Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 339-340 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Mengikat Sarung Ke Tengkuk Waktu Shalat” hadis-hadis ini menjelaskan tentang praktek salat Sahabat Jabir bin Abdullah ra yang hanya mengenakan sehelai kain. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 26-28.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ قَالَ حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنِي وَاقِدُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ قَالَ صَلَّى جَابِرٌ فِي إِزَارٍ قَدْ عَقَدَهُ مِنْ قِبَلِ قَفَاهُ وَثِيَابُهُ مَوْضُوعَةٌ عَلَى الْمِشْجَبِ قَالَ لَهُ قَائِلٌ تُصَلِّي فِي إِزَارٍ وَاحِدٍ فَقَالَ إِنَّمَا صَنَعْتُ ذَلِكَ لِيَرَانِي أَحْمَقُ مِثْلُكَ وَأَيُّنَا كَانَ لَهُ ثَوْبَانِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Yunus] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Ashim bin Muhammad] berkata, telah menceritakan kepadaku [Waqid bin Muhammad] dari [Muhammad bin Al Munkadir] berkata, “Jabir mengerjakan shalat dengan mengenakan sarung yang ia ikatkan pada leher (tengkuk), sementara pakaiannya ia gantungnya di gantungan baju. Seseorang lalu berkata kepadanya, “Kenapa kamu shalat dengan menggunakan satu kain!” [Jabir bin Samurah] menjawab, “Aku lakukan itu agar bisa dilihat oleh orang bodoh seperti kamu. Sebab mana ada pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di antara kami yang memiliki dua kain!”
Keterangan Hadis: Abu Hazim berkata dari Saha!, ”Mereka shalat bersama Nabi SAW dengan mengikat sarung-sarung mereka ke tengkuk-tengkuk mereka.”
(mereka shalat), maksudnya para sahabat. (dengan mengikat). Hal ini mereka lakukan karena saat itu mereka tidak memiliki celana. Oleh sebab itu, biasanya salah seorang di antara mereka mengikat sarungnya di tengkuknya agar auratnya tidak terbuka waktu rukuk dan sujud. Perbuatan seperti ini merupakan perbuatan ahli Shuffah, seperti akan diterangkan dalam bab “Kaum lakilaki tidur di masjid”.
الْمِشْجَبِ (misyjab) adalah sesuatu yang terbuat dari potongan kayu, dimana bagian atasnya disatukan sementara bagian bawahnya direnggangkan. Fungsinya adalah sebagai tempat meletakkan pakaian ataupun benda-benda lainnya (gantungan baju). Ibnu Sayyiduh berkata, “Misyjab adalah tiga potong kayu, dimana seorang penggembala biasa meletakkan timba atau tempat air minumnya di atasnya.”
قَالَ لَهُ قَائِلٌ (lalu seseorang berkata kepadanya). Dalam riwayat Imam Muslim dikatakan, bahwa yang berkata adalah Ubadah bin Al Walid bin Ubadah bin Shamit. Kemudian pada pembahasan berikutnya akan disebutkan bahwa Sa’ id bin Al Harits bertanya kepadanya mengenai masalah ini. Oleh sebab itu, ada kemungkinan keduanya sama-sama bertanya kepada Jabir.
Imam Bukhari juga akan menyebutkan dalam bab, “Shalat tanpa selendang” melalui jalur lbnu Al Munkadir dengan lafazh, “Maka kami berkata, ‘Wahai Abu Abdullah’.” Dari sini ada kemungkinan pertanyaan seperti ini terjadi berulang kali. Latu dalam riwayat lbnu Al Munkadir, Jabir memberi jawaban, “Aku ingin agar dilihat oleh orang-orang bodoh seperti kalian”. Dari riwayat ini dapat pula diketahui bahwa yang dimaksud dengan perkataan Jabir “Orang dungu” adalah “Orang bodoh”.
Adapun maksud riwayat Jabir adalah sebagai penjelasan bolehnya shalat dengan mengenakan satu pakaian, meskipun shalat dengan dua pakaian lebih utama. Seakan-akan Jabir berkata, “Aku melakukannya dengan sengaja untuk menjelaskan kebolehannya, baik kepada orang yang benar-benar tidak tahu atau kepada orang yang mengingkarinya sehingga aku memberitahukan kepadanya bahwa perbuatan itu diperbolehkan. Hanya saja Jabir menjawab dengan nada kasar, sebagai peringatan bagi mereka agar tidak terbiasa mengingkari para ulama, serta memotivasi mereka agar meneliti masalah-masalah yang berhubungan dengan syariat.
وَأَيُّنَا كَانَ لَهُ (siapakah diantara kami yang memiliki). Yakni kebanyakan di antara kami pada masa Rasulullah SAW hanya memiliki satu pakaian, meski demikian tidak dibebankan atas kami untuk mencari pakaian lebih dari satu untuk dipakai shalat. Kenyataan ini merupakan bukti bolehnya shalat dengan menggunakan satu pakaian.
Imam Bukhari mengiringi hadits Jabir dengan riwayat lain yang secara tegas menyatakan bahwa perbuatan tersebut pernah dilakukan Nabi SAW. Tujuannya agar keterangan bolehnya hal itu lebih dapat diterima, karena riwayat berikut ini lebih tegas menisbatkan perbuatan itu kepada beliau SAW secara langsung.
Namun maksud ini tidak dapat ditangkap oleh Al Karmani, dimana dia berkata. ”Konteks hadits berikut terhadap judul bab (yaitu mengikat sarung ke tengkuk). bisa saja karena ia bagian dari hadits sebelumnya; atau karena berindikasi ke arah itu dilihat dari segi keumumannya, sebab jika bukan karena perbuatannya mengikat kain ke tengkuk niscaya aurat tidak dapat tertutup.”
Apabila diperhatikan lafazh dan penyajian Imam Bukhari setelah delapan bab berikut, maka akan diketahui tidak adanya kemungkinan seperti yang dikemukakan oleh Al Karmani di atas. Sebab hadits berikut ini merupakan penggalan hadits yang akan disebutkan setelah delapan hab kemudian. dan bukan penggalan hadits yang tersebut pada bab ini.
Kemudian tidak ada kepentingan atas klaim beliau bahwa umumnya apahila kain tidak diikat ke tengkuk maka aurat akan tampak, sebab lafazh hadits berikut dengan tegas menyatakan, “Dia shalat dengan mengenakan pakaian yang digunakan untuk menyelimuti badannya.” Ini adalah kisah tersendiri, dimana secara lahiriah pakaian yang dikenakannya saat itu cukup besar sehingga digunakannya untuk menyelimuti badan. Sementara pada kejadian pertama (yakni riwayat di atas -penerj), kain tersebut tampaknya cukup sempit sehingga dikenakan dengan cara mengikatnya ke tengkuk. Adapun keterangan yang mendukung perincian seperti ini akan dijelaskan.
Pelajaran yang dapat diambil
Perbedaan pendapat mengenai larangan shalat dengan menggunakan satu pakaian telah ada sejak dahulu. Telah diriwayatkan oleh lbnu Abu Syaibah dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Janganlah kalian shalat dengan menggunakan satu pakaian meski pakaian tersebut lebih luas daripada langit dan bumi.” lbnu Baththal menisbatkan pandangan tersebut kepada lbnu Umar, lalu dia berkata, “Namun tidak ada ulama yang mengikutinya, akhirnya kebolehan hal ini menjadi sesuatu yang tidak dipersoalkan lagi.”
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020