Hadits Shahih Al-Bukhari No. 31 – Kitab Iman

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 31 – Kitab Iman ini, menjelaskan interpretasi atau tafsiran dari surah Al-An’am Ayat 83 tentang kezaliman yang paling besar yaitu syirik. Sedang yang dimaksud dengan syirik dalam ayat ini adalah kufur, karena orang yang menentang kenabian Muhammad adalah kafir walaupun tidak menyekutukan Allah. Menurut kesepakatan ulama, orang seperti ini tidak mendapat ampunan. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 1 Kitab Iman. Halaman 156-157.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ح قَالَ و حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ أَبُو مُحَمَّدٍ الْعَسْكَرِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ { الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ } قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ }

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Walid] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] dan juga telah meriwayatkan hadits yang serupa ini, Telah menceritakan kepadaku [Bisyir bin Khalid Abu Muhammad Al ‘Asykari] berkata, telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja’far] dari [Syu’bah] dari [Sulaiman] dari [Ibrahim] dari [Alqamah] dari [Abdullah] berkata: ketika turun ayat: “Orang-orang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman” para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Siapakah diantara kami yang tidak berbuat zhalim? Maka Allah ‘azza wajalla menurunkan (firman-Nya): “Sesungguhnya kesyirikan adalah kezhaliman yang besar”. (QS. Luqman: 13)

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 136 – Kitab Wudhu

Lafazh hadits yang menafsirkan surah Al An’aam adalah lafazh Bisyr (Ibnu Khalid Al Asykari), sedangkan lafazh Abu Walid dipaparkan oleh Imam Bukhari dalam kisah Luqman dengan lafazh, “Siapakah diantara kita yang tidak menodai imannya dengan kezhaliman’!” Abu Nu’aim dalam riwayatnya dari jalur Sulaiman bin Harb dari Syu’bah menambahkan kalimat, “fa thaabat anfusana (maka kami menjadi tenang)” setelah firman Allah, “Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar. “

Riwayat Syu’bah ini menunjukkan, bahwa pertanyaan tersebut menjadi sebab turunnya ayat lain dalam surah Luqman. Akan tetapi hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalur lain, yaitu dari Al A’masy (Sulaiman) yang disebutkan pada hadits bab ini.

Adapun lafazh riwayat Jarir dari Syu’bah adalah, “Maka mereka berkata, siapa di antara kita yang tidak menodai imannya dengan kezhaliman’? Beliau berkata, “Bukan begitu, tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman…”

Dalam riwayat Waqi’ dari Syu’bah “beliau pun berkata, “Tidak seperti yang kalian kira” Dalam riwayat Isa bin Yunus, “Maksudnya adalah syirik, apakah kalian tidak mendengar perkataan Luqman.” Semua ini menjelaskan bahwa ayat yang ada dalam surah Luqman telah diketahui oleh mereka, maka Rasulullah pun memperingatkan mereka dengan ayat tersebut. Atau ada kemungkinan bahwa ayat itu diturunkan pada saat itu, kemudian Rasulullah menyampaikan dan memperingatkan mereka dengan ayat tersebut. Dari sini, maka kedua riwayat di atas dapat disatukan.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 573 – Kitab Adzan

Al Khaththabi berkata, “Syirik menurut para sahabat lebih besar daripada kezhaliman, maka mereka menafsirkan kata “zhulmun” dengan selain syirik (perbuatan maksiat lainnya) dan mereka menanyakan tentang hal tersebut sehingga turunlah ayat ini. “Menurut hemat saya, mereka menafsirkan kata “zhulmun “secara umum yaitu mencakup syirik dan perbuatan maksiat lainnya, hal itu juga sebagaimana yang dikehendaki oleh Imam Bukhari. Alasan mereka menafsirkannya secara umum adalah, karena kata tersebut dalam bentuk nakirah (indefinit) dan dalam konteks kalimat negatif.

Keterangan Hadis: وَلَمْ يَلْبِسُوا (dan tidak mencampuradukkan) Muhammad bin Ismail At-Taimi dalam penjelasannya berkata, “Mencampuradukkan antara syirik dan iman tidak mungkin dapat dilaksanakan. Maka maksud dari ayat tersebut adalah, mereka tidak memiliki dua sifat secara bersamaan, yaitu kekafiran setelah keimanan atau keimanan itu sendiri.” Mungkin pula mereka tidak menggabungkan antara keduanya, baik secara zhahir maupun batin atau dengan kata lain tidak munafik.

Inilah arti yang paling tepat, oleh karena itu Imam Bukhari menyambungnya dengan bab “Tanda-tanda Orang Munafik.” Hal ini menunjukkan kepandaiannya dalam merangkai bab. Kemudian dalam sanad ini terdapat 3 orang dari golongan tabi’in, dimana salah seorang dari mereka meriwayatkan dari yang lain, yaitu Al A’masy dari syaikhnya, Ibrahim bin Yazid An-Nakha’i dari pamannya ‘Alqamah bin Qais An-Nakha’i.

Ketiga orang tersebut merupakan ahli fikih dari Kufah. Adapun yang dimaksud dengan Abdullah adalah Abdullah Ibnu Mas’ud, dan sanad ini merupakan sanad yang paling shahih.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 80-81 – Kitab Ilmu

Ada pelajaran penting yang dapat diambil dari hadits ini, antara lain:

1. Menafsirkan nash secara umum, selama tidak ada nash yang mengkhususkannya.

2. Bentuk nakirah (indefinit) dalam konteks kalimat negatif menunjukkan arti umum.

3. Kata yang mempunyai arti lebih khusus (khash) mengganti posisi kata yang mempunyai arti umum.

4. Sebuah lafazh dapat diartikan berbeda dengan arti zhahirnya dengan maksud untuk menghindari adanya kontradiksi (pertentangan) arti.

5. Perbuatan zhalim bermacam-macam dan bertingkat-tingkat.

6. Perbuatan maksiat tidak dikategorikan sebagai perbuatan syirik.

7. Orang yang tidak berbuat syirik; maka ia akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk. Apabila ada orang mengatakan, “Orang yang berbuat maksiat akan diadzab, lalu rasa aman dan petunjuk seperti apakah yang akan didapatnya?” Jawabnya adalah, bahwa yang dimaksud dengan rasa aman di sini adalah tidak kekal di dalam neraka dan akan diberi petunjuk menuju surga.

M Resky S