadhan akan memberikan pahala disisi Allah dan beitupun sebaliknya, jika meninggalkannya tanpa Udzur Syar’i akan dikenakan dosa meninggalkan kewajiban.

Kewajiban dalam sebuah hukum tetap memiliki pengecualian, baik yang bersifat alamiah, fitrah atau yang atas kuasa manusia. Halangan alamiah yang tidak bisa dihindari tetap ada dalam kehidupan manusia, contohnya adalah sakit menahun atau bepergian.

Dalam Islam, halangan ini disebut dengan Udzur yang bersifat syar’i karena dibenarkan dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW. Seseorang dengan udzur syar’i diperbolehkan untuk meninggalkan puasa untuk dikerjakan dilain waktu.

Penunaian puasa dilain waktu disebut dengan Qadha Puasa Ramadhan dan beberapa kondisi disertai dengan fidyah. Seorang yang meninggalkan puasa karena Udzur Syar’i harus memperhatikan hukum fidyah puasa Ramadhan. Berikut penjelasannya!

Daftar Pembahasan:

Dalil Fidyah Puasa Ramadhan

Hukum Fidyah Puasa Ramadhan mendasarkan pada dalil yang sama dengan kewajiban Qadha puasa Ramadhan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an tentang ketentuan Hukum Fidyah Puasa Ramadhan sebagai berikut;

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (١٨٤

Artinya; “Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Qs. Al-Baqarah: 184)

Keterangan dalam al-Qur’an tentang orang yang diperbolehkan untuk meninggalkan Puasa Ramadhan hanya menjadi poin besar dari poin kecil yang lebih spesifik. Seorang Muslim yang seharusnya berpuasa boleh meninggalkan puasa jika ada Udzur Syar’i berupa sakit dan dalam perjalanan yang melelahkan sesuai dengan ayat di atas.

Baca Juga:  Hukum Jual Beli Secara Kredit Dalam Pandangan Madzhab Syafi'iyah

Oleh para Ulama dijelaskan lebih detail tentang orang yang diperbolehkan meninggalkan puasa dengan ketentuan kewajiban membayar fidyah atau tidak membayar. Terdapat 6 golongan orang yang diperbolehkan tidak berpuasa Ramadhan. 6 golongan tersebut adalah;

يباح الفطر في رمضان لستة للمسافر والمريض والشيخ الهرم أي الكبير الضعيف والحامل ولو من زنا أو شبهة ولو بغير آدمي حيث كان معصوما والعطشان أي حيث لحقه مشقة شديدة لا تحتمل عادة عند الزيادي أو تبيح التيمم عند الرملي ومثله الجائع وللمرضعة ولو مستأجرة أو متبرعة ولو لغير آدمي

Artinya; Diperbolehkan untuk berbuka (Tidak berpuasa) pada bulan Ramadhan bagi enam golongan sebagai berikut; 1. Orang Musafir, 2. Orang Sakit, 3. Orang Tua Renta (Jompo), atau Orang Dewasa yang mempunyai Kelemahan Fisik, 4. Orang Hamil sekalipun mengandung anak hasil Zina, 5. Orang Kehausan yang amat sangat (tidak kuat menahan haus berlebihan) menurut pendapat Imam Ziyadi yakni orang yang haus akut, sedang menurut Imam Ramli keadaan kelangkaan Air, 6. Orang Yang menyusui baik menyusui anak sendiri (ASI eksklusif) atau untuk pekerjaan mendapat bayaran”

golongan di atas mempunyai dampak berbeda dalam hukum qadha Puasa Ramadhan dan Hukum Fidyah Puasa Ramadhan. Hukum mengqadha dan membayar fidyah dalam Islam sangat melekat kepada golongan yang diperbolehkan tidak berpuasa Ramadhan.

Hukum Membayar Fidyah

Enam golongan yang diperbolehkan tidak berpuasa dibulan ramadhan tersebut memiliki ketentuan hukum berbeda-beda dalam Fidyah. Fidyah dipahami sebagai pengganti puasa ramadhan atau penebusan puasa yang ditinggalkan. Berikut penjelasan Hukum Fidyah puasa Ramadhan dan ketentuannya;

  1. Musafir, atau orang dalam perjalanan yang jauh melebihi ketentuan syar’i tidak diwajibkan untuk membayar Pengganti atau
  2. Orang Sakit memiliki dua kategori. Kategori pertama adalah Orang Sakit yang bersifat sementara atau temporer dengan harapan sembuh besar. Kategori pertama ini tidak diwajibkan untuk membayar fidyah karena bisa mengganti puasa dihari lainnya.
Baca Juga:  Hukum Shalat Fardhu Dua Kali Karena Tidak Khusyuk, Bolehkah?

