Hadits Shahih Al-Bukhari No. 290-292 – Kitab Haid

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 290-292 – Kitab Haid ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Bercumbu dengan Istri yang sedang Haid” hadis ini menjelaskan tentang Aisyah yang mandi bersama Rasulullah saw didalam satu bejana dan keduanya dalam keadaan junub, dan juga hadis ini menjelaskan bahwa nabi saw pernah mencium istrinya padahal mereka saat itu dalam keadaan haid. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Haid. Halaman 502-506.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 290

حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ كِلَانَا جُنُبٌ وَكَانَ يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ وَكَانَ يُخْرِجُ رَأْسَهُ إِلَيَّ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ فَأَغْسِلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Qabishah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Manshur] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari [‘Aisyah] berkata, “Aku dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mandi bersama dari satu bejana. Saat itu kami berdua sedang junub. Beliau juga pernah memerintahkan aku mengenakan kain, lalu beliau mencumbuiku sementara aku sedang haid. Beliau juga pernah mendekatkan kepalanya kepadaku saat beliau i’tikaf, aku lalu basuh kepalanya padahal saat itu aku sedang haid.”

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 291

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ خَلِيلٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْحَاقَ هُوَ الشَّيْبَانِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَسْوَدِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبَاشِرَهَا أَمَرَهَا أَنْ تَتَّزِرَ فِي فَوْرِ حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا قَالَتْ وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْلِكُ إِرْبَهُ تَابَعَهُ خَالِدٌ وَجَرِيرٌ عَنْ الشَّيْبَانِيِّ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Isma’il bin Khalil] berkata, telah mengabarkan kepada kami [‘Ali bin Mushir] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Abu Ishaq] -yaitu Asy Syaibani- dari [‘Abdurrahman bin Al Aswad] dari [Bapaknya] dari [‘Aisyah] ia berkata, “Jika salah seorang dari kami sedang mengalami haid dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkeinginan untuk bermesraan, beliau memerintahkan untuk mengenakan kain, lalu beliau pun mencumbuinya.” ‘Aisyah berkata, “Padahal, siapakah di antara kalian yang mampu menahan hasratnya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menahan.” Hadits ini dikuatkan oleh [Khalid] dan [Jarir] dari [Asy Syaibani].”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 567 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Keterangan Hadis: (Bercumbu dengan istri yang sedang haid). Yang dimaksud dengan bercumbu di sini adalah sentuhan kulit kedua lawan jenis dan bukan hubungan badan.

فَأَتَّزِرُ (Agar mengenakan sarung), maksudnya beliau melilitkan pakaian di sekitar pinggangnya. Para fuqaha (ahli fikih) membatasi tcmpat yang dimaksud, yaitu antara pusar dan lutut berdasarkan kebiasaan yang umum. Adapun pembahasan lain mengenai hadits ini telah disebutkan pada dua bab terdahulu.

إِحْدَانَا (Salah seorang di antara kami), maksudnya salah seorang di antara istri-istri Nabi SAW.

فِي فَوْرِ حَيْضَتِهَا (Sesaat setelah keluar haid). Al Khaththabi berkata, “Yang dimaksud adalah saat pertama keluar haid dimana darah keluar cukup banyak.” Al Qurthubi berkata, “Yang dimaksud adalah pada waktu darah haid paling banyak keluar.”

يَمْلِكُ إِرْبَهُ (Dapat mengendalikan nafsunya). Dikatakan bahwa yang dimaksud adalah anggota badan yang digunakan untuk berhubungan intim. Ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah hajat (kebutuhan), sebab hajat dinamakan pula irbah.

Adapun makna kalimat ini, bahwa dengan beliau SAW adalah manusia yang paling menguasai diri sehingga tidak dikhawatirkan untuk melakukan apa yang dikhawatirkan bagi orang lain. Meski demikian, beliau SAW tetap memerintahkan isterinya mengenakan pakaian dengan tujuan menetapkan syariat bagi selain beliau SAW, dimana mereka tidak tergolong orang-orang yang ma’shum (terjaga). Demikian yang dikatakan oleh kebanyakan ulama, dan hal ini sesuai dengan kaidah madzhab Maliki sehubungan dengan persoalan saddu az-zara’i (menutup jalan menuju kerusakan atau dosa).

Baca Juga:  Mutlakkah Hukum Isbal Haram? Yuk Kaji Haditsnya Sesuai Kaidah Ushul Fiqih

Sementara itu sejumlah ulama salaf (terdahulu) serta Ats-Tsauri, Ahmad dan Ishaq mengatakan, bahwa yang terlarang untuk dinikmati dari istri yang sedang haid hanyalah kemaluannya saja. Demikian pula yang menjadi pendapat Muhammad bin Al Hasan Al Hanafiyah yang didukung oleh Imam Ath-Thahawi, pendapat yang dipilih oleh Ashbagh dari kalangan ulama madzhab Maliki, dan salah satu dari dua pandangan yang terdapat dalam madzhab Syafi’i serta dipilih oleh Ibnu Mundzir.

Imam An-Nawawi berkata, “Pendapat ini memiliki dalil yang lebih kuat berdasarkan hadits Anas bin Malik yang tercantum dalam kitab Shahih Muslim, (Lakukanlah segala sesuatu kecuali hubungan badan). Lalu para ulama yang mendukung pandangan ini memahami hadits yang disebutkan oleh Imam Bukhari pada bah ini sebagai perbuatan mustahab ( disukai) demi untuk memadukan antara dalil-dalil yang ada.

Selanjutnya lbnu Daqiq Al ‘Id berkata, “Tidak ada dalam hadits ini suatu indikasi yang menyatakan bahwa apa yang ada di balik pakaian tersebut terlarang untuk dinikmati, sebab kejadian dalam hadits hanya berupa perbuatan semata.”

Keterangan lain yang menunjukkan bahwa apa yang ada di balik kain tidak terlarang untuk dinikmati adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan jalur periwayatan yang cukup akurat dari Ikrimah, dari sebagian istri Nabi SAW, bahwasanya jika beliau SAW ingin bercumbu dengan istrinya yang sedang haid, maka beliau SAW menutupi kemaluan istrinya dengan kain.

Adapun Imam Ath-Thahawi memperkuat pendapatnya berdasarkan kenyataan bahwa menyentuh bagian badan istri yang sedang haid selain kemaluannya tidak memiliki hukuman tertentu (hadd) dan tidak pula mengharuskan seseorang untuk mandi wajib. Dengan demikian, maka kedudukannya sama dengan menyentuhnya dari atas kain.

Kemudian ulama madzhab syafi’i memberi perincian; apabila seseorang mampu mengendalikan diri, maka ia boleh menyentuh apa yang ada di balik kain penutup kecuali kemaluan. Sedangkan jika tidak, maka tidak diperkenankan kecuali menyentuh dari atas kain saja. Pandangan ini dianggap baik oleh Imam An-Nawawi.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 294 – Kitab Haid

Tidak tertutup kemungkinan untuk mengemukakan perincian lain, yaitu dengan membedakan antara permulaan haid dan masa-masa selanjutnya berdasarkan makna yang tersirat pada sabda beliau SAW,  (Sesaat setelah keluar haid). Pendapat ini didukung oleh riwayat Ibnu Majah melalui jalur periwayatan yang hasan (baik) dari Umrnu Salamah, bahwa Nabi SAW menjauhi tempat keluar darah selama 3 hari, dan setelah itu beliau menyentuhnya. Dari sini pula hadits Ummu Salamah ini dapat dikompromikan dengan hadits-hadits yang memberi keterangan untuk bersegera bercumbu dengan istri, yaitu dengan mengatakan bahwa keduanya dipraktekkan dalam masa yang berbeda.

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 292

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ قَالَ حَدَّثَنَا الشَّيْبَانِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَدَّادٍ قَالَ سَمِعْتُ مَيْمُونَةَ تَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُبَاشِرَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ أَمَرَهَا فَاتَّزَرَتْ وَهِيَ حَائِضٌ وَرَوَاهُ سُفْيَانُ عَنْ الشَّيْبَانِيِّ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abu An Nu’man] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Abdul Wahid] berkata, telah menceritakan kepada kami [Asy Syaibani] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Syadad] berkata, Aku mendengar [Maimunah] berkata, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin mencumbu salah seorang dari isterinya, beliau memerintahkannya untuk mengenakan sarung. Maka ia pun mengenakan sarung, sementara ia sedang haid.” [Sufan] juga meriwayatkannya dari [Asy Syaibani].

M Resky S