Hadits Shahih Al-Bukhari No. 317-319 – Kitab Haid

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 317-319 – Kitab Haid ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Wanita Mengalami Haid setelah Ifadhah” dan “Apabila Wanita Mustahadhah Melihat Tanda Suci” hadis-hadis berikut ini menjelaskan tentang berbagai macam problematika wanita ketika haid. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Haid. Halaman 567-570.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 317

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَيٍّ قَدْ حَاضَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَلَّهَا تَحْبِسُنَا أَلَمْ تَكُنْ طَافَتْ مَعَكُنَّ فَقَالُوا بَلَى قَالَ فَاخْرُجِي

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Yusuf] telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [‘Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amru bin Hazm] dari [Bapaknya] dari [‘Amrah binti ‘Abdurrahman] dari [‘Aisyah] isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, Shafiyyah binti Huyai sedang haid?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Jangan-jangan dia menyusahkan kita! Apakah dia thawaf bersama kalian?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau lalu bersabda (kepada Shafiyyah): “Ikutlah keluar.”

Baca Juga:  Hadis Mengenai Bolehnya Mengubur Jenazah pada Malam Hari

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 318

حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ قَالَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رُخِّصَ لِلْحَائِضِ أَنْ تَنْفِرَ إِذَا حَاضَتْ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ فِي أَوَّلِ أَمْرِهِ إِنَّهَا لَا تَنْفِرُ ثُمَّ سَمِعْتُهُ يَقُولُ تَنْفِرُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ لَهُنَّ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Mu’alla bin Asad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Wuhaib] dari [‘Abdullah bin Thawus] dari [Bapaknya] dari [Ibnu ‘Abbas] berkata, “Wanita yang haid diberi keringanan untuk nafar (meninggalkan Mina), dan pada mulanya [Ibnu Umar] melarang hal itu, namun kemudian aku mendengar ia mengatakan, ‘Wanita haid boleh nafar karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberi keringanan buat mereka.”

Keterangan Hadis: (Wanita mengalami haid setelah ifadhah), yakni apakah ia dicegah melakukan thawaf Wada’ ataukah tidak?

Pembahasan mengenai hadits-hadits bab ini akan diterangkan dalam bab “Haji”, Insya Allah.

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 319

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ عَنْ زُهَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Yunus] dari [Zuhair] berkata, telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin ‘Urwah] dari [‘Urwah] dari [‘Aisyah] berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika datang haid maka tinggalkanlah shalat, dan bila telah berakhir maka bersihkanlah darah darimu lalu shalatlah.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 117 – Kitab Ilmu

Keterangan Hadis: Maksud judul bab di atas, yakni mampu membedakan antara darah penyakit dengan darah haid, maka masa istihadhah dinamakan masa suci. Namun ada pula kemungkinan yang dimaksud adalah berhentinya darah yang keluar. Akan tetapi makna pertama lebih sesuai dengan konteks pembicaraan.

(Jbnu Abbas berkata, “Hendaklah ia mandi dan shalat walaupun sesaat.”) Ad-Dawudi berkata, “Maksudnya, apabila wanita tersebut melihat tanda suci meskipun sesaat kemudian diikuti dengan darah seperti semula, maka hendaklah ia mandi dan shalat.”

Penggalan riwayat dari Ibnu Abbas ini telah diriwayatkan oleh lbnu Abi Syaibah dan Ad-Darimi melalui jalur Anas bin Sirin dari lbnu Abbas, “Bahwasanya beliau bertanya kepada lbnu Abbas, maka ia berkata, ‘Adapun jika ia melihat darah yang banyak, maka tidak boleh shalat. Sedangkan jika telah melihat tanda suci meski sesaat, maka hendaklah ia mandi dan shalat.” Keterangan ini sesuai dengan kemung­kinan pertama, sebab darah yang banyak adalah darah haid.

(Dan suaminya mendatanginya) Ini adalah riwayat lain dari lbnu Abbas, dan jalur periwayatannya disebutkan secara lengkap oleh Abdurrazzaq dan selainnya melalui Ikrimah dari lbnu Abbas dengan lafazh, (Wanita mustahadhah tidak mengapa untuk didatangi oleh suaminya ).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 468-470 – Kitab Shalat

Dalam riwayat Abu Dawud melalui jalur lain dari Ikrimah, ia berkata, ( Ummu Habibah mengalami Istihadhah sementara suaminya biasa menggaulinya ). Hadits ini adalah hadits shahih jika benar lkrirnah rnendengamya dari Ummu Habibah.

(Shalat lebih mulia), yakni dibanding dengan menggauli istri. Secara lahiriah keterangan ini adalah pemyataan Imam Bukhari untuk menjelaskan adanya suatu konsekuensi, yakni jika wanita mustahadhah boleh rnelakukan shalat, maka kebolehan untuk digauli tentu lebih utama, sebab shalat lebih mulia kedudukannya daripada menggauli istri. Oleh karena itu, Imam Bukhari menyebutkan setelah itu hadits pendek dari Aisyah sehubungan dengan kisah Fathimah binti Abi Hubaisy yang menegaskan perintah shalat bagi wanita mustahadhah. Pernbahasan hadits ini secara rinci telah diterangkan pada bab “Istihadhah”.

M Resky S