Sedangkan kategori Orang Sakit kedua tidak bisa diharapkan kesembuhannya, maka Hukum Fidyah Puasa Ramadhan adalah wajib. Pewajiban Hukum Fidyah puasa Ramadhan karena tidak ada harapan sembuh untuk menjalankan puasa Ramadhan. Biasanya kategori kedua ini merujuk kepada orang yang sudah sakit kronis dan menahun.

  1. Orang tua jompo dan tua renta. Banyak Tua yang sudah lanjut usia tidak berdaya untuk menahan lapar seharian. Maka Hukum Fidyah Puasa Ramadhan untuk golongan ini adalah Wajib.
  2. Wanita hamil wajib membayar Fidyah jika dengan alasan meninggalkan puasa karena kekhawatiran kesehatan bayi dalam kandungan. Jika meninggalkan puasa karena khawatir diri sendiri dan bayinya hanya terkena hukum Qadha Puasa.
  3. Orang yang selalu merasa haus terus menerus digolongkan seperti orang sakit. Hukum Fidyah Puasa Ramadhan disamakan dengan hukum fidyah orang sakit pada poin kedua.
  4. Wanita menyusui baik menyusui anak sendiri atau untuk bekerja dengan gaji atau sukarela. Hukum Fidyah bagi orang menyusui sama dengan poin orang hamil. Jika menyusui menimbulkan kekhawatiran untuk bayi, maka hukum fidyah puasa ramadhan adalah wajib beserta mengqadha puasa. Jika kekhawatiran terletak kepada ibu dan bayinya maka hanya diwajibkan untuk Qadha saja.

Selain enam golongan yang disebutkan di atas, ada 2 golongan yang sering dibahas dalam penentuan hukum fidyah puasa ramadhan yakni anak kecil dan haid. Kedua golongan ini tidak terkena hukum fidyah puasa ramadhan karena secara alamiah tidak diwajibkan puasa.

Dari sekian golongan dalam bahasan Hukum Fidyah Puasa Ramadhan terdapat golongan pelanggaran terberat yakni melakukan Jimak pada siang bulan Ramadhan. Disamping membatalkan Puasa dan wajib untuk mengqadha, Jimak pada siang bulan Ramadhan mempunyai Implikasi Kaffarat yang berat.

Baca Juga:  Hukum Meniup Makanan atau Minuman Panas Menurut Islam

Kenentuan Fidyah

Ketentuan Fidyah dalam Islam dihitung berdasarkan puasa yang ditinggalkan oleh seseorang. Setiap hari maka dihitung dalam satu hitungan fidyah. Berat ukuran fidyah yang harus dibayarkan adalah sebesar 1 Mud yang setara dengan 0,7 Kg (700 gram).

Ukuran 1 Mud merupakan ukuran atau takaran orang Arab zaman Rasulullah SAW. Ukuran 1 Mud adalah seperempat timbangan kewajiban sakat fitrah yakni 1 Sha’. Merujuk pendapat Kitab Fathul Wahab terkait tentang timbangan 1 Sha’ adalah sebesar 2,7 Kg, maka untuk ukuran 1 Mud adalah 0,675 Kg (2,7 Kg X 0.25 = 0,675 Kg).

Takaran yang dijelaskan penulis (1 Mud = 0,7 Kg) sebagai bentuk ihtiyat atau kehati-hatian dan menghindari kekurangan takaran dalam timbangan. Maka bagi mereka yang meninggalkan puasa selama satu hari diwajibkan untuk membayarkan fidyah kepada fakir miskin sebanyak 0,7 Kg.

Jika seserang yang menyusui khawatir terhadap kesehatan bayinya dan meninggalkan puasa selama 10 hari maka wajib mengqadha puasa dan membayar fidyah sebanyak 7 kg (0,7 X 10 hari = 7 Kg).

Demikianlah penjelasan singkat mengenai dalil, hukum dan ketentuan membayar fidyah puasa ramadhan, semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan