Gus Baha, Al Alim dan Sang Manusia Kitab Abad Ini

gus baha

Pecihitam.org – KH Bah’auddin Nursalim ( Gus Baha ) nama beliau sangat terkenal di kalangan santri dan Ulama di Indonesia. Keilmuan yang dimiliki sangatlah lengkap, dari hafidz quran, ahli fiqih, ahli tafsir dan ahli ilmu alat (nahwu, shorof). Bahkan masih banyak keahlian kelilmuan lain yang tidak dimiliki oleh ulama yang lain.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bagi kita yang sering mendengarkan ceramah-ceramah Gus Baha pasti akan sangat terpukau dengan gaya bahasa, penyampaian, analogi yang digunakan dan penjelasan yang sangat detail. Penjelasan beliau tidak monoton dan sangat mudah untuk dipahami.

Sehingga tak heran jika sosok beliau kini sangat diidolakan banyak orang, bukan hanya santri yang ingin mengkaji agama dengan kelas ilmu yang tinggi.

Bahkan orang awam agama sekalipun merasa akan paham jika mendengar ceramah-ceramah beliau, yang mana, menjadikan beragama itu terasa menyenangkan dan tidak menakutkan.

Hal ini dikarenakan kemampuan beliau menyampaikan ilmu-ilmu yang disertai analogi sederhana kerap menjadikan persoalan pelik jadi mudah.

Lantas, faktor apa yang membuat banyak orang percaya dengan pemikiran Gus Baha’ dan mudah menerima pendapat beliau?

Salah satunya yaitu : “Kepercayaan dirinya”. Di lain sisi banyak santri yang tidak ingin terlihat tawadhu, beliau berbeda. Gus Baha kerap dengan percaya diri menunjukkan kealimannya. Menunjukkan pada khalayak bahwa beliau benar-benar pandai dan menguasai apa yang sedang dibicarakan.

Disetiap kesempatan, beliau tak sungkan menyatakan hafal al Quran, karena memang sudah sejak kecil mempelajari dan menghafal Al-quran. Bahkan dengan sangat PD beliau selalu bilang hafal banyak kitab-kitab ulama hampir dengan titik koma,nya. Sampai oleh para kaum santri Gus Baha dijuluki Manusia Kitab Abad ini.

Siapa sebenarnya gus Baha’? al ‘Alim yang selalu berpenampilan sederhana namun kyai-kyai sepuh sangat mengakui keilmuannya.

Daftar Pembahasan:

Profil Gus Baha

KH. Ahmad Bahauddin Nursalim Al-Hafidz atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha’. Lahir di Sarang, Rembang, Jawa Tengah tanggal 15 Maret 1977. Beliau adalah Putra seorang ulama’ ahli Al-Qur’an, yakni KH. Nursalim Al-Hafizh, dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah, sebuah desa di pesisir utara pulau Jawa. KH. Nursalim adalah murid dari KH. Arwani Al-Hafidz Kudus dan KH. Abdullah Salam Al-Hafidz Pati.

Dari silsilah keluarga ayah beliau inilah terhitung dari buyut hingga generasi ke-empat kini merupakan ulama’-ulama’ ahli Al-Qur’an yang sangat mumpuni. Silsilah dari garis ibu beliau merupakan keluarga besar ulama’ Lasem, Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu yang pesareannya ada di area Masjid Jami’ Lasem, Rembang.

Sedari kecil gus Baha’ mulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Al-Qur’an dibawah asuhan ayahnya sendiri. Pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan Al-Qur’an beserta Qiro’ahnya dengan lisensi yang ketat dari ayah beliau.

Baca Juga:  Biografi Syaikh Taqiyuddin Al Hishni Pengarang Kitab Kifayatu Al Akhyar

Gemblengan keilmuan yang ayah beliau ajarkan memanglah sesuai dengan karakteristik murid-murid Mbah Arwani Kudus yang menerapkan keketatan di dalam tajwid dan makhorijul huruf terhadap setiap huruf al-Qur’an.

Riwayat Pendidikan

Dari riwayat pendidikan, Gus Baha’ sejak kecil hingga mengasuh pesantren warisan ayahnya sekarang, beliau mengenyam pendidikan dari dua pesantren, yakni pesantren ayah beliau sendiri di desa Narukan dan PP. Al Anwar Karangmangu di bawah asuhan KH Maimoen Zubair.

Menginjak usia remaja, Kyai Nursalim menitipkan Gus Baha’ untuk mondok dan berkhidmah kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Al Anwar.

Di pondok inilah gus Baha’ muncul sangat menonjol di berbagai ilmu pengetahuan Syari’at layaknya Fiqih, Hadits dan Tafsir. Hal ini terbukti dari lebih dari satu amanat posisi prestisius keilmiahan yang diemban oleh beliau sepanjang mondok di Al Anwar, layaknya Rois Fathul Mu’in dan Ketua Ma’arif di jajaran kepengurusan PP. Al Anwar.

Saat mondok di Al Anwar ini pula gus Baha’ mengkhatamkan hafalan Shohih Muslim lengkap bersama matan, rowi dan juga sanadnya. Selain Shohih Muslim beliau termasuk mengkhatamkan hafalan kitab Fathul Mu’in dan kitab-kitab gramatika arab layaknya ‘Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik.

Reputasi Keilmuan

Selain di pondok pesantren, Gus Baha’ juga mengabdi di Lembaga Tafsir Al-Qur’an Universitas Islam Indonesa (UII) Yogyakarta dan diminta mengasuh Pengajian Tafsir Al-Qur’an di Bojonegoro, Jawa Timur.

Di UII beliau menjabat sebagai Ketua Tim Lajnah Mushaf UII. Teamnya sendiri terdiri dari para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur’an dari se-antero Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lainnya.

Suatu ketika Gus Baha’ pernah ditawari gelar Doctor Honoris Causa dari UII, namun beliau tidak berkenan. Dalam jagat Tafsir Al-Qur’an di Indonesia beliau termasuk pendatang baru dan satu-satunya dari jajaran Dewan Tafsir Nasional yang berlatar belakang pendidikan non formal dan non gelar.

Menurut Prof. Quraisy Syihab bahwa kedudukan gus Baha’ di Dewan Tafsir Nasional selain sebagai mufassir, juga sebagai mufassir faqih karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Setiap kali lajnah ‘menggarap’ tafsir dan Mushaf Al-Qur’an, posisi Gus Baha’ selalu di dua keahlian, yakni sebagai mufassir seperti anggota lajnah yang lain dan sekaligus sebagai Faqihul Qur’an yang mempunyai tugas khusus mengurai kandungan fiqh dalam ayat-ayat ahkam Al-Qur’an

Baca Juga:  Gus Baha: Hakikat Kehidupan yang Sesungguhnya

Kitab dan Karya

Kitab yang berjudul حفظنا لهذا المصحف ditulis oleh KH Ahmad Bahauddin bin Nur Salim ini berkenaan tentang penjelasan rasm usmani dilengkapi contoh dan penjelasan yang disadur dari buku al-Muqni’ karya Abu ‘Amr Usman bin Sa’id ad-Dani ( 444 H.). Kitab ini sangat bagus untuk mengetahui bagaimana karakteristik penulisan al-Qur’an di dalam mushaf rasm usmani.

Di didalam kitabnya beliau menyatakan bahwa sebenarnya rasm usmani merupakan warisan yang wajib dijaga. Untuk menjaganya tidak hanya sekedar dengan menghafalkan, namun juga dicermati dengan detil bagaimana cara penulisan dan karakteristiknya.

Sebab mushaf usmani ini tidak ditulis dengan metode imla’ yang senantiasa sama di dalam al-Qur’an. Hal inilah yang mendasari alasan Gus Baha’ yang berpendapat bahwa bahasa itu riwayat, tidak hanya sekedar kaidah. Oleh karena itu banyak sekali penulisan-penulisan atau lafadz-lafadz yang benar secara kaidah i’lal, disaat tidak cocok dengan bahasa arab secara sama’i maka tidak bisa diqiyaskan.

Gus Baha Manusia Kitab Abad Ini

Yang sering mendengarkan ceramah Gus Baha, pasti akan menemukan di sela ngaji, beliau kerapkali bilang; “Saya sudah khatam Kitab Ihya’ 4 sampai 5 kali sampai hampir hafal titik koma Ihya’. Bahkan saya sudah mengkaji kitab karya Hujjatul Islam ini dari beberapa versi penerbit. Tiga atau empat versi cetakannya.”

Bukan cuma itu, gus Baha juga beberapa kali mengaku mengkhatamkan kitab Ithaf (Syarah Ihya’) karya Sayyid az-Zabidi. Lewat pengakuan inilah, ulama sampai kiai tradisional yang begitu mengagumi Imam Ghazali dan kitab Ihya’-nya bisa dibilang akan merasa langsung kalah. Itu yang sudah kiai, apalagi, mereka yang khatam Ihya’-nya cuma sekadar ikut khataman. Tanpa ikut ngaji full.

Dalam urusan hadits, Gus Baha juga berulang kali bilang; ” Kegemaranya yaitu membaca Shahih al-Bukhari. Beliau sangat percaya dengan isi hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari tersebut. Bahkan Shahih Bukhari dijadikan standar utama untuk mengenal Nabi dan sunnah-sunnahnya.

Ketika menyebutkan suatu hadits misalnya, beliau kerap bilang :

“Saya hafal betul teks haditsnya. Karena sengaja saya hafalkan!!!”

Bayangkan, siapa yang tidak langsung merasa kalah “melawan” orang yang begitu yakin dan mantabnya menyebut kata per kata sebuah hadits.

Tidak sedikit ustadz yang kerap ragu-ragu dengan hafalan haditsnya lewat ucapan : Au Kama Qola. أو كما قال

Atau para ustadz yang kerap bertanya: “mana haditsnya?”, “haditsnya shahih gak???”, “dishahihkan Albani nggak???”, Bisa langsung angkat tangan bilang “iyaa” jika disebut hadits itu ada di Bukhari atau Muslim.

Jika sudah disebut riwayat Bukhari – Muslim, ko masih ngeyel tanya; dishahihkan Albani apa nggak??? Wess mending tinggal saja…

Baca Juga:  Viral!!! Di Korea Pakaian Gus Baha’ Dilelang Laku 60 Juta

Kemudian, kalau ada uztadz yang fanatik dengan fiqih, tentu akan langsung bilang ‘iya-iya…’ ketika mendengar pengakuan Gus Baha yang dengan PD bilang sudah “ngelontok” kitab Fathul Muin dan Ianah ath Tholibin.

Hal ini karena beliau pernah jadi rois Fathul Muin sewaktu mondok di Sarang Rembang. Demikian pula dengan kitab-kitab fiqih lain dari madzhab Syafii, seperti karya Imam Nawawi, Imam Rofii, Imam Suyuthi, hingga Imam Zakaria al-Anshori.

Bukan hanya madzhab Imam Syafii, bahkan pemikiran-pemikiran madzhab Hanafi pun banyak banyak beliau kaji.

Begitulah, Kepercayaan Diri tentang keilmuan yang kerap gus Baha tampakkan. Bahkan beliau berani menantang siapa pun yang menolak pendapatnya.

“Tapi, ya harus selevel lah… Minimal hafal al-Quran mantab dan sekian ribu hadits. Baru boleh berdebat saya. Saya siap berguru pada orang itu, jika memang terbukti lebih alim dari saya.” tegas gus Baha.

Lha, ,,,kalau cuma hafal ayat “Udkhulu fis silmi kaaaffah…”,yang lainnya gak hafal, ya levelnya baru belajar iqro’ itu.

Apa penyebab beliau bersikap seperti itu ????

Mungkin sebab keresahan beliau dari banyaknya muballigh zaman sekarang yang kurang ilmu. Hanya karena tenar dan banyak penggemar di TV atau follower media. Kemudian merasa jumawa bahwa dia layak berfatwa. Padahal, sebenarnya ilmu saja tidak ada.

Lebih dari itu, ternyata sikap percaya ciri ini juga ada sanadnya, ada tuntunan dan contoh dari para ulama terdahulu. Entah hadits atau bukan, beberapa kali gus Baha menutip sebuah maqalah;

إذا ظهرت الفتن ، فليظهر العالم علمه.

“Jika sudah nampak fitnah-fitnah (urusan agama), maka orang alim harus menunjukkan ilmunya.”

Dunia itu semakin rusak, karena orang-orang alim selalu beralasan masih belum cukup ilmu kemudian tidak mau tampil, tidak mau mengajar dan tidak mau mengisi ceramah.

Padahal, sudah mondok-nyantri puluhan tahun. Sudah hafal kitab Imrithi, khatam Fathul Qorib, sudah ngaji Hikam sampai bahkan Ihya’ Ulumiddin. Bilangnya si tawadhu’. Namun, sejatinya inilah yang memberi ruang bagi orang-orang yang tak punya ilmu mengajarkan agama. Begitulah kira-kira yang disampaikan gus Baha.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik