Fiqih Zakat Praktis dan Lengkap (Tata cara Mengeluarkan Zakat) Bagian 4

tata cara mengeluarkan zakat

Pecihitam.org – Melanjutkan pembahasan bagian 3 mengenai Orang yang berhak menerima zakat pada bagian 4 ini kami paparkan mengenai Tata cara mengeluarkan zakat. Ada tiga hal yang harus dilakukan oleh muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dalam mengeluarkan zakat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pertama, menyisihkan harta yang akan dibuat zakat.

Kedua, niat mengeluarkan zakat. Niat dapat dilakukan oleh orang yang mengeluarkan zakat ketika menyerahan zakat atau ketika pengambilan harta zakat oleh petugas amil zakat.

Perlu diketahui bahwa muzakki diperbolehkan mewakilkan niatnya kepada orang lain dan sekaligus penyerahannya. Sedangkan tata cara mengeluarkan zakat untuk anak kecil yang terkena kewajiban zakat, maka yang melakukan niat adalah walinya.

Sedangkan mayit yang masih mempunyai tanggungan zakat, tidak diperlukan niat lagi, dan bagi ahli warisnya cukup mengumpulkan bagian dari tanggungan zakat si mayit tersebut untuk diserahkan.

Ketiga, menyerahkan zakat tersebut kepada mustahiqqin (orang yang berhak menerima zakat) baik secara langsung atau melalui amil zakat.

Daftar Pembahasan:

Bentuk Zakat

Menurut madzhab Syafii zakat tanaman harus diberikan dalam bentuk barangnya seperti diberikan dalam bentuk beras, hewan dan lain-lain kecuali zakat dagangan maka harus diberikan dalam bentuk qimah (mata uang).

Menurut madhab Hanafi zakat tanaman, hewan, emas, dan perak dapat diberikan dalam bentuk nilainya. Misalkan sepetak sawah menghasilkan 10 ton gabah maka zakatnya boleh dalam bentuk harga gabah 1 ton (10%).

Baca Juga:  MUI Imbau Umat Muslim Segera Tunaikan Zakat Sebelum Idul Fitri Tiba

Perlu diketahui bahwa yang dimaksud qimah (nilai atau mata uang) dalam madzhab Hanafi adalah nilai dari barang yang seharusnya dikeluarkan, bukan dari nilai penjualan barang tersebut.

Contohnya ketika memasuki masa panen padi dijual dengan sistem tebasan dengan harga Rp. 10.000.000 rupiah misalnya. Setelah dipanen ternyata mengeluarkan 15 ton gabah senilai Rp. 15.000.000 (jika perton Rp.1.000.000) maka yang dikeluarkan adalah nilai dari 10% nya 15 ton = 1,5 ton = Rp. 1.500.000 bukan 10% dari 10.000.000 harga penjualan.

Kemudian yang wajib mengeluarkan zakat tanaman ialah orang yang punya bibit atau orang yang memiliki tanaman tersebut sebelum nampak bagus (buduw as shalah).

Untuk itu, sawah yang penggarapannya diserahkan kepada orang lain dengan sistem bagi hasil yang wajib mengeluarkan zakat adalah yang mempunyai bibit tanaman di sawah tersebut.

Apabila yang mempunyai bibit adalah penggarap sawah tersebut, maka beban zakat ditanggung oleh si penggarap itu, dan demikian pula sebaliknya.

Waktu Mengeluarkan Zakat

Orang yang mempunyai kewajiban mengeluarkan zakat ketika:

  1. Adanya orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiqqin).
  2. Wujudnya harta yang akan dikeluarkan zakatnya.

Adapun piutang yang jatuh tempo dan berada pada orang yang mampu membayar serta tidak ingkar atas piutang tersebut itu wajib dikeluarkan zakatnya seketika itu. Sedangkan piutang yang belum jatuh tempo atau ada pada orang yang ingkar terhadap hutangnya, barang hilang, barang yang dighashab dll.

Baca Juga:  Fiqih Zakat Praktis dan Lengkap (Syarat Harta yang Wajib Dizakati) Bagian 2

Etika Bagi Pemberi dan Penerima Zakat

1. Etika Pemberi Zakat

Orang yang hendak mengeluarkan zakat wajib memperhatikan hal-hal sebagaimana berikut ini:

  • Pertama, mengerti tujuan zakat, yaitu a) Sebagai ujian bagi orang yang mengaku cinta kepada Allah SWT dengan mengeluarkan harta yang ia senangi. b) Membersihkan diri dari sifat kikir yang dapat mencelakakan dirinya. c) Mensykuri nikmat harta.
  • Kedua, merahasiakan dalam mengeluarkan zakat. Demikian ini agar dirinya terhindar dari sifat riya’ dan mencari popularitas. Sedangkan terang-terangan dalam memberikan zakat termasuk penghinaan (secara tidak langsung) terhadap orang si penerima (di mata orang lain). Namun bila khawatir dicurigai tidak mengeluarkan zakat maka sebaiknya berikanlah sebagian zakatnya kepada fakir dengan cara menariknya dari orang-orang banyak secara terang-terangan, dan sisanya yang lain diberikan secara sembunyi-sembunyi.
  • Ketiga, tidak merusak zakatnya dengan cara mengundat-undat (manni) dan menyakiti si penerimanya.
  • Keempat, harus memandang kecil dan remeh pemberiannya terhadap orang lain.
  • Kelima, memilih harta yang dianggapnya paling halal, paling bagus dan paling disenangi sebagai zakatnya.
  • Keenam, mencari penerima yang bersih jiwanya dari golongan yang delapan tersebut.
Baca Juga:  Hukum Memakai Gelang Bagi Laki Laki dalam Pandangan Ulama Fiqih
2. Etika Penerima Zakat

Hendaknya penerima zakat memiliki sikap-sikap berikut ini:

  • Pertama, mengerti bahwa Allah mewajibkan memberikan zakat kepadanya agar supaya Dia mencukupinya apa yang menjadi kepentingannya dan agar supaya ia menjadikan kepentingannya hanya satu yang kepentingan semata-mata mencari ridha Allah.
  • Kedua, berterima kasih kepada pemberi, mendoakan dan memberikan pujian kepadanya, karena orang yang tidak berterima kasih kepada sesama berarti tidak bersyukur kepada Allah.
  • Ketiga, memperhatikan apa yang diberiklan kepada dirinya; apabila bukan dari perkara yang halal, maka janganlah sekali-kali mengambilnya.
  • Keempat, menghindari dari terjadinya syubhat bagi dirinya dengan cara menerima pemberian zakat secukupnya, sehingga tidak menerima pemberian tersebut melebihi kebutuhannya.

Berlanjut ke bagian 5 mengenai Tabel Nishab dan Kadar Zakat.

Sumber: *Tim Muroja’ah PPS & Lajnah Bahsul Masail PCNU Kab. Sakera Mania Tretes-pasuruan

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *