Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 66 – Kitab Ilmu ini, menjelaskan bahwa nabi saw selalu memilih waktu dan kondisi yang tepat untuk memberi nasihat agar para sahabat-sahabatnya tidak meninggalkan majelis. Dan tetap konsisten dan semangat menuntut ilmu dari nabi saw. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 1 Kitab Ilmu. Halaman 307-309.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي الْأَيَّامِ كَرَاهَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا
Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Sufyan] dari [Al A’masy] dari [Abu Wa’il] dari [Ibnu Mas’ud] berkata; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan kami dengan suatu pelajaran tentang hari-hari yang sulit yang akan kami hadapi.
Keterangan Hadis: يتخول artinya يتعهد (Memperhatikan), sedangkan موعظة berarti nasihat atau peringatan. Kalimat yang disebutkan dalam judul bab mengandung maksud kedua hadits yang akan dijelaskan, sebab kata السامة (bosan) dan النفور (meninggalkan) mempunyai kemiripan makna. Adapun korelasi antara hadits ini dengan hadits sebelumnya adalah, bahwa hadits-hadits tersebut menekankan untuk menyampaikan ilmu (tabligh) seperti yang dilakukan oleh Abu Dzarr. Mal ini dapat dilihat pada sebagian besar bab pada kitab ini.
كَانَ يَتَخَوَّلنَا (Selalu memilih waktu yang tepat bagi kami). Menurut Al Khaththabi, kata Al khaa ‘il (isim fa’il dan khaala) berarti orang yang memperhatikan atau menjaga harta. Oleh karena itu, maksud dari hadits ini adalah bahwa Rasulullah selalu memperhatikan aspek waktu dalam memberikan nasihat kepada kami. Beliau tidak memberikan nasihat setiap waktu supaya kami tidak merasa bosan.
التَّخَوُّن (dengan huruf “nun”) juga mempunyai arti memperhatikan, menjaga atau menjauhi perbuatan khianat. Diriwayatkan bahwa Abu Amru bin Al ‘Ala mendengar Al A’masy menyampaikan hadits ini dengan lafadz يَتَخَوَّلنَا (menggunakan huruf “lam”), kemudian Abu Amru mengulangnya dengan menggunakan huruf “nun” يَتَحَوَّلنَا. dan Al A’masy tidak membantahnya karena kedua lafazh tersebut dibolehkan.
Abu Ubaid Al Harawi menyebutkan dalam kitab Al Gharibiin bahwa yang benar adalah lafadz يَتَحَوَّلنَا (dengan huruf “ha”), yang artinya Nabi memperhatikan kondisi kami ketika hendak memberikan nasihat. Dalam hal ini saya berpendapat bahwa yang benar adalah riwayat pertama يَتَخَوَّلنَا, karena Manshur juga meriwayatkan dari Abu Wa’il seperti riwayat Al A’masy.
Ada beberapa pelajaran penting dalam hadits ini, yang dapat dijadikan pengingat antara lain sebagai berikut:
1. Anjuran untuk tidak melakukan perbuatan shalih secara terus menerus karena dikhawatirkan akan menyebabkan rasa bosan. Meskipun ketekunan atau kontinuitas sangat diharapkan dalam melakukan pekerjaan, akan tetapi hal itu dapat dilakukan dengan beberapa cara; yaitu dilaksanakan setiap hari dengan syarat tidak membebani, atau dilakukan dua hari sekali sehingga dapat melakukan perbuatan tersebut pada hari berikutnya dengan penuh semangat, atau bisa juga dilakukan seminggu sekali disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu.
2. Perbuatan Ibnu Mas’ud dan pemberian alasannya itu adalah dalam rangka mengikuti perbuatan Nabi Muhammad, atau Ibnu Mas’ud mengikuti Nabi dengan memperhatikan waktu dalam melakukan ataupun meninggalkannya, Kemungkinan kedua tersebut merupakan kemungkinan yang paling tepat adanya.
3. Dari hadits ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa menyamakan antara shalat sunah rawatib dengan yang bukan dalam pelaksanakannya secara kontinyu dalam waktu tertentu, adalah makruh hukumnya. Wallahu A’lam bi Shawwab”
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020