Hadits Shahih Al-Bukhari No. 457 – Kitab Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 457 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Shalat di Masjid yang Terletak di Pasar” Hadis dari Abu Hurairah ini, menjelaskan tentang keutamaan salat berjamaah dimasjid lebih tinggi daripada salat sendiri di rumah atau dipasar. Dan pahalanya adalah dua puluh lima derajat. Dengan syarat memperbagus wudhu dan niat ikhlas semata-mata hanya kepada Allah swt. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 246-248.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْجَمِيعِ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَصَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وَأَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْهُ خَطِيئَةً حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ وَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي صَلَاةٍ مَا كَانَتْ تَحْبِسُهُ وَتُصَلِّي يَعْنِي عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Mu’awanah] dari [Al A’masy] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Shalat berjama’ah lebih utama dari shalatnya sendirian di rumah atau di pasarnya sebanyak dua puluh lima derajat. Jika salah seorang dari kalian berwudlu lalu membaguskan wudlunya kemudian mendatangi masjid dengan tidak ada tujuan lain kecuali shalat, maka tidak ada langkah yang dilakukannya kecuali Allah akan mengangkatnya dengan langkah itu setinggi satu derajat, dan mengahapus darinya satu kesalahan hingga dia memasuki masjid. Dan jika dia telah memasuki masjid, maka dia akan dihitung dalam keadaan shalat selagi dia meniatkannya, dan para malaikat akan mendoakannya selama dia masih berada di tempat yang ia gunakan untuk shalat, ‘Ya Allah ampunkanlah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Selama dia belum berhadats.”

Baca Juga:  Benarkah Sunnah Nabi 'Harus' Semuanya Dilakukan? Baca Ini dan Pahami Penjelasannya!

Keterangan Hadis: (Bab shalat di masjid yang terletak di pasar) Dalam riwayat selain Abu Dzar disebutkan, “Masjid-masjid”.

Konteks judul bab ini adalah sebagai isyarat bahwa hadits yang menyatakan bahwa sesungguhnya pasar merupakan tempat paling buruk dan masjid merupakan tempat terbaik, sebagaimana dinukil oleh Al Bazzar dan selainnya, sanadnya tidak shahih. Kalau hadits itu shahih niscaya tidak boleh membangun masjid di pasar, karena masjid saat itu menjadi tempat yang baik. Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masjid pada judul bab ini adalah tempat melakukan shalat, bukan bangunan yang dibuat untuk shalat. Seakan-akan Imam Bukhari berkata, ”Bab shalat di tempat-tempat pasar”. Akan tetapi kelemahan pendapat ini sangat jelas.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 431 – Kitab Shalat

(Ibnu Aun shalat) Demikian yang terdapat pada semua sumber pokok. Lalu Ibnu Manayyar mengubah dengan mengatakan, “Kesesuaian judul bab dengan hadits lbnu Umar -meski beliau shalat di pasar- bahwasanya Imam Bukhari hendak menjelaskan bolehnya mendirikan masjid di pasar, agar tidak ada lagi orang yang berpikiran bahwa karena kondisinya yang terisolir maka terlarang pula shalat di dalamnya, karena Ibnu Umar shalat di rumahnya dengan pintu tertutup. Untuk itu, kondisi yang terisolir tidak menjadi halangan untuk membangun masjid”. Al Karmani berkata, “Barangkali maksud Imam Bukhari adalah ingin membantah pandangan madzhab Hanafi, yang melarang membangun masjid di tempat tertutup (terisolir) dari manusia.” Namun pandangan yang tercantum dalam kitab-kitab madzhab Hanafi adalah memakruhkan, tidak mengharamkannya.

Kita dapat melihat dari hadits Abu Hurairah tentang disyariatkannya shalat di pasar. Apabila shalat di pasar sendirian diperbolehkan, maka membangun masjid untuk digunakan shalat berjamaah di pasar adalah lebih diperbolehkan. Pernyataan ini telah disinggung oleh Ibnu Baththal.

Baca Juga:  Mengenal Hadis Qudsi; Karakteristik dan Ciri-cirinya

Adapun hadits Abu Hurairah yang dinukil oleh Imam Bukhari di tempat ini akan disebutkan kembali pada bab “Keutamaan Shalat Berjamaah”. Dalam riwayat mt ditambahkan “para malaikat bershalawat … dan seterusnya”, yang telah disebutkan pada bab “Hadats di Masjid” melalui jalur dari Abu Hurairah.

فَأَحْسِنْ (memperbaiki) yakni menyempurnakan wudhu.

مَا لَمْ يُؤْذِ يُحْدِثُ (selama belum mengganggu -yakni- berhadats). Dalam riwayat Al Kasymihani disebutkan, مَا لَمْ يُؤْذِ يُحْدِثُ فِيهِ (Selama belum mengganggu dengan hadats di dalamnya). Yang dimaksud dengan hadats adalah hal-hal yang membatalkan wudhu. Namun ada pula kemungkinan yang lebih umum dari itu. Akan tetapi Abu Daud melalui jalur Abu Rafi’ dari Abu Hurairah mengikuti penafsiran pertama.

M Resky S