Hadits Shahih Al-Bukhari No. 484 – Kitab Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 484 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Orang yang Mengatakan Tidak Ada Sesuatupun yang Dapat Memutuskan Shalat”Hadis dari Aisyah ini menjelaskan bahwa disebutkan disisinya hal-hal yang bisa memutus salat, maka Aisyah berkata kalian telah menyamakan kami dengan anjing dan himar. Dan bagaimana sifat-sifat salat Nabi saw. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 305-308.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ ح قَالَ الْأَعْمَشُ وَحَدَّثَنِي مُسْلِمٌ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ ذُكِرَ عِنْدَهَا مَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْكَلْبُ وَالْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ فَقَالَتْ شَبَّهْتُمُونَا بِالْحُمُرِ وَالْكِلَابِ وَاللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَإِنِّي عَلَى السَّرِيرِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ مُضْطَجِعَةً فَتَبْدُو لِي الْحَاجَةُ فَأَكْرَهُ أَنْ أَجْلِسَ فَأُوذِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْسَلُّ مِنْ عِنْدِ رِجْلَيْهِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Umar bin Hafsh bin ‘Iyats] berkata, telah menceritakan kepada kami [Bapakku] ia berkata, telah menceritakan kepada kami [Al A’masy] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari [‘Aisyah]. (dalam jalur lain disebutkan) [Al A’masy] berkata, telah menceritakan kepadaku [Muslim] dari [Masruq] dari [‘Aisyah], bahwa telah disebutkan kepadanya tentang sesuatu yang dapat memutuskan shalat; anjing, keledai dan wanita. Maka ia pun berkata, “Kalian telah menyamakan kami dengan keledai dan anjing! Demi Allah, aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat sedangkan aku berbaring di atas tikar antara beliau dan arah kiblatnya. Sehingga ketika aku ada suatu keperluan dan aku tidak ingin duduk hingga menyebabkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terganggu, maka aku pun pergi diam-diam dari dekat kedua kaki beliau.”

Keterangan Hadis: (Bab orang yang mengatakan tidak ada sesuatupun yang memutuskan shalat) yakni perbuatan orang yang tidak shalat. Kalimat yang dijadikan judul bab ini adalah perkataan Imam Zuhri. Imam Malik telah menyebutkan dalam kitab Al Muwaththa‘ dari Zuhri, dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari bapaknya bahwa kalimat di atas adalah perkataan Umar. Kemudian kalimat tersebut diriwayatkan pula oleh Imam Ad-Daruquthni dengan sanad yang sampai kepada Nabi SAW melalui jalur Salim, akan tetapi sanadnya lemah. Disebutkan juga dengan sanad marfu’ (sampai kepada Nabi SAW) dari hadits Abu Sa’id seperti dikutip oleh Abu Daud, dan dari hadits Anas serta Abu Umamah seperti dikutip oleh Imam Daruquthni. Begitu juga dari hadits Jabir, seperti dikutip oleh Ath-Thabrani dalam kitab Al Ausath. Akan tetapi dalam semua sanadnya terdapat kelemahan. Sa’id bin Manshur meriwayatkan dari Ali, Utsman dan selain keduanya, sama seperti di atas secara mauquf (hanya sampai kepada sahabat).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 234 – Kitab Wudhu

عَنْ عَائِشَةَ ذُكِرَ عِنْدَهَا (Dari Aisyah, disebutkan di sisinya) dalam kalimat “Anjing … dan seterusnya” ada lafazh yang tidak dicantumkan. Penjelasan mengenai lafazh tersebut ditemukan dalam riwayat Ali bin Mushir, “Disebutkan di sisinya hal-hal yang memutuskan shalat, mereka berkata, ‘Shalat terputus … ‘ .”

Imam Muslim meriwayatkan melalui jalur Abu Bakar bin Hafsh dari Urwah, dia berkata, “Aisyah berkata, ‘Apakah yang memutuskan shalat? ‘Aku berkata, ‘Wanita dan himar ‘.” Lalu dalam riwayat Sa’id bin Manshur melalui jalur lain, Aisyah berkata, “Wahai penduduk Irak sungguh kalian telah menyamakan kami …. ” (Al Hadits). Seakan-akan Aisyah ingin mengisyaratkan dengan perkataannya ini akan riwayat yang dinukil oleh para ulama Irak dari Abu Dzar dan selainnya dari Nabi SAW. Hadits yang dimaksud terdapat dalam Shahih Muslim dan ahli hadits lainnya melalui jalur Abdullah bin Shamith dari Abu Dzar. Namun dalam riwayatnya lafazh “anjing” dibatasi dengan “anjing hitam”. Di samping itu, hadits tersebut dinukil pula oleh lbnu Maj ah melalui jalur Al Hasan Al Bashri dari Abdullah bin Mughaffal dan Ath-Thabrani melalui jalur Al Hasan dari Al Hakam bin Amr, sama seperti di atas tanpa batasan apapun. Demikian pula halnya yang terdapat dalam riwayat Imam Muslim dari hadits Abu Hurairah. Lalu dalam riwayat Abu Daud dari hadits Ibnu Abbas sama seperti materi hadits di atas, hanya saja di sini lafazh “wanita” dibatasi dengan “kondisi haid”. Riwayat senada dikutip pula oleh Ibnu Majah yang juga dibatasi dengan “anjing hitam” saja.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 151 – Kitab Wudhu

Dalam mengamalkan hadits-hadits tersebut, para ulama berbeda pendapat. Imam Ath-Thahawi dan selainnya cenderung menyatakan bahwa hadits Abu Dzar serta hadits-hadits yang semakna dengannya telah mansukh (dihapus hukumnya) oleh hadits Aisyah bersama hadits­-hadits yang semakna. Pendapat ini ditanggapi dengan mengatakan, bahwa pernyataan “mansukh” tidak ditempuh kecuali bila diketahui kurun waktu dikeluarkannya kedua dalil yang saling kontroversi dan antara keduanya tidak mungkin dikompromikan. Sementara dalam persoalan ini kurun waktu tersebut tidak diketahui, di samping masih ada kemungkinan untuk mengompromikan riwayat-riwayat tersebut.

Adapun Imam Asy-Syafi’ i serta ulama yang sependapat dengannya cenderung menakwilkan makna “memutuskan” dalam hadits dengan arti berkurangnya rasa khusyuk, bukan berarti keluar dari shalat. Pendapat ini didukung oleh keterangan bahwa sahabat yang meriwayatkan hadits ini telah bertanya tentang hikmah dibatasinya dengan anjing hitam. Jawabnya, karena anjing hitam adalah syetan. Kita telah mengetahui bahwa syetan apabila lewat di hadapan orang yang shalat niscaya tidak akan merusak shalat orang itu, sebagaimana disebutkan secara tegas dalam kitab Shahih Bukhari, “Apabila adzan shalat dikumandangkan, maka syetan lari. Apabila adzan telah selesai, syetan kembali untuk mengganggu.” (Al Hadits). Pada bab “Perbuatan dalam Shalat” disebutkan hadits yang berbunyi, “Sesungguhnya syetan menghadangku dan mendesakku.” (Al Hadits). Begitu pula dalam riwayat An-Nasa’i dari hadits Aisyah, “Aku pun memegangnya dan mencekiknya.” Akan tetapi tidak tepat apabila dikatakan (telah disebutkan dalam hadits ini) syetan datang untuk memutuskan shalat beliau SAW karena kami mengatakan, “Dalam riwayat Imam Muslim dijelaskan sebab mengapa shalat hampir terputus, yaitu karena syetan datang dengan membawa sejumput api untuk dipukulkan ke wajah beliau SAW. Adapun sekedar lewat saat itu pasti telah terjadi, namun shalat tidak dianggap rusak karenanya.”

Sebagian ulama berkata, “Hadits Abu Dzar harus didahulukan, sebab muatan hadits Aisyah sama dengan hukum asal, yakni ‘Al lbahah’ (boleh).” Pendapat ini berdasarkan bahwa kedua hadits tadi bertentangan. Tetapi dengan adanya kemungkinan untuk dikompromikan, maka tidak ada pertentangan antara keduanya.

Baca Juga:  Apa Sih Takhrij Hadits Itu? Ini Pengertian dan Penjelasannya

Imam Ahmad berkata, “Shalat dapat terputus oleh anjing hitam, sementara mengenai wanita dan himar dalam hatiku masih terdapat ganjalan.” Perkataan Imam Ahmad ini dijelaskan oleh Ibnu Daqiq Al Id serta ulama lainnya, bahwa beliau (Imam Ahmad) tidak menemukan keterangan yang saling bertentangan sehubungan dengan anjing hitam. Sementara mengenai himar, dia menemukan adanya kontroversi dengan hadits Ibnu Abbas (yakni hadits terdahulu tentang dia lewat sambil menunggang kendaraan di Mina). Demikian pula mengenai wanita, dia menemukan adanya kontroversi dengan hadits Aisyah (yakni hadits di bab ini).

شَبَّهْتُمُونَا (Kalian telah menyerupakan kami) Ini adalah lafazh riwayat Masruq, sementara dalam riwayat Al Aswad dari Aisyah disebutkan (Sungguh kalian telah menyamakan), namun makna keduanya sama. Dari jalur Ali bin Mishar telah disebutkan dengan lafazh (Kalian telah menjadikan kami sebagai anjing-anjing), pernyataan ini dalam konteks mubalaghah (melebihkan).

فَأَكْرَهُ أَنْ أَجْلِسَ فَأُوذِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (aku tidak suka untuk duduk sehingga mengganggu Nabi SAW) Lafazh ini dijadikan dalil, bahwa gangguan yang timbul dari wanita ketika duduk lebih besar daripada ketika berbaring. Hal itu ditinjau dari gerakan yang terjadi, maka atas dasar ini lewatnya wanita lebih besar pengaruhnya.

Sehubungan dengan hadits ini An-Nasa’i menyebutkan melalui jalur Syu’bah dari Manshur, dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Aisyah, “Aku tidak suka untuk berdiri sehingga lewat di hadapan beliau, maka aku pun turun dengan perlahan.” Nampaknya Aisyah hanya mengingkari pendapat yang mengatakan bahwa wanita dapat memutuskan shalat dalam segala keadaannya, bukan hanya sekedar lewat.

M Resky S