Gus Dur: Indonesia Akan Mengalami Masa Sulit dan Gonjang-ganjing Sampai 2030

wali gus dur

Pecihitam.org – Ini mungkin salah satu dari sekian kisah, bahwa Gus Dur seorang wali. KH. Maman Imanul Haq bercerita, delapan tahun saya dekat dengan Gus Dur. Saya punya rekaman 95 menit dengan Gus Dur, dan itu tidak dimiliki oleh yang lain.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Saat itu tiba-tiba Gus Dur minta dibawakan tim media saya. Gus Dur hanya memakai celana pendek sambil tiduran di ruang tamu minta direkam.

“Pak sudah siap,” kata saya.

“Ya sudah,” jawab Gus Dur.

“Mohon Bapak pakai sarung,” protesku karena tak pantaslah Gus Dur sebagai narasumber hanya memakai celana pendek.

Kata Gus Dur, “Lhoh, kan sumber utamanya Anda. Anda yang harus rapih. Saya hanya mendampingi.”

Akhirnya saya minta Mas Munif, menantunya Mbah Abdul Jalil Mustaqim, untuk mengambilkan sarung. Lalu sarung itu diberikan ke Gus Dur dan hanya ditutupkan di atas celana. 95 menit tiba-tiba Gus Dur cerita soal kuliah dan belajar beliau.

Gus Dur itu sosok pendendam yang baik. Dulu pernah saya di pesawat bersama Gus Dur, saya ijin,

“Mohon maaf, Nurcholis Majid mau ke rumah saya di Jatiwangi.”

“Iya, dia mau jadi presiden. Tapi nggak mungkin,” jawab Gus Dur.

“Tapi Cak Nur bilang Pak,” kata saya.

“Apa sih yang salah dengan saya? Gus Dur itu baca satu ayat dua ayat, tapi terkenal dan diaku jadi wali. Tapi saya padahal sudah menyebutkan ayat, surat, tafsir dan referensinya masih saja disalahpahami.” Kata Cak Nur yang saya tirukan.

Baca Juga:  Humor dan Inspirasi Gus Dur di Prancis

Gus Dur hanya diam, sama sekali tidak bertanya apa-apa kepada saya. Hingga kemudian saat Gus Dur bertemu saya di kediaman Tuan Guru Turmudzi Lombok NTB, beliau tiba-tiba ceramah dengan membaca 10 ayat yang panjang-panjang sekaligus menyebutkan ayat serta suratnya.

Juga tiba-tiba Gus Dur membaca qasidah-qasidah dan puisi-puisi lama (berbahasa Arab) yang sangat panjang, beserta keterangannya lengkap. Waktu itu saya tidak mengerti ada apa dengan Gus Dur yang tiba-tiba seperti itu.

Pas waktu pulang, saat di pesawat Gus Dur tiba-tiba memegang tangan saya dan berkata,

“Anda dengerin ceramah saya di Lombok?”
“Dengar Pak!” jawabku.
“Catat, saya lebih hebat dari Cak Nur!”

Waktu itulah saya baru sadar saat di pesawat sebelumnya beliau hanya diam ternyata karena tidak terima dengan perkataan Nurcholis Majid yang saya sampaikan ke beliau. Gus Dur benar-benar sosok pendendam yang baik.

Saya belajar dari Gus Dur juga bahwa jadi manusia itu sangat berat. Saya teringat dan waktu itu saya baru sadar, ternyata shalatnya Gus Dur itu setelah wudhu kemudian duduk menghadap kiblat. Beliau juga mendawamkan wirid Ratib al Haddad menjelang akhir hayatnya.

Saya juga teringat saat Gus Dur dicium tangannya oleh Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa. Ketika itu saya dan Gus Dur sedang di bandara. Tiba-tiba Habib Mundzir al-Musawa yang hendak dakwah ke Papua menghampiri dan menciumi tangan Gus Dur seraya bersimpuh di hadapan Gus Dur. Lalu saya tanya,

Baca Juga:  Gus Dur dan Warisan Pribumisasi Islam

“Ada apa Bib?”
“Kalau wali ya Gus Dur, Kang Maman.” Jawab Habib Mundzir.

Tiba-tiba Gus Dur bertanya kepada saya, “Itu siapa?”
“Habib Mundzir, Pak,” jawab saya.

“Kalau ingin tahu wali yang muda ya Habib Mundzir. Tapi usianya tidak panjang,” kata Gus Dur kemudian. Gus Dur sudah menyebut Habib Mundzir al-Musawa akan meninggal dunia dalam usia yang sangat muda.

(Dan ternyata memang benar Habib Mundzir wafat tahun 2013 pada usia yang relatif muda yaitu 40 tahun).

Gus Dur terkadang kalau marah itu menarik. Tiba-tiba saya disuruh bacain surat kabar, ada beberapa kyai yang menolak Gus Dur. Kemudian Gus Dur berkata,

“Apa salah saya ya Kang Maman? Padahal saya tidak pernah berbuat salah kepada kyai-kyai itu.”

Dalam masalah uang, saya pernah ceramah bareng Gus Dur. Saat itu Gus Dur mendapat amplop 50 juta dan saya dapat amplop 5 juta. Ternyata punya saya yang 5 juta itu pun diminta Gus Dur,

“Sini yang 5 juta Kang Maman!”

Lalu tiba-tiba oleh Gus Dur uang itu dibagi-bagi ke dalam beberapa bagian, dan dimasukkan ke dalam amplop. Gus Dur kemudian meminta saya untuk menuliskan satu persatu nama-nama kyai di amplop itu sesuai yang diucapkan Gus Dur; kyai anu dari Kalimantan, kyai anu dari Sulawesi, kyai anu dari perbatasan Sulawesi, dan seterusnya.

Gus Dur itu tidak pernah punya dompet dan kadang-kadang uang pun selalu habis untuk dibagi-bagikan. Itulah mengapa sampai sekarang makam yang paling ramai dikunjungi orang Indonesia adalah makamnya Gus Dur. Gus Dur itu manusia, yang mampu memanusiakan manusia.

Baca Juga:  Gambar Angin dan Formalisme Simbol Agama

“Kenapa ketika Muktamar di Solo saya diusir pakai anjing?” Gerutu Gus Dur yang tidak terima.

Tapi saat turun di Bandara Adi Sucipto, ada wartawan yang bertanya, “Gus, itu ada beberapa kyai yang menolak Anda.”

Cara bertahan Gus Dur menarik. Gus Dur kemudian tersenyum dan menjawab, “Ah kata siapa? itu yang bilang paling ya tukang becak yang pakai sorban.”

Gus Dur mengijazahkan pada saya Ayat Kursi di detik-detik terakhir hayatnya, tanggal 7 Desember 2009.

Di kalimat “Wala Ya-uduhu dst…” dibaca 7 kali. Saya tanya,
“Untuk apa Pak?”

“Untuk penjagaan saja. Indonesia akan mengalami masa-masa sulit dan gonjang-ganjing, sampai tahun 2030-an.” Jawab Gus Dur.

Keterangan: Berdasarkan ceramah yang di sampaikan oleh KH. Maman Imanul Haq, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka dan Ketua Umum LDNU Pusat dalam Pengajian Akbar dan Khataman Al-Quran Reuni IKABU (Ikatan Alumni Bahrul Ulum Tambakberas se-Jabodetabek).

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *