Hadits Shahih Al-Bukhari No. 63 – Kitab Ilmu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 63 – Kitab Ilmu ini, menerangkan keterangan Metode munawalah dan surat-surat para ahli ilmu ke berbagai negeri. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 1 Kitab Ilmu. Halaman 292-293.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الْحَسَنِ الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَتَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِتَابًا أَوْ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ فَقِيلَ لَهُ إِنَّهُمْ لَا يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلَّا مَخْتُومًا فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِي يَدِهِ فَقُلْتُ لِقَتَادَةَ مَنْ قَالَ نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَنَسٌ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Muqotil Abu Al Hasan Al Marwazi] telah mengabarkan kepada kami [Abdullah] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Syu’bah] dari [Qotadah] dari [Anas bin Malik] berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menulis surat atau bermaksud menulis surat, lalu dikatakan kepada Beliau, bahwa mereka tidak akan membaca tulisan kecuali tertera stempel.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 60 – Kitab Ilmu

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuat stempel yang terbuat dari perak yang bertanda; Muhammad Rasulullah. Seakan-akan aku melihat warna putih pada tangan Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam”. Lalu aku bertanya kepada Qotadah: “Siapa yang membuat tanda Muhammad Rasulullah?” Jawabnya: “Anas”.

Keterangan Hadis: كِتَابًا أَوْ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ (Nabi menulis sepucuk surat atau ingin menulisnya).

Pengulangan ini disebabkan adanya keragu-raguan dari perawi hadits. Adapun penisbatan surat tersebut kepada Nabi merupakan majaz (kiasan), dengan maksud untuk menjelaskan bahwa yang menulis adalah orang tam atas perintah beliau.

لَا يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلَّا مَخْتُومًا (Mereka hanya membaca surat yang dicap atau distempel). Dari sini dapat diketahui bahwa syarat diperbolehkannya metode Mukatabah adalah surat tersebut harus berstempel (bercap), dengan maksud agar terhindar dari perubahan atau pemalsuan. Akan tetapi, terkadang syarat ini tidak diperlukan jika si pembawa surat itu adalah orang yang adil dan dapat dipercaya.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 40 - Kitab Iman

فَقُلْتُ (Maka aku bertanya). Yang mengatakan ini adalah Syu’bah, dan pembahasan selanjutnya tentang hadits ini insya Allah akan dibicarakan pada bab “Jihad” dan bab “Libas” (pakaian).

Pelajaran yang dapat diambil

Imam Bukhari tidak menyebutkan metode penyampaian hadits dengan cara ijazah yang terlepas dari metode Munawalah ataupun Mukatabah. beliau juga tidak menyebutkan metode Wijadah (penemuan kitab). Wasiat serta metode i’lam (pemberitahuan) yang terlepas dari metode ijazah- Hal itu dapat disimpulkan, bahwa beliau tidak membolehkan metode-metode tersebut.

Ibnu Mundih berpendapat, bahwa semua perkataan Imam Bukhari yang menggunakan قَالَ لِي (berkata kepada saya) merupakan bentuk ijazah dan tidak dapat diterima, karena saya menemukan banyak hadits yang terdapat dalam kitab Al Jami’ dengan menggunakan قَالَ لِي dalam kitab lain beliau menggunakan kata haddatsanii (menceritakan kepadaku).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 230 – Kitab Wudhu

Imam Bukhari tidak membolehkan metode Ijazah yang berarti tahdits (dengan menggunakan haddatsa), karena metode tersebut -menurut beliau- termasuk dalam kategori masmu ‘ (didengar). Akan tetapi alasan penggunaan metode ini adalah untuk membedakan antara hadits yang memenuhi syarat dan hadits yang tidak memenuhi syarat.

M Resky S