Hadits Shahih Al-Bukhari No. 212-213 – Kitab Wudhu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 212213 – Kitab Wudhu ini, menjelaskan tentang Nabi membersihkan bekas kencing orang Arab badui di dalam masjid. Kemudian hadis selanjutnya menceritakan hal sama juga, Nabi memerintahkan sahabat menyiram bekas air kencing orang Arab badui. Hadis berikutnya menjelaskan tentang dua orang penghuni kubur yang disiksa karena tidak bersuci setelah buang air kecil dan sering mengadu domba. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Wudhu. Halaman 279-282.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 212

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى أَعْرَابِيًّا يَبُولُ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ دَعُوهُ حَتَّى إِذَا فَرَغَ دَعَا بِمَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma’il] berkata, telah menceritakan kepada kami [Hammam] telah mengabarkan kepada kami [Ishaq] dari [Anas bin Malik] bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang ‘Arab badui kencing di dalam masjid, beliau lalu bersabda: “Biarkanlah.” Setelah orang itu selesai, beliau meminta air dan menyiram bekasnya.”

Keterangan Hadis: (Nabi SAW dan orang-orang membiarkan orang Arab Badui). Al a’raabiy adalah bentuk jamak (plural) dari kata ‘arabiyyi, sementara yang dimaksud dengan ‘arabiyyi adalah orang yang tinggal di tempat terpencil  seperti pedusunan, baik bangsa Arab maupun non-Arab.

Hanya saja mereka membiarkan Arab badui itu kencing di masjid, sebab ia telah mulai melakukan suatu perkara yang tidak benar. Andaikata dicegah saat itu juga, maka dampak buruk akibat perbuatan itu akan scmakin bertambah. Sementara bila dibiarkan, hanya akan me­ngotori satu bagian tertentu dari masjid. Seandainya dicegah, maka hanya ada dua kemungkinan; ia menghentikan kcncingnya sehingga menimbul­kan efek tidak baik baginya, atau ia tidak menghentikannya schingga tidak dijamin bahwa kencing tersebut tidak akan mengenai badan dan pakaiannya ataupun tempat-tempat lain di masjid.

 رَأَى أَعْرَابِيًّا (Melihat seorang Arab badui). Diriwayatkan oleh Abu Bakar At-Tarikhi dari Abdullah bin Nati’ Al Mazini, bahwa orang tersebut bemama Al Agra’ bin Habis At-Tamimi sebagaimana yang akan dijelaskan.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 31 – Kitab Iman

حَتَّى (Hingga), yakni mereka membiarkan orang itu hingga menyelesaikan kencingnya. Maka ketika selesai, Nabi SAW minta dibawakan air (yakni di ember besar).

 فَصَبَّهُ (Disiramkannya). Bcliau memerintahkan untuk menyiramkan air tersebut ke tempat kencing orang tersebut, dan hal ini akan dijelaskan.

Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini melalui jalur Ikrimah bin Ammar dari Ishaq, dimana beliau menyebutkannya secara panjang lebar dengan kandungan yang sama seperti yang telah kami terangkan. Hanya saja beliau menambahkan dalam riwayatnya, “Kemudian Nabi SAW memanggilnya dan bersabda kepadanya, ‘Sesungguhnya masjid­masjid ini tidak pantas untuk tempat kencing dan buang kotoran. Sesungguhnya ia hanyalah sebagai tempat dzikir kepada Allah, shalat dan membaca Al Qur ‘an.”‘ Adapun faidah hadits ini akan kami sebutkan pada bab berikutnya, insya Allah.

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 213

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Syu’aib] dari [Az Zuhri] berkata, telah mengabarkan kepadaku [‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud] bahwa [Abu Hurairah] berkata, “Seorang ‘Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan.”

Keterangan Hadis: قَامَ أَعْرَابِيٌّ (Seorang Arab badui berdiri). Ditambahkan oleh Ibnu Uyainah dalam riwayat Imam Tirmidzi dan selainnya di bagian awalnya dengan mengatakan, “Bahwasanya orang itu shalat kemudian berdoa, ‘Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau memberi rahmat seorang pun bersama kami.’ Maka Nabi SAW bersabda kepadanya, ‘Sungguh engkau tel ah menutup sesuatu yang sangat luas.’ Lalu tidak lama setelah itu orang tersebut kencing di masjid.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 165-166 – Kitab Wudhu

Tambahan seperti ini akan disebutkan pula oleh Imam Bukhari secara tersendiri dalam bab “Al Adab” melalui jalur Az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah. Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban secara lengkap melalui jalur Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah RA Demikian pula halnya dengan riwayat Ibnu Majah dari hadits Watsilah bin Al Asqa’.

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Musa Al Madini dalam kitab Ash-Shahabah melalui jalur Muhammad bin Amru bin Atha’ dari Sulaiman bin Yasar. Ia berkata, “Datang dzul Khuwaisharah Al Yamani, seorang yang tidak mengenal sopan santun.” Lalu beliau menyebutkan kisah yang dimaksud secara lengkap, namun hanya dari segi maknanya disertai tambahan keterangan. Akan tetapi, derajat riwayat itu sendiri adalah mursal (tidak disebutkan nama sahabat yang meriwayatkannya). Di samping itu dalam silsilah periwayatannya terdapat seorang perawi yang tidak disebutkan secara transparan, yaitu perawi yang berada di antara Muhammad bin Ishaq dan Muhammad bin Amru bin Atha’.

Lalu Abu Musa meriwayatkan pula hadits ini melalui jalur Al Asham dari Abu Zur’ah Ad-Dimasyqi dari Ahmad bin Khalid Adz­Dzahabi dari Sulaiman bin Yasar. Kemudian hadits ini disebutkan pula dalam kitab Kumpulan Musnad lbnu Ishaq oleh Abu Zur’ah Ad­Dimasyqi dari jalur para ulama Syam dari Ibnu lshaq, selanjutnya sama seperti jalur periwayatan tersebut di atas. Akan tetapi dikatakan di bagian awalnya, “Datang Dzul Khuwaisharah At-Tamimi, seorang yang tidak mengenal sopan santun.” Sementara At-Tamimi adalah Harqus bin Zuhair yang kelak menjadi pcmimpin golongan Khawarij. Untuk itu sebagian ulama membedakan antara At-Tamimi dcngan Al Yamani, akan tetapi kisah ini memiliki sumber yang akurat.

Dari riwayat ini dapat diketahui nama orang badui yang dimaksud, sementara telah disebutkan perkataan At-Tarikhi bahwa namanya adalah Al Aqra’. Kemudian dinukil dari Abu Al Husain bin Faris bahwa nama orang tersebut adalah Uyainah bin Hishn, wallahu a ‘lam.

فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ (Orang-orang pun mencegahnya), yakni dengan lisan (ucapan) mereka. Sementara dalam riwayat Imam Bukhari dalam bab “Al Adab” disebutkan, “Maka orang-orang bergerak mendekatinya.” Lalu beliau menyebutkan pula dari hadits Anas, “Maka mereka berdiri menuju kepadanya.” Dalam riwayat Al Isma’ili dikatakan, “Maka para sahabatnya hendak mencegahnya.” Kemudian dalam riwayat Anas disebutkan, “Maka orang-orang melarangnya.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 609-611 – Kitab Adzan

Diriwayatkan pula oleh Al Baihaqi dari jalur Abdan -salah seorang guru Imam Bukhari- dengan lafazh, “Maka orang-orang dengan suara lantang menegurnya.” Demikian pula yang dinukil oleh An-Nasa’i dari jalur Ibnu Mubarak. Dari riwayat-riwayat ini menjadi jelas bahwa pencegahan yang dilakukan oleh para sahabat adalah dengan Iisan mereka dan bukan dengan menggunakan tangan (kekerasan). Sementara itu dalam riwayat Imam Muslim dari jalur Ishaq dari Anas disebutkan, “Maka para sahabat berkata kepadanya, ‘berhenti … berhenti … !”‘

فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ (Karena sesungguhnya kamu diutus) Penisbatan kata “diutus” kepada para sahabat hanyalah dalam bentuk majaz (kiasan), karena sesungguhnya beliau SAW yang diutus mengemban misi seperti itu. Akan tetapi oleh karena para sahabat merupakan penyambung lidah beliau SAW baik di saat masih hidup maupun setelah wafatnya, maka apa yang menjadi misi beliau dinisbatkan pula kepada para sahabatnya. Sebab para sahabat dibebani misi demikian oleh beliau SAW. Demikianlah yang selalu beliau SAW lakukan setiap kali mengutus scscorang ke setiap pelosok, dimana beliau SAW senantiasa bersabda, “Permudahlah dan jangan mempersulit.”

M Resky S