Hadits Shahih Al-Bukhari No. 400 – Kitab Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 400 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Apabila Terpaksa Meludah Maka Hendaklah Mengambil Ujung Pakaiannya” hadis ini menceritakan  bahwa Raulullah saw melihat dahak didalam masjid pada suatu hari. Dan hal itu sangat membuat beliau marah. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 129-131.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ قَالَ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى نُخَامَةً فِي الْقِبْلَةِ فَحَكَّهَا بِيَدِهِ وَرُئِيَ مِنْهُ كَرَاهِيَةٌ أَوْ رُئِيَ كَرَاهِيَتُهُ لِذَلِكَ وَشِدَّتُهُ عَلَيْهِ وَقَالَ إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّمَا يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ رَبُّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قِبْلَتِهِ فَلَا يَبْزُقَنَّ فِي قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ ثُمَّ أَخَذَ طَرَفَ رِدَائِهِ فَبَزَقَ فِيهِ وَرَدَّ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ قَالَ أَوْ يَفْعَلُ هَكَذَا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Malik bin Isma’il] berkata, telah menceritakan kepada kami [Zuhair] berkata, telah menceritakan kepada kami [Humaid] dari [Anas bin Malik], bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat dahak di dinding kiblat lalu menggosoknya dengan tangannya. Dan nampak kebencian dari beliau, atau kebenciannya terlihat karena hal itu. Beliau pun bersabda: “Jika salah seorang dari kalian berdiri shalat, sesungguhnya ia sedang berhadapan dengan Rabbnya, atau sesungguhnya Rabbnya berada antara dia dan arah kiblatnya, maka janganlah ia meludah ke arah kiblat. Tetapi hendaklah ia lakukan ke arah kiri atau di bawah kaki (kirinya).” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tepi kainnya dan meludah di dalamnya, setelah itu beliau membalik posisi kainnya lalu berkata, atau beliau melakukan seperti ini.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 241 – Kitab Mandi

Keterangan Hadis: (Apabila terpaksa meludah) Sebagian ulama mempertanyakan penyebutan kata “terpaksa” pada judul bab itu, sementara tidak ada indikasi ke arah itu dalam hadits yang disebutkan di bawahnya. Seakan­akan Imam Bukhari mengisyaratkan kepada lafazh yang terdapat pada sebagian jalur periwayatan hadits ini, yaitu riwayat Imam Muslim dari hadits Jabir, “Hendaklah ia meludah ke arah kirinya atau di bawah kakinya yang kiri. Apabila ia terpaksa, maka hendaklah mengambil pakaiannya demikian. Lalu beliau melipat sebagiannya pada sebagian yang lain.” Senada dengan itu diriwayatkan pula oleh lbnu Abi Syaibah dan Abu Daud dari hadits Abu Sa’id. Dalam riwayat Abu Daud disebutkan, “Hendaknya ia meludah pada pakaiannya lalu melipat sebagiannya dengan sebagian yang lain.”

Baca Juga:  Perbedaan Pendapat Ulama Terkait Penulisan Hadits di Masa Nabi Saw

Kedua hadits di atas derajatnya shahih namun tidak memenuhi persyaratan Imam Bukhari. Karena beliau (Imam Bukhari) hanya mengisyaratkan pada keduanya, yakni hadits­hadits yang tidak memberi penjelasan rinci dipahami dalam konteks had its-had its yang memuat penjelasan secara rinci. Wallahu a ‘lam.

Faidah-Faidah yang ada dalam hadits di antaranya:

Pertama, disukainya menghilangkan hal-hal kotor atau menjijikkan dari masjid.

Kedua, imam harus memperhatikan kondisi masjid serta mengagungkan dan memeliharanya.

Ketiga, orang yang shalat boleh meludah dan shalatnya tidak batal.

Keempat, meludah ringan serta berdehem saat shalat diperbolehkan, sebab membuang dahak pasti disertai oleh kedua perbuatan itu. Akan tetapi hal ini apabila tidak berlebihan dan bukan bermaksud melakukan hal yang sia-sia saat shalat, dan belum masuk kategori berbicara yang minimal terdiri dari dua huruf atau satu huruf yang dipanjangkan.

Dengan hadits ini Imam Bukhari membolehkan menghela nafas saat shalat seperti akan dijelaskan di bagian akhir pembahasan shalat, dan demikian pula pandangan mayoritas ulama, akan tetapi dengan syarat seperti yang telah disebutkan. Abu Hanifah berkata, “Apabila helaan nafas itu terdengar maka sama dengan berbicara, dan dianggap memutuskan shalat. Mereka mendukung pandangan ini dengan hadits Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i serta atsar dari Ibnu Abbas yang disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 443-444 – Kitab Shalat

Kelima, hukum ludah adalah suci, begitu pula dahak dan ingus, berbeda dengan pandangan mereka yang mengatakan bahwa semua yang menjijikkan adalah haram.

Keenam, penilaian baik dan buruk hanya ditetapkan berdasarkan syara’.

Ketujuh, bagian kanan lebih utama daripada bagian kiri dan tangan lebih utama daripada kaki.

Kedelapan, dorongan untuk memperbanyak kebaikan meskipun pelakunya memiliki kedudukan yang terhormat (tinggi), sebab Nabi SAW sendiri langsung menghilangkan kotoran tersebut. Hal ini menunjukkan sifat tawadhu’ beliau SAW. Semoga Allah menambahkan kemuliaan dan keagungan baginya.

M Resky S