Hadits Shahih Al-Bukhari No. 382 – Kitab Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 380-381 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memberi hadits berikut dengan judul “Firman Allah, “Dan jadikanlah maqam Ibrahim sebagai mushalla”.” hadits ini menceritakan Rasulullah SAW yang berada dalam Ka’bah shalat dua rakaat. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 97-100.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سَيْفٍ يَعْنِي ابْنَ سُلَيْمَانَ قَالَ سَمِعْتُ مُجَاهِدًا قَالَ أُتِيَ ابْنُ عُمَرَ فَقِيلَ لَهُ هَذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْكَعْبَةَ فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ فَأَقْبَلْتُ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ خَرَجَ وَأَجِدُ بِلَالًا قَائِمًا بَيْنَ الْبَابَيْنِ فَسَأَلْتُ بِلَالًا فَقُلْتُ أَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْكَعْبَةِ قَالَ نَعَمْ رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ اللَّتَيْنِ عَلَى يَسَارِهِ إِذَا دَخَلْتَ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فِي وَجْهِ الْكَعْبَةِ رَكْعَتَيْنِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Saif] -Ibnu Sulaiman- berkata, aku mendengar [Mujahid] berkata, ” [Ibnu ‘Umar] pernah di datangi dan ditanya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam Ka’bah. Maka Ibnu ‘Umar berkata, “Aku lalu mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau telah keluar, dan aku mendapati Bilal sedang berdiri di antara dua pintu. Aku lalu bertanya kepada Bilal, “Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di dalam Ka’bah? [Bilal] menjawab, “Ya, dua rakaat antara dua sisi dua tiang sebelah kiri dari arah kamu masuk, lalu beliau keluar dan shalat menghadap Ka’bah dua rakaat.”

Keterangan Hadis: قَائِمًا بَيْنَ الْبَابَيْنِ (berdiri di antara dua pintu) yakni di antara dua daun pintu. Namun Al Karmani memahami perkataan ini sebagaimana hakikatnya. Dia berkata, ”Yang dimaksudkan adalah pintu kedua yang tidak dibuka kaum Quraisy ketika merenovasi Ka’bah. Hal itu sesuai dengan kondisi semula.

Ada pula kemungkinan bahwa perkataan itu merupakan anggapan perawi setelah lbnu Zubair membuka pintu kedua.” Pernyataan ini berkonsekuensi bahwa lbnu Umar mendapati Bilal berdiri di tengah Ka ‘bah. Padahal yang demikian itu sangat jauh dari yang sebenarnya. Dalam riwayat Al Hamawi dikatakan, “Di antara manusia”. dimana lafazh ini lebih jelas .

قَالَ نَعَمْ رَكْعَتَيْنِ (Ia menjawab, “Ya, dua rakaat … “) yakni shalat dua rakaat. Al Ismaili dan ulama lainnya menganggapnya sebagai masalah, karena riwayat yang masyhur dari Ibnu Umar melalui jalur Nafi’ serta lainnya mengatakan, “Dan aku lupa untuk menanyakan kepadanya berapa (rakaat) beliau SAW shalat.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 538 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Riwayat ini mengindikasikan bahwa Bilal telah mengabarkan kepada Ibnu Umar tentang kaifi’yat (pelaksanaan), yang dalam hal ini adalah kepastian tempat di mana beliau SAW shalat dalam Ka ‘bah. Tapi Bilal tidak mengabarkan tentang jumlah rakaat, dan lbnu Umar pun lupa menanyakannya.

Namun hal itu dapat dijawab dengan mengatakan, Mungkin lbnu Umar melandasi pcrkataannya dalam riwayat di atas berdasarkan kemungkinan yang terjadi. Karena Bilal telah mengatakan kepadanya bahwa Nabi SAW melaksanakan shalat. sementara tidak pernah dinukil bahwa beliau SAW melakukan shalat sunah pada siang hari kurang dari dua rakaat. Dengan demikian. dua rakaat merupakan jumlah yang pasti dalam batas minimal berdasarkan kebiasaan beliau SAW. Atas dasar ini maka perkataan dua rakaat merupakan ucapan lbnu lJmar dan bukan perkataan Bilal.

Saya telah menemukan keterangan yang mendukung pendapat ini dan cara lain untuk mengompromikan kedua riwayat di atas. Ketcrangan yang dimaksud adalah apa yang dinukil oleh Umar bin Syabbah dalam kitab Makkah melalui jalur Abdul Aziz bin Abi Ruwad dari Nafi’ dari lbnu Umar. sehubungan dengan hadits dalam bab ini, “Maka Bilal Menghadap kepadaku dan aku bertanya, “Apakah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di tempat ini? Maka beliau mengisyaratkan dengan tangannya; yakni shalat dua rakaat. yang diisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.”

Maka perkataan Ibnu Umar, “Aku lupa menanyakan kepadanya berapa (rakaat) beliau SAW shalat”. maksudnya beliau tidak menanyakan secara lisan dan tidak juga dijawab secara lisan. Hanya saja pernyataan bahwa Nabi SAW shalat dua rakaat dipahami oleh lbnu Umar dari isyarat Bilal, bukan dari perkataannya. Perkataannya dalam riwayat lain, “Dan aku lupa untuk bertanya kepadanya berapa (rakaat) beliau shalat”, maksudnya beliau lupa untuk mendapatkan kepastian apakah Nabi SAW melakukan shalat lebih dari dua rakaat ataukah hanya dua rakaat.

Adapun perkataan sebagian ulama muta ‘akhirin (generasi kemudian), Kedua hadits itu dapat dipadukan dengan mengatakan bahwa lbnu Umar lupa menanyakan hal itu kepada Bilal pada kali pertama, kemudian beliau bertemu Bilal pada saat yang lain dan menanyakannya.” Pernyataan ini perlu dikritisi dari dua segi; pertama, tampaknya kisah ini -yaitu pertanyaan Ibnu Umar tentang shalat di Ka’bah- tidak terjadi lebih dari sekali. Sebab, kedua riwayat yang dimaksud menggunakan huruf fa’ yang berfungsi menyatakan rentetan peristiwa.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 568 – Kitab Adzan

Pada riwayat pertama dikatakan, “Aku datang” kemudian ia berkata, “Lalu aku bertanya kepada Bilal”. Sedangkan pada riwayat kedua dikatakan, “Aku bersegera lalu bertanya pada Bilal”. Kenyataan ini memberi keterangan bahwa pertanyaan mengenai hal itu hanya sekali pada waktu yang sama. Kedua, perawi yang menukil perkataan Ibnu Umar, “Dan aku lupa” adalah Nati’ (mantan budak Ibnu Umar), dan merupakan hal yang mustahil bila Nati’ yang demikian lama hidup bersama Ibnu Umar hingga wafatnya, terus-menerus menukil riwayat yang menyatakan Ibnu Umar lupa tanpa pernah menyinggung riwayat sebaliknya, Wallahu a ‘lam.

Sedangkan pernyataan yang dinukil oleh Iyadh bahwa perkataan, “Dua rakaat” merupakan kesalahan Yahya bin Sa’id Al Qaththan, karena Ibnu Umar telah mengatakan, “Aku lupa menanyakan kepadanya berapa (rakaat) beliau SAW shalat”. Lalu Iyadh menambahkan, “Hanya saja kesalahan ini dilakukan oleh Yahya beberapa waktu kemudian”. Sungguh ini adalah perkataan yang patut ditolak, dan pihak yang menyalahkan di sini berada dalam kesalahan, karena Yahya telah menyebutkan lafazh “dua rakaat” selamanya tanpa ada perbedaan dari satu kesempatan dan kesempatan yang lain. Di samping itu, Yahya bin Sa’id tidak menukil lafazh itu seorang diri sehingga mungkin dikatakan melakukan kesalahan.

Turut meriwayatkan lafazh yang sama; Abu Nu’aim sebagaimana dikutip oleh Imam Bukhari dan An-Nasa’i, Abu Ashim dikutip oleh Ibnu Khuzaimah, Umar bin Ali dikutip oleh Al Ismaili, dan Abdullah bin Numair dikutip oleh Imam Ahmad. Semuanya meriwayatkan dari Saif. Lalu Saif tidak meriwayatkan seorang diri, akan tetapi turut meriwayatkan pada fase beliau Khashif dari Mujahid sebagaimana dikutip oleh Imam Ahmad. Mujahid juga tidak menukil riwayat tersebut sendirian, bahkan turut meriwayatkan pada fase beliau Ibnu Abi Mulaikah seperti dikutip Imam Ahmad dan An-Nasa’i serta Amr bin Dinar sebagaimana dikutip pula oleh Imam Ahmad secara ringkas.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 74 – Kitab Ilmu

Telah diriwayatkan dari hadits Utsman bin Abu Thalhah sebagaimana dikutip oleh Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dengan sanad yang kuat, dan dari hadits Abu Hurairah yang dikutip oleh Al Bazzar, serta hadits Abdurrahman bin Shafwan. Dia berkata, “Ketika beliau keluar aku bertanya kepada orang-orang yang bersamanya, maka mereka mengatakan, ‘Beliau shalat dua rakaat di samping tiang bagian tengah’.” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad shahih). Dari hadits Syaibah bin Utsman, dia berkata, ·’Sungguh dia telah melakukan shalat dua rakaat di antara dua tiang.” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad jayyid).

Sungguh mengherankan bila seorang tokoh di bidang hafalan justru menyalahkan Yahya bin Sa’id hanya karena perkataan orang-orang yang tidak dapat mengompromikan kedua riwayat tadi, lalu mengatakan tanpa dasar ilmu pengetahuan. Seandainya dia tidak berkomentar, maka ha] itu akan lebih selamat. Wallahu muwajfiq.

فِي وَجْهِ الْكَعْبَةِ (di hadapan Ka ‘bah) yakni menghadap pintu Ka’bah. Al Karmani berkata, ·’Makna yang dipahami secara lahiriah dari judul bab, yang dimaksud adalah maqam Ibrahim (yakni saat itu berada di depan pintu).” Saya (lbnu Hajar) katakan, telah kami sebutkan terdahulu bahwa ia merupakan perselisihan yang dinukil dari ahli ilmu.

Kami juga menyebutkan korelasi hadits dengan judul bab ditinjau dari sisi lain, yakni pernyataan bahwa menghadap maqam Ibrahim bukanlah suatu kewajiban. Sementara telah dinukil dari lbnu Abbas seperti diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan selainnya bahwa ia berkata, “Aku tidak suka shalat di dalam Ka ‘bah. Barangsiapa yang shalat di dalamnya sungguh telah meninggalkan sesuatu di belakangnya.” Ini juga yang menjadi rahasia sehingga hadits lbnu Abbas disebutkan dalam bab ini.

M Resky